Cari Blog Ini

Minggu, 13 Februari 2011

GAGASAN AL-QUR’AN TENTANG PLURALISME:


GAGASAN AL-QUR’AN TENTANG PLURALISME:
Merajut Kasih menggapai Toleransi Kehidupan Beragama

I. Pendahuluan
Memasuki abad 21, masyarakat telah mencapai kemegahan dunia material dan kecanggihan teknologi. Pemikiran berbagai persoalan muncul dan terus menggelinding seiring dengan dinamika masyarakat, termasuk pemikiran yang bersifat keagamaan. Salah satu  wacana yang laris dan mendapat respons adalah pemikiran tentang pluralisme, bahkan setiap waktu selalu mencuat ke permukaan lalu gencar diperbincangkan orang, baik itu melalui media tulisan, reportase, forum seminar, dialog interaktif secara formal maupun informal, tidak saja oleh para akademisi dan pakar semata, tetapi para politisi, negarawan maupun rohaniawan tak urung ketinggalan. Menurut hemat saya, pluralisme sebagai sebuah diskursus mungkin tidak ada persoalan, tetapi pada ranah empirik-sosiologis mungkin sekali masih banyak persoalan yang belum terselesaikan, artinya teks yang bersifat interpretable itu masih membelenggu umat pemeluk masing-masing agama, sementara pada dataran konteks  berhadapan dengan ragam persoalan sosial-budaya, politik dan ekonomi. Salah satu gagasan besar pluralisme yang mendapat respon cukup besar adalah “Toleransi Hubungan antar Agama” di samping gagasan-gagasan lain yang tak kalah pentingnya.
Dalam kenyataannya, tidak seluruh masyarakat beragama kenal betul term pluralisme baik secara literal-etimologis maupun secara konseptual-terminologis. Di berbagai literatur terdapat ragam istilah yang digunakan untuk menunjuk pengertian pluralisme, misalnya, misalnya istilah “kemajemukan yang didasari oleh keunikan atau kekhasan” ,  “kemajemukan” , “keragaman” , “kebhinnekaan”,  lintas agama dan budaya” , dan istilah verbal lainnya yang tak terdokumentasikan. Dalam tulisan ini, akan dicoba ditelusuri teks-teks kitab suci Islam yang dipandang terkait – al-Qur’an dan al-Hadis – dengan

gagasan di atas, baik yang telah dikaji dan ditafsirkan secara tematis (maud}u>’i>) maupun bersifat analitis (tahli>li>) dengan berbagai pendekatan dan perspektif. Pembicaraan masalah toleransi, yang menjadi salah satu agenda penting pluralisme, berangkat dari sebuah realitas dalam masyarakat - secara mikro maupun makro – di mana terjadi benturan teologis agama-agama, yang pada gilirannya telah menimbulkan benturan kultural maupun teologis, karena masing-masing pemeluk agama berusaha memperluas eksklusivitasnya sendiri, dengan mengibarkan bendera identitas untuk membuktikan dirinya yang terkuat, paling kredibel, dalam kerangka mempertahankan eksistensinya. Hal ini secara cepat memicu timbulnya klaim-klaim kebenaran monolitik, yang secara lambat laun turut memicu munculnya pertikaian dan konflik di antara agama-agama, sehingga timbul perpecahan di antara pemeluk agama-agama itu sendiri, baik dalam skala kecil regional maupun besar, nasional bahkan internasional.

Sekalipun iklim pluralisme telah berhembus memenuhi horizon dunia, mendobrak benteng-benteng teologi, tampaknya paham ini belum sepenuhnya bisa diterima, baik di tingkat diskursus maupun realitas faktual oleh karena hambatan-hambatan tertentu. Pemersatuan antara yang ideal (das sein) dengan kenyataan-kenyataan sosial-religius (das sollen) di lapangan belum menunjukkan kemajuan yang cukup berarti. Keprihatinan inilah barangkali dapat menjadi daya dorong mendeskripsikan gagasan al-Qur’an tentang pluralisme dengan jalan menangkap landasan teologis, filosofis dan etisnya. Ada 4 tema pokok pandangan al-Qur’an tentang pluralisme, yaitu: 1) kebebasan beragama, 2) pengakuan atas eksistensi agama-agama, 3) kesatuan kenabian, dan 4) kesatuan pesan ketuhanan.
Tulisan kecil ini mencoba memberikan secercah kontribusi pemikiran keagamaan – pluralisme – dalam upaya memahami konsep al-Qur’an dengan merujuk literatur tafsir al-Qur’an dan karya-karya publikatif lainnya dengan melihat aspek eksternalitas, tanpa memasuki relung-relung internalitas kedalaman keberagamaan manusia. Diharapkan dapat menambah khazanah tulisan-tulisan yang telah ada, meski hanya sebatas pemekaran pemikiran.










II. Batasan Pengertian Pluralisme
Kata “pluralism” berasal dari bahasa latin “plures”, yang berarti “beberapa” dengan implikasi perbedaan, dalam bahasa Indonesia kata tersebut setara dengan majemuk. Pengertian kemajemukan (pluralitas) – beragama – sebenarnya telah terindikasikan di dalam al-Qur’an: “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya dijadikan satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kamu kembali semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang kamu persengketakan itu” (Q.S. al-Ma’idah: 6:48).
Pluralisme tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa ‘masyarakat kita majemuk’, ‘beraneka ragam’, ‘heterogen’ ‘plural’ terdiri dari ‘berbagai suku dan agama’, yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi.  Apalagi pluralisme hanya
dipahami sekadar sebagai “kebaikan negatif” (negative good) dari fungsinya untuk menyingkirkan fanatisme. Bagi Budhy, pluralisme harus dipahami sebagai ‘pertalian sejati kebhinnekaan dalam ikatan-ikatan keadaban”, yang mengarah pada suatu keharusan untuk menyelamatkan umat manusia.  
Persoalan fundamental yang menghambat lahirnya dialog adalah sikap eksklusivistik umat beragama dalam memandang agama lain. Seorang eksklusivis akan melihat orang di luar agamanya sepenuhnya dengan kesalahan, dan kerena itu bersemangat untuk menariknya masuk dalam agama yang diyakini kebenarannya dan tentu saja karena itu terselamatkan.  

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
ADIFAH 2220 © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute