Cari Blog Ini

Senin, 11 Oktober 2010

LAPORAN KKN 2010

Jumat, 08 Oktober 2010

GMNI SEBAGAI ORGANISASI PERJUANGAN

GMNI lahir dengan identitasnya yang hakiki sebagai "ORGANISASI PERJUANGAN" yang berlandaskan "Ajaran Sukarno". Untuk itu ada beberapa prinsip perjuangan yang harus tetap melekat dalam diri GMNI dan menjadi watak dasar perjuangan GMNI yakni:

GMNI berjuang untuk Rakyat.

GMNI berjuang bersama-sama Rakyat.





1. Makna "GERAKAN" Dalam Nama GMNI

GMNI adalah suatu organisasi Gerakan, atau dalam bahasa inggris disebut 'Movement'. Karena Gerakan GMNI dilakukan oleh sekelompok manusia yang berstatus 'Mahasiswa', maka GMNI disebut pula sebagai "Student Movement".

Adapun yang dimaksud dengan "Gerakan" adalah: Suatu usaha atau tindakan yang dilakukan dengan sadar dan sengaja oleh sekelompok manusia, dengan menggunakan sumua potensi yang ia miliki (mis: sosial, politik, ekonomi, kebudayaan dll), atau yang ada di dalam masyarakat dengan tujuan untuk melakukan pembaruan-pembaruan terhadap sistem masyarakat, agar terwujud suatu tatanan masyarakat yang dicita-citakan bersama.





2. GMNI ; Organisasi Perjuangan dan Perjuangan Terorganisir

GMNI merupakan Organisasi Perjuangan dan Gerakan Perjuangan Terorganisir. Artinya, gerakan Perjuangan harus menjadi Jiwa, Semangat atau Roh GMNI. Dan segala tindak perjuangan GMNI harus terorganisir yakni senantiasa mengacu pada Doktrin Perjuangan yang menjadi azas GMNI.



3. Tujuan Perjuangan GMNI

Sebagai Organisasi gerakan Perjuangan, yang menjadi Tujuan Perjuangan GMNI adalah: Mendidik kader bangsa mewujudkan masyarakat Pancasila sesuai dengan amanat UUD 1945 yang sejati. Sebab dalam keyakinan GMNI, hanya dalam masyarakat Pancasila yang sejati, Kaum Marhaen dapat diselamatkan dari bencana kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan terhindar dari berbagai bentuk penindasan.



4. GMNI Bersifat Independen

GMNI adalah organisasi yang independen dan berwatak kerakyatan. Artinya, GMNI tidak beraffiliasi pada kekuatan politik manapun, dan berdaulat penuhdengan prinsip percaya ada kekuatan diri sendiri. ndependensi bukan berarti netral, sebab GMNI senantiasa proaktif dalam perjuangan sesuai dengan Azas dan Doktrin Perjuangan yang ia jalankan. Walaupun demikian, GMNI tidak independen dari Kaum Marhaen serta Kepentingan Kaum Marhaen.



5. Makna "MAHASISWA" Dalam GMNI

GMNI adalah organisasi Mahasiswa. Sebagai konsekwensi dari sifat ini, maka yang boleh menjadi anggota GMNI hanya mereka yang berstatus mahasiswa. Namun demikian tidak semua mahasiswa dapat menjadi anggota GMNI, sebab yang dapat menjadi anggota GMNI hanya mereka yang mau berjuang, atau Insan Mahasiswa Pejuang. Tentu yang dimaksud dengan Mahasiswa Pejuang disini adalah mereka yang berjuang atas dasar Ajaran Sukarno.



6. Makna "NASIONAL" Dalam GMNI

GMNI adalah organisasi yang berlingkup nasional. Artinya bukan organisasi kedaerahan, keagamaan, kesukuan, atau golongan yang bersifat terbatas. Makna Nasional juga mengandung pengertian bahwa yang diperjuangkan oleh GMNI adalah kepentingan Nasional. Sebagai organisasi yang berwatak Nasionalis, maka Nasionalisme GMNI jelas adalah Nasionalisme Pancasila.



7. GMNI Adalah Organisasi Kader Sekaligus Organisasi Massa

GMNI adalah organisasi Kader sekaligus organisasi Massa, artinya GMNI merupakan wadah pembinaan kader-kader pejuang bangsa; dan dalam perjuangannya itu, kader GMNI senantiasa menyatu dengan berjuta-juta massa Marhaen. GMNI tidak berjuang sendirian, tetapi harus bersama-sama dan untuk seluruh rakyat, sebab Doktrin Perjuangan GMNI menggariskan demikian


BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI



      1. Kesimpulan.

  1. Pancasila yang lahir di penghujung akhir masa keemasan ideology dunia dipengaruhi ideologi nasionalis yang sudah dianut sejumlah negara yang merdeka sebelumnya. Lahir sebagai sebuah pemikiran di dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI- Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai) yang bersidang pada akhir Mei hingga awal Juni 1945, Pancasila menemukan kristalisasi di dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yang di sahkan 18 Agustus 1945, sehari setelah pernyataan kemerdekaan RI.
  2. Pancasila dasar negara menjadi landasan berpijak bagi bangsa yang demikian beragam etnik, agama, adatistiadat dan bahasa, yang menetap tersebar di seribu pulau nusantara. Ir. Soekarno, pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, bahkan menekankan nasionalisme atau kebangsaan Indonesia sebagai sila pertama.

Meskipun gagasan kebangsaan Indonesia dalam perjalanannya kemudian berubah urutan menjadi sila ketiga dengan rumusan Persatuan Indonesia, jelas nasionalisme menjadi dasar ideologi yang terpenting ketika negara baru ini diharapkan pada kemajemukan masyarakat, “Kehendak untuk bersatu”.

  1. Akan tetapi, tampaknya ada pergeseran makna kalau kita telusuri perjalanan ideologi Pancasila. Semula ia sebagai ideologi kebangsaan yang mencoba mengatasi keragaman, menjadi sekedar alat yang bersifat represif untuk mencapai tujuan penguasa. Proses hegemoni politik membuat Pancasila sebagai alat penyamarataan dari pada sebagai ideologi yang berdiri diatas perbedaan-perbedaan.Walaupun sempat terpinggirkan dalam wacana publik sejak lengsernya Orde Baru, ternyata kini Pancasila dianggap sebagai ideologi yang paling baik bagi bangsa Indonesia.

Upaya menengok kembali cita-cita bangsa yang dicerminkan dalam Pancasila tampaknya dilakukan, setelah perjalanan reformasi selama delapan tahun ini menunjutkan gejala perpecahan yang makin menghawatirkan. Kekhawatiran akan runtuhnya rasa persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia.

  1. Negara, sebagai otoritas tertinggi pengatur dan pelindung kehidupan warga, juga belum memberikan perlindungan yang sama terhadap semua kelompok masyarakat. Ada kecenderungan lepas tangannya negara , terutama terhadap sejumlah konflik terkait dengan agama. Sila ketuhanan Yang Maha Esa justru mendapat tantangan yang keras akhir-akhir ini dengan kian banyaknya kasus-kasus pelarangan, pelanggaraan dan pembangunan tempat ibadah oleh kelompok masyarakat tertentu. Wacana publik mengakui perlu ada kontekstualisasi dari teks-teks Pancasila, termasuk juga soal keadilan sosial. Karena itu, perlu ada kebebasan interpretasi terhadap sila-sila Pancasila. Jadi, tidak seperti indoktrinasi dengan satu penafsirsan tunggal, seperti era Orde Baru.
  2. Pancasila mesti diwacanakan oleh publik. Tiap orang dapat memberi masukan dan pikirannya. Ideologi tidak mungkin berasal dari atas seperti yang dilakukan Soekarno dan Soeharto. Ideologi mesti dibiarkan berkembang dalam masyarakat.

Dulu BP7 sibuk dengan ideologi terbuka, tapi dia sendiri tidak pernah membuka debat dan berbagai kemungkinan alternatif. Pemerintah bisa membantu akademisi untuk mengkaji. Dengan mengembangkan wacana, maka banyak orang yang tertarik dan memberikan sumbangan. Yang penting penguasa jangan melarang orang membicarakan Pancasila dan mengambil alih kebenaran Pancasila.

7. Pluralisme jangan sekadar dipahami sebagai ide yang memperolehkan semua ide hidup. Pluralisme seperti itu hanya akan menghadirkan ide fundamentalis yang sarat kekerasan. Pluralisme harusnya dipahami sebagai ide yang harus diperjuangkan untuk mendukung kehidupan yanh lebih baik. Pluralisme sebenarnya merupakan realitas asli masyarakat Indonesia yang sulit dicari di tempat lain. Munculnya kelompok garis keras di Indonesia, merupakan ancaman bagi pluralisme Indonesia. Keagamaan, baik Islam maupun Kristen, sering dimanfaatkan pemeluknya untuk membangkitkan kepahlawanan. Padahal, persoalan yang sebenarnya sering terkait dengan ketidakadilan dan kekerasan. Bagi pemeluk agama, jalan terbaik untuk menghindarkan benturan dengan pemeluk lain adalah menghilangkan klaim superioritas agama sendiri atas agama lain.

      1. Rekomendasi

Hasil pemilu tahun 2009 yang akan datang sebaiknya MPR dan DPR mulai memikirkan pengganti P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Hal ini sangat penting karena P4 sebagai Implementasi konkret dalam berpikir, bertindak, dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Negara Republik Indonesia. Sejak TAP MPR nomor II tahun 1978 mengenai P4 dicabut dengan Tap MPR nomor XVIII tahun 1998 seolah-olah dasar Negara Pancasila, Negara kehilangan arah dan pedoman dalam bertindak maupun menjalankan sistem pemerintahan. Sebagai bukti, adanya peraturan daerah (Perda) dan tindakan anarkis yang tidak bernapaskan Pancasila telah menimbulkan keresahan dilingkungan Masyarakat.

Pengamalan Pancasila jangan lagi menjadi tudingan untuk mempertahankan kekuasaan seperti pada masa Orde Baru. Demikian dengan GBHN, sejak pemilu 2004, dimana Presiden dan Wakil Presiden pilih langsung oleh rakyat sehingga MPR tidak lagi menetapkan GBHN untuk pedoman Presiden dalam menjalankan pemerintahan.

B. Pancasila : Ideologi, Falsafah, Dasar Negara RI
    Ketetapan (TAP) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) secara konstitusional menandaskan bahwa Pancasila merupakan pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia. Dan oleh karena itu perlu dihayati dan diamalkan secara nyata untuk menjaga kelestarian dan keampuhannya demi terujudnya tujuan Nasional serta cita-cita Bangsa seperti tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Agar tercapailah kesatuan bahasa, kesatuan pandangan dan kesatuan gerak langkah dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila ditetapkanlah suatu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). P4 ini merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap Warganegara Indonesia, setiap penyelenggaraan negara  serta setiap lembaga kean dan lembaga kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh (Ps 4). Menugaskan kepada Presiden  sebagai Mandataris atau Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengusahakan agar P4 dilaksanakan sebaik-baiknya dengan tetap berlandaskan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (Ps 5). Alinea pertama sacara tegas disebut bahwa sesungguhnya atas berkat rahnat Tuhan Yang Maha Esa perjuangan rakyat Indonesia telah mengantarkan rakyat Indonesia kepada Negara Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat berdasarkan Pancasila. Maka menjadi tugas dan tanggung jawab setiap Warganegara  Indonesia dan seluruh Bangsa Indonesia untuk mengemban kelangsungan hidupnya. Juga, sejarah telah mengungkapkan, bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh Rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada Bangsa Indonesia  serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik. Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar  seperti tercantum dalam Pembukaan UUD’45 merupakan kepribadian dan pandangan hidup Bangsa. Menyadari bahwa untuk kelestarian keampuhan dan kesaktian Pancasila, diperlukan usaha secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamalan nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya oleh setiap warganegara  Indonesia, setiap penyelenggara  serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan di Nusantara.









BAB III
 HASIL PENELITIAN DAN INTERPRESTASI

        Sebanyak 100 orang responden didatangi ditempat masing-masing di Karawang, Jawa Barat, dan di Sidoarjo, Jawa Timur. Mereka diminta kesediaannya menjadi responden dengan mengisi jawaban atas sejumlah pertanyaan secara kuantitatif, dengan pilihan, a, b, c, d, atau e. para kolektor data diupayakan tampil sesederhana mungkin dalam menemui responden, dimaksudkan supaya diciptakan suasana terbuka, jawaban ynag jujur, apa adanya, untuk menghasilkan jawaban yang bisa dipertanggungjawabkan validitasnya. Nama responden sengaja tidak dicantumkan untuk menjaga kerahasiaan, merasa terlindungkan dari kecurigaan dan tanpa beban. Yang diperlukan untuk keperluan interprestasi dan analisis ialah mengenai profesi responden, pendidikan responden, umur responden dan, jenis kelamin dan status responden. Responden ditemui dirumah masing-masing secara acak nomor ganjil tanpa kriteria apapun kecuali dalam hal umur bahwa responden harus sudah dewasa, dari hasil penelitian lapangan, di Karawang dan Sidoarjo, para responden dapatlah dikelompokkan sebagai berikut:


Interprestasi tabel 1 & 2.
Responden yang berprofesi selaku ibu rumah tangga (29%) dan berwiraswasta (32%) di Sidoarjo, bila dijumlahkan akan menjadi 61% dan jumlah ini jauh di atas jumlah responden Karawang (25%) yakni 16%+9%. Menjadi menarik adalah, responden ini dari unsur swasta ternyata mereka ini bersikap positif terhadap ideologi negara Pancasila, di atas jawaban responden Karawang yang juga positif. Kalau penelitian yang dilakukan di Karawang berada dalam situasi gempitanya gerakan penataran P-4, penelitian di Sidoarjo situasinya sudah era reformasi yakni gerakan penataran P-4 tidak ada lagi, walaupun responden di Sidoarjo juga sudah mengikuti penataran itu di dalam orde baru. Mengenai tabel 3, disini tergambar suatu komposisi umur yang diharapkan merupakan representasi populasi. Makin berimbang dibandingkan dengan responden di Karawang.





Grafik Kesadara Nilai-Nilai Pancasila
Responden di Sidoarjo dan Di Karawang
(Hasil Penelitian)




LIHAT
EXCEL WORKSHEET












Sa    =    35
Ka    =    14
Ka    =   











WACANA PUBLIK : PANCASILA

         Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bentuk final dan ideal bagi Rakyat Indonesia yang majemuk atas dasar agama, suku, dan bahasa.

    Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof. Dr. Din Syamsuddin, dalam diskusi publik yang diselenggarakan USINDO (Persahabatan Amerika Indonesia) di Nasional PressClud, Washington DC, jumat (28/4), menyampaikan hal itu ketika menjawab pertanyaan dalam diskusi itu tentang ide  Negara Islam atau  Syariah Islam yang diajukan sejumlah kalangan umat Islam di Indonesia. (Kompas, 1/5/2006).

    Sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meningatkan semua pihak kepada ikrar bersama bangsa ini terhadap Bhinneka Tunggal Ika. Kelompok manapun diminta tidak memaksakan kehendak dan merusak kaidah hukum. Beliau menegaskan hal tersebut di depan peserta Kongres I Partai Indonesia Baru (PIB) ; “Saya kira kita semua setuju bahwa konsensus dasar kita, yang telah menjadi dasar , yang meski kita pertahankan, kita lestarikan, dan kita aktualisasikan sepanjang masa, adalah Pancasila”. Selain Pancasila, kata Presiden konsensus dasar lain yan menjadi modal pembangunan bangsa adalah Undang-undang Dasar 1945,  Kesatuan Republik Indonesia, dan ikrar Bhinneka Tunggal Ika. (Kompas, 28/5/2006). Menyangkut revitalisasi Pancasila harus dilakukan dalam dua tingkatan, yaitu ide dan praksis. Sebagai ide, Pancasila harus diletakkan sebagai cita-cita. Pada tataran praksis, Pancasila perlu dibumikan dengan strategi kebudayaan.     Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate, Sukardi Rinakit, dalam silaturahmi HUT Ke- 5 Gerakan Jalan Lurus yang mengangkat tema “Revitalisasi Pancasila” di Jakarta. “Sejak Orde Baru runtuh, orang segan bicara Pancasila. Ini akibat praktik politik otoriter Orba yang dipenuhi intimidasi dan kekerasan dengan mengatasnamakan Pancasila”, ujar Sukardi (Kompas, 31/5/2006).

Ma’arif mengatakan, bangsa Indonesia harus tumbuh dengan Pancasila. Itu sebabnya Pancasila harus bisa  direvitalisasi agar benar-benar dapat menjadi dasar yang kokoh ditengah gelombang perubahan yang cepat. “ Di dalam Pancasila itu terkandung nilai-nilai moral yang menjadi konsensus bersama dan telah mempertahankan bangsa ini”. (Kompas, 31/5/2006).

Menurut Guruh Soekarno Putra : Pancasila telah mendapat citra negatif melalui program penataran P4, masyarakat tidak diberi ruang untuk mengemukakan pendapat. Pancasila menjadi alat politik untuk mempertahankan kekuasaan. Sampai sekarang kita diliputi keprihatinan karena hampir seluruh sila Pancasila belum terwujud. Lihat saja, banyak warga mengalami kesulitan menjalankan ibadah menurut keyakinannya. (Kompas, 1/6/2006).

Pancasila kita berfilosofi harmoni. Pancasila adalah Kerukunan Nasional dan Kerukunan Dunia. Harmoni menyelaraskan yang berbeda-beda dan bertentangan sifat-sifatnya dalam hidup rukun, damai, dan produktif dalam Ketuhanan Yang Maha Esa.     Karena itulah, Pancasila di mulai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, menandakan kehadiran Yang Maha Esa pada manusia yang beragam. Dimana ada yang Esa, di situ ada harmoni. Yang suci menyebar ke seluruh manusia dalam bentuk berkat, hadir dalam dunia perbedaan manusia sehingga dalam Tuhan Yang Maha Esa hadir kerukunan, saling mencintai, tidak ada perseteruan maupun saling membinasakan. Berkembangnya kerukunan, saling menghargai, saling menghidupi, pertanda hadirnya Pancasila, demikian pendapat Jacob Sumardjo (Kompas, 1/6/2006).

Aliansi Bhinneka Tunggal Ika juga menyatakan, “Sikap  menolak  penyeragaman budaya. Selebaran tentang Keputusan Curhat Budaya “Pancasila Rumah Kita” yang diselenggarakan pada 1- 2 Juni di Hotel Nikko, Jakarta,  di sebarkan kepada warga yang melewati Bundaran HI. Ratna Sarumpaet membacakan keputusan curhat budaya itu. bencana Ratna Sarumpaet mengatakan, akhir-akhir ini persoalan identitas semakin sering muncul, menjadi kegalauan bangsa. Itu karena dampak dari bagaimana selama ini  Pancasila hanya menjadi pikiran elite semata dan belum menjadi perilaku keseharian masyarakat. “Kami mengingatkan bahwa Indonesia adalah  Pancasila, bukan  agama. Pancasila sebagai dasar  dan sikap bangsa Indonesia seharusnya tidak berpihak kemana-mana sekalipun kepada kepentingan politik agama”, Ujar Ratna.    Curhat Budaya Pancasila Rumah Kita itu menghasilkan empat tuntunan. Salah satu di antaranya, rakyat haruslah merebut Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika sebagai konstitusi  dari tafsir pemerintah dan penguasa maupun demi kepentingan sempit lain. “Pancasila harus dikembalikan kepada rakyat Indonesia yang berbhinneka tunggal ika”. (Kompas, 4/6/2006).

    Para pemimpin Indonesia, kata Abdurrahman Wahid, gamang menghadapi arus deras globalisasi. Mereka tidak berani bersikap tegas. Kedaulatan hukum cuma jadi slogan karena menghamba pada kepentingan politik elite. Ketidakmampuan para pemimpin membuat publik kehilangan kepercayaan dan melakukan reaksi berlebihan berupa fundamentalisme dan nasionalisme sempit. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika terkoyak-koyak. Teror dan tindak kekerasan terjadi dimana-mana. Agama dijadikan komoditas politik untuk memenangi Pilkada atau Pemilu, atau sekedar membuat konstituen lupa akan lapar yang mendera. Abdurrahman Wahid menghimbau elite dan publik kembali ke Pancasila, yang sudah menjadi harga mati bagi bangsa Indonesia . (Kompas, 8/6/2006).

Saat ini ideologi pun telah dirasakan menjadi kebutuhan sebagai basis konsensus nasional. Kalau tidak ada konsensus, kita akan menghadapi masalah mendasar dalam hidup ber. Kita membuang Orde Baru, tapi tidak membuang Pancasila. Harusnya nilai-nilai ideal Pancasila dikonkretkan menjadi pedoman untuk bertindak sehari-hari dalam hidup masyarakat dan diterjemahkan dalam konsep dan struktur, demikian pandangan Maswadi Rauf (Kompas, 10/6/2006).

“Sukar dibayangkan kehidupan bangsa Indonesia yang sungguh sejahtera lahir batin tanpa Pancasila yang merupakan formulasi sikap budaya Indonesia terbentuk dari aneka ragam yang merupakan hasil budidaya berbagai suku bangsa Indonesia”, ujar Sayidiman Suryohadiprojo. (Kompas, 23/6/2006).

Tanpa Pancasila, “China dan India bisa maju”, ini diungkapkan seorang Brigjen (Purn) kepada sejumlah Jenderal (Purn) lain dalam dialog tentang kondisi bangsa yang tidak kunjung membaik setelah reformasi berjalan delapan tahun. Hampir semua peserta dialog berpendapat, kita hanya akan bisa keluar dari kondisi menyedihkan ini bila kembali ke UUD 1945 yang asli, dan Pancasila. Brigjen (Purn) itu mengatakan, China, India, Korea, dan banyak  negara lain yang tidak punya Pancasila tetapi mereka telah membuktikan, mereka bisa maju dalam banyak bidang kehidupan, teknologi, pendidikan, industri, dan ekonomi. Apakah pendapat itu benar?. Yang tepat, tanpa bicara Pancasila banyak negara bisa mencapai kemajuan. Tetapi mereka menerapkan dan mengamalkan konsep “ Negara ideal mereka”. Mereka tidak sibuk bicara masalah ideologi yang terlalu abstrak, tetapi menerapkan cita-cita negara ideal yang akan dibentuk, kedalam kehidupan nyata. Demikian pandangan Salahuddin Wahid. (Kompas, 23/6/2006).


Rumah Tanpa Tuhan
    Teologi “rumah tanpa Tuhan” adalah realitas kemunafikan beragama dan misrepresentasi Tuhan dalam wajah kekerasan dan pemaksaan. Hampir dalam setiap meta- narasi agama ada kisah pertarungan Tuhan melawan kejahatan. Dalam penafsiran ekstrem, kejahatan sebagai entitas abstrak mengalami kongkretisasi dalam perbedaan agama.  Di sini perbedaan jadi permusuhan, dan kongkretisasi Tuhan dalam pembentukan institusi agama memberikan legitimasi terhadap represi.
    Penutupan rumah ibadah tidak berarti Tuhan kehilangan rumah. Namun dibaca dari sisi lain, penutupan rumah ibdah adalah ekspresi dari suatu rumah tanpa Tuhan. Adalah sah untuk dijadikan situasi penutupan rumah ibadah sebagai batu loncatan iman untuk semakin menghayati Tuhan, namun disisi lain adalah suatu kemunduran besar sebagai suatu bangsa. Rumah ibadah bukanlah asset pemeluknya, tetapi asset nasional. Rumah ibadah perlu ambil bagian dalam melakukan transformasi manusia Indonesia.
    Rumah ibadah adalah intensivikasi ruang dan waktu dimana komunitas umat bisa menyembah Tuhan mereka. Rumah ibadah adalah suatu simbol, ya itu simbol yang penting bagi penganutnya. Kita tidak bisa mengebiri kenyataan ini. Pemerintah perlu memberikan pengaturan, tetapi juga perlindungan. etika tiap rumah ibadah perlu setidaknya 90 orang penganut, ini masih dapat dimengerti.

    Rangkuman Wacana Publik.
     Pancasila selaku  ideologi dan dasar Negara Republik Indonesia merupakan landasan konstitusional yang sudah final selesai dan tak dapat diganggu gugat selain merupakan perjanjian luhur, budaya bangsa Indonesia, Pancasila erat hubungannya dengan Proklamasi kemerdekaan RI dan tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar NegaraRepublik Indonesia, 1945. Dengan ideologi Pancasila berarti eksistensi keberagaman (bhinneka) etnis, budaya, kepercayaan, agama, seni, dan sistem kekeluargaan yang menjadi falsafah hidup bangsa secara resmi diakui keberadaannya dan dirangkum dalam rumusan yang padat yakni Pancasila. Eksistensi itu semuanya dikelompokkan menjadi lima kategori dan dituangkan dalam rumusan sila-sila Pancasila itu. Karena unsur-unsur yang masuk dalam masing-masing sila Pancasila adalah eksistensi budaya bangsa, karena itu Pancasila merupakan tradisi budaya yang niscaya. Sila-sila dalam Pancasila itu merupakan permata-permata budaya yang adiluhung. Karena adiluhung dan keniscayaan, oleh karena itu Pancasila itu harus dibumikan, masuk dalam kehidupan konkrit dalam berbangsa dan bernegara, masyarakat maupun dalam kehidupan kekeluargaan. Karena itu Pancasila harus dibelajarkan, dihayati, dan diwujudkan dalam kehidupan praksis. Dan kalau paham bhinneka (pluralisme) sudah membumi, mustahil Indonesia sulit beribadah, sulit membangun rumah Tuhan sebagai salah satu wujud sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Tuhan yang disembah menyertai semua orang dalam keadaan untung ataupun malang.
    Kita perlu intropeksi terhadap pemahaman dan praktek hidup ber-Pancasila dalam Orde Lama, Orde Baru, dan era reformasi. Wacana publik menghendaki tentang perlunya re-vitalisasi Pancasila supaya kita tidak bisa maju tanpa Pancasila selaku orang Pancasilais yang pluralis adalah aneh kalau agama dan Tuhan diatur-atur seperti dimuat dalam surat Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI tentang peribadatan dan syarat mendirikan rumah beribadah .. Mari kita maklumkan bahwa kita adalah orang Indonesia yang beradab, menghayati, dan mengaktualisasikan diri ke Indonesia yakni bangsa Indonesia yang Pancasilais.

POSISI KESADARAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM ERA REFORMASI

 
BAB I

PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Dalam seminar itu hadir sejumlah tokoh nasional, seperti mantan Wakil Presiden Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Wiranto, mantan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu, Shinta Nuryah, Taufiq Kiemas, begawan hukum tata Prof Dr Sri Sumantri, SH, serta Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Marwah Daud Ibrahim. “Kita perlu reorientasi kehidupan berbangsa.,” ucap Abdurrahman Wahid yang biasa dipanggil Gus Dur. Reorientasi bangsa tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang punya kedudukan istimewa dalam kehidupan kean, tetapi semua lapisan masyarakat. Megawati dalam sambutannya menekankan hal sama. “Yang penting untuk bangsa, bagaimana kita dengan konsekuen menjalankan konstitusi, yakni UUD 1945, yang akibat reformasi empat kali di amandemen.” Ketua Umum PDI Perjuangan itu mengajak semua untuk merenungkan dan menghayati kembali Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya tertuang Pancasila.

Dalam acara seminar itu, seniman Franky Sahilatua lewat lagunya mengajak semua untuk tak meninggalkan Pancasila. “Pancasila rumah kita, rumah untuk kita semua. Nilai dasar Indonesia, rumah kita selamanya. Untuk semua, puji namanya, untuk semua cinta sesama. Untuk semua keluarga menyatu. Untuk semua bersatu rasa. Untuk semua., saling memberi. Pada setiap insan, sama dapat sama rasa…,” lantun Franky disambut tepuk tangan.

Menyangkut aksi pembakaran dan perusakan rumah pengikut aliran Ahmadiyah, Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri menekankan kembali pentingnya pemahaman nilai-nilai konstitusi. Itu salah semua. Kesalahan yang dilakukan oleh pengikut Ahmadiyah merupakan urusan agama. Tetapi, kata Gus Dur, pihak yang telah melanggar hukum tetap harus ditangkap. Sayangnya hal itu tak dilakukan karena pemerintah ketakutan. Karena pemerintah tidak memberikan pendidikan yang jelas, seolah-olah tindakan itu jadi benar. Megawati mendukung pandangan itu. “Seperti yang dikatakan Gus Dur, saya merasa tujuan dari kehidupan ini sudah tidak jelas, karena kita tidak berpegang pada konstitusi yang telah disepakati,” ujarnya.

Ketua Presidium ICMI Marwah Daud turut menyesalkan aksi kekerasan yang terjadi. Dia berpendapat apapun yang sifatnya kekerasan dan mengklain pihak lain, tidak patut dilakukan . “Kebenaran tidak bisa diklaim dan dipaksakan,” ucapnya . (Kompas, 6/2).

Hal yang senada juga dikemukakan oleh Syafi’i Ma’arif. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu mengatakan, “ Meskipun sejak reformasi bergulir Pancasila sudah jarang disebut, itu bukan berarti filsafat bangsa Indonesia itu diganti, “ katanya dalam Forum Pancasila, Kamis (27/4), namun , “ ….dalam perbuatan, nilai-nilai itu dikhianati tanpa rasa malu. Yang terjadi adalah pengkhianatan terhadap Pancasila dalam praktik. Dalam kehidupan kolektif berbangsa, nilai-nilai Pancasila tidak lagi menuntun perilaku warga.” Dicontohkan sekitar sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. “Benar, masjid, gereja, pura, klenteng, dan tempat ibadah lainnya banyak pengunjungnya. Tetapi apakah kehadiran orang ditempat itu ada pengaruhnya dalam memperbaiki perilaku kita sebagai individu atau secara kolektif? Saya sangat meragukan,” tuturnya.

Pertambahan jumlah rumah ibadah tidak memiliki kolerasi positif dengan perubahan perilaku kearah kebaikan dan kejujuran. “Kenyataannya sungguh-sungguh sangat memprihatinkan. Politik menjadi mata pencarian karena lapangan pekerjaan yang lain amat sulit didapatkan,” katanya. “Secara formal konstitusional Pancasila berada dipuncak, tetapi dalam realitas kita mengkhianatinya secara kolektif. (Kompas,28/4).

Secara terpisah Rektor Universitas Islam Jakarta Azyumardi Azra mengemukakan, Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia perlu revitalisasi dan aktualisasi. Itu dibutuhkan karena bagi bangsa Indonesia Pancasila lah yang paling cocok dan tepat digunakan sebagai ide dasar umum bagi kehidupan berbangsa dan ber. “Saya tidak melihat ada tawaran ide dasar lain selain Pancasila yang tepat dan cocok untuk Indonesia,” selama delapan tahun terakhir sejak reformasi bergulir, pejabat publik telah malu berbicara tentang Pancasila. Untuk masyarakat Indonesia yang multi kultur ini, Pancasila adalah kekuatan integrative.” Dia tegaskan: ”Bahkan untuk ini perlu manifesto politik dan penegasan kembali bahwa Pancasila penting bagi bangsa Indonesia.

Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Francesco Budi Hardiman, mengemukakan perlu membuka pintu penafsiran baru Pancasila yang dulu diinterpretasikan secara doktrinal hanya oleh penguasa. “ Perlu penafsiran secara nasional dan kategorial. Dulu Pancasila hanya ditafsirkan secara substansial saja sehingga tidak memberi ruang kepada rakyat untuk terlibat didalamnya,” kata Budi. “Masalahnya dulu, Pancasila diinterpretasikan sepihak oleh penguasa dan menjadi indoktrinatif,” kata Budi. ( Kompas, 29/4).

Menurut Benny Susetyo, pendiri Setara Intitute, sekarang ini ada tiga soal mendasar yang jarang lagi didiskusikan. Pertama, ketidakjelasan idiologi bangsa, ketidakjelasan konsep pembangunan, serta mulai memudarnya kewibawaan kepemimpinan. Paham kebangsaan semakin lama semakin meredup, tidak jelas, dan semakin diombang-ambingkan oleh kekuatan internasional. Akibatnya rakyat mulai menpertanyakan apa sebenarnya yang diperbuat pemimpin selama ini.

Mengenai pluralisme, “Pluralisme sebenarnya merupakan realitas asli masyarakat Indonesia yang sulit dicari ditempat lain,” ujar cendikiawan Muslim Afrika Selatan Prof. Dr. Farid Esack dalam diskusi “The Challenge of Pluralism in a Globalized World” di Jakarta, Jumat (2/6). Farid, mengatakan, “Munculnya kelompok Islam garis keras di Indonesia, merupakan ancaman bagi pluralisme Indonesia. Bahkan, kalangan Muslim Indonesia pun terancam”. Islam Indonesia diserang oleh arabisme. Dan arabisme yang tidak mengakar pada rakyat Indonesia pasti berbenturan dengan Islam yang asli di Indonesia”, ujarnya. (Kompas, 3/6/2006).

Rm. Benny Susetyo, dari sumber Mirifica e-News (http:/www.mirifica.net) menulis “Pancasila kita sekarang ini diuji bukan lagi sekadar untuk menbendung aliran komunisme, memenangkan dari ancaman komunisme, melainkan diuji apakah ideologi ini bisa mengatasi kemiskinan”. “Pancasila kita juga sedang menghadapi tantangan bagaimana membuat orang-orang beragama lebih toleran terhadap lainnya. Kalau di masa lampau Pancasila selaku ideologi dan falsafah bangsa Republik Indonesia sukses menghadapi berbagai tantangan dan cobaan, bagaimana untuk masa depan? Hal itulah yang menjadi perhatian dalam penelitian ini yakni, apakah sudah ada indikasi sehingga “Kita perlu reorientasi kehidupan berbangsa” untuk “membangun Peradaban Indonesia”.





B. RUMUSAN MASALAH

Pancasila telah disepakati sebagai satu-satunya asas kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan dalam kehidupan ber. Sebagai dasar , Pancasila telah disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 18 Agustus 1945 dan berlaku surut 17 Agustus 1945 melalui sidang pleno PPKI. Dan sebagai philosofis berbangsa, Pancasila merupakan pandangan hidup yang sudah berurat-berakar sejak dari leluhur bangsa Indonesia. Itulah sebabnya Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno berbulat tekat memperjuangkan dan mengumandangkan Pancasila itu keseluruh dunia sebagai way of life diluar paham komunisme dan faham liberalisme. Pancasila menjadi konsep gerakan yang kemudian di kenal dengan nama, Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi (TUBAPI). Dan sejak Jenderal Suharto menggantikan Ir. Soekarno menjadi Presiden RI, posisi Pancasila dan UUD 1945 makin diperkokoh dengan tekad ‘Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR) yang menghasilkan TAP No. II / MPR/ 1978, tetapi sejak Orde Reformasi menggantikan Orde Baru semua gerakan penghayatan dan pengamalan Pancasila dicabut berdasarkan TAP No. XVIII/MPR/1998.



1. Pernyataan Masalah:

Dengan tidak adanya gerakan penghayatan dan pengamalan Pancasila sejak Orde Reformasi digulirkan di Negara Republik Indonesia sampai hari ini, dimanakah posisi tingkat kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila hasil penelitian tahun 1995 berjudul, “Penelitian Internalisasi Gerakan Hidup Ber-Pancasila dalam Orde Baru.”



2. Keadaan yang diinginkan :

Tingkat kesadaran masyarakat terhadap Pancasila, tidak akan dibawah posisi tingkat kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila hasil penelitian tahun 1995 paling tidak sampai tahun 2009, yakni akhir masa jabatan Presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla ( SBY- JK).



3. Ruang Lingkup :

Ruang lingkup yang dimaksud dengan tingkat kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila menyangkut pemahaman dan penerimaan pada lingkup kejiwaan, sikap, dan dari situ diharapkan berpengaruh terhadap interaksi sosial dan politik.



4. Daerah Penelitian tahun 1995 :

Daerah penelitian dipilih di Karawang dengan alasan :

  • Letaknya berada pada jalur lalu lintas padat dengan arus mobilitas tinggi;
  • Ragam penduduk heterogen, dengan demikian sistem relasi sebagai komunitas tradisional terhindari;
  • Mencerminkan keragaman profesi, atau bekerja dengan berbagai kesibukan;
  • Letaknya agar standar dari pusat pembinaan P-4 pusat dan BAKOR PBP Tingkat I, Jawa Barat, Bandung.



5. Daerah Penelitian Tahun 2006 :

Untuk mengetahui posisi tingkat kesadaran nilai-nilai Pancasila setelah Orde Reformasi menggantikan Orde Baru memiliki lokasi Sidoarjo, Jawa Timur, pemilihan lokasi ini karena hampir mirip dengan Karawang.





C. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini bersifat evaluatif, yakni untuk mengetahui posisi tingkat kesadaran masyarakat di Sidoarjo, Jawa Timur, terhadap nilai-nilai Pancasila dalam era reformasi. Tingkat kesadaran itu berada di atas, sama, atau di bawah posisi tingkat kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila hasil penelitian yang dilaksanakan pada tahun 1995. Karena sifatnya evaluasi, instrument yang digunakan juga tetap sama yakni instrumen tertutup kuantitatif, disamping data pustaka dari media massa, terutama Kompas. Responden ditetapkan dengan menggunakan sistem random sampling dengan alternatif jawaban : a). setuju sekali, b). setuju, c). ragu-ragu, d). kurang setuju, dan e). tidak setuju. Pengolahan data dilakukan secara manual yang tergambar dalam grafik.



1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan terutama untuk menyakinkan Menteri Kordinator Politik dan Keamanan Republik Indonesia terhadap posisi Pancasila selaku ideologi, Falsafah, dan Dasar Negara Republik Indonesia akhir-akhir ini yakni mengenai tingkat kesadaran di kalangan ‘akar rumput’ dan tingkat kesadaran dari kalangan elit politik dan penguasa. Upaya menyakinkan itu menjadi sangat mendesak terutama dengan timbulnya keresahan dari para tokoh dan mantan-mantan Presiden yang mangajak semua pihak merenungkan dan menghayati kembali Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang didalamnya tertuang Pancasila .



2. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

2.1 Tersedianya informasi terkini mengenai pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila khususnya di Sidoarjo, Jawa timur (2006) dalam era reformasi sebagai sampel penelitian, dan disandingkan dengan hasil penelitian (1995) di Karawang, Jawa Barat, sebagai pembanding dalam masa Orde Baru.

2.2 Dari hasil penelitian ini akan direkomendasikan suatu ajakan untuk menggagas suatu wacana mendalam tentang bagaimana perwujudan Pancasila selaku ideologi, falsafah dan dasar negara dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat sebagai way of life bangsa Indonesia.

D. KERANGKA TEORI

Pengesahan Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar

Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama di gedung Kesenian Jakarta. Sidang ini menghasilkan beberapa keputusan penting yang mennyangkut kehidupan ketataan. PPKI telah;

a. Mengesahkan UUD , termasuk di dalamnya Dasar ;

b. Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yakni Ir. Sukarno dan Drs. M. Hatta sesuai dengan aturan peralihan III UUD 1945

c. Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite nasional sesuai dengan pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal IV.



Pancasila sebagai dasar menurut perumusan yang disahkan oleh PPKI seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 berbunyi sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa,

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,

3. Persatuan Indonesia,

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Inilah satu-satunya perumusan Pancasila dasar negara yang benar dan sah. Maka Pembukaan UUD 1945 yang mengandung Pancasila dasar negara merupakan sumber motivasi dan aspirasi perjuangan bangsa Indonesia untuk mengisi cita-cita kemerdekaan; mengandung pula cita hukum dan cita moral yang ingin ditegakkan dalam mengisi kemerdekaan. Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran ialah ide-ide fundamental, yang diciptakan/dijelmakan dalam pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945 ialah:

a. Pokok pikiran persatuan

b. Pokok pikiran keadilan sosial

c. Pokok pikiran kedaulatan rakyat

d. Pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.



Maka jelaslah bahwa Pembukaan UUD 1945, yang memuat dasar negara negara Pancasila dan yang mengandung 4 pokok pikiran merupakan satu kesatuan dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan karenanya tidak boleh diubah oleh siapapun, termasuk MPR hasil Pemilihan umum mengubah isi pembukaan UUD 1945 berarti membubarkan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Hal ini untuk pertama kalinya dinyatakan dalam Tap.No.XX/MPRS/1966. setiap ada sidang MPR ketetapan No.XX/MPRS/1966. Ini dikukuhkan; berturut-turut dengan adanya ketetapan-ketetapan No.V/MPR/1973, No.IX/MPR/1978, dalam konsiderans Tap.No.III/MPR/1983 dan No. III/MPR/1988.


BAB II

PANCASILA IDEOLOGI NEGARA REPUBLIK INDONESIA



A. Arti Ideologi

Dalam arti luas istilah “ideologi” dipergunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normative. Dalam arti ini keyakinan bahwa negara harus menjunjung tinggi kebebasan, keadilan, dan kesetiakawanan disebut ideologi. Penggunaan kata “ideologi” ini oleh kebanyakan penulis menganggap tidak tepat, bahkan menyesatkan, ada asosiasi negatif. Orang biasanya tidak rela cita-citanya disebut idelogi, karena - komunis (yang mengaku Marxisme-Leninisme sebagai “ideologi” yang mereka banggakan. Kata ideology itu sebagai sesuatu yang positip yakni nilai-nilai dan cita-cita yang luhur, bukan sebagai ideologi begitu saja, melainkan sebagai ideologi terbuka.

Dalam arti sempit sebenarnya ideologi adalah gagasan atau teori menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Ideologi ini disebut “ideologi tertutup” karena kemutlakannya, tidak mengizinkan orang mengambil jarak terhadapnya. Secara singkat, dengan ideologi tertutup dimaksud gagasan-gagasan tertentu dimutlakkan.

Disamping kata “ideologi”, juga ada kata “ideologis”. Kata itu selalu berkonotasi negatif dan tidak pernah dipakai dalam arti “ideologi terbuka”. Setiap usaha untuk memutlakkan gagasan-gagasan tertentu disebut ideologis. Biasanya kata “ideologis” sekaligus membawa konotasi, bahwa gagasan-gagasan yang dimutlakkan itu sebenarnya menyelubungi dan dengan demikian melindungi kepentingan-kepentingan dan kekuasaan tertentu. “Ideologis” disebut keyakinan-keyakinan dan teori-teori yang hanya pura-pura mengikuti criteria realitas dan kebenaran tertentu, tetapi dalam kenyataan ditentukan oleh kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan yang bertentangan dengan kriteria itu.



1. Ideologi Tertutup

Suatu ideologi tertutup dapat dikenali dari beberapa ciri khas. Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan berupa cita-cita sebuah kelompok yang mendasari suatu program untuk mengubah dan membaharui masyarakat. Ideologi tertutup adalah musuh tradisi. Kalau kelompok itu berhasil untuk merebut kekuasaan politik, ideologinya itu akan dipaksakan pada masyarakat. Pola dan irama kehidupan, norma-norma kelakuan dan nilai-nilai masyarakat akan diubah, sesuai dengan ideologi itu. Ideologi tertutup biasanya bersifat totaliter, jadi menyangkut seluruh kehidupan. Bidang yang segera dikuasai sepenuhnya dan dipergunakan bagi penyebaran ideologi itu adalah bidang yang mempengaruhi sikap-sikap masyarakat: bidang informasi dengan media massa dan bidang pendidikan. Pluralisme pandangan dan kebudayaan dalam masyarakat mau dihapus. Agama-agama sebagai bentuk kesosialan yang membuat kebal terhadap pengaruh ideologi-ideologi dibatasi dan kalau dapat dihancurkan. Demi ideologi itu hak-hak asasi manusia tidak dihormati lagi, sebagaimana dikatakan oleh Rousseau. Demokrasi yang nyata dan pluralistik tidak akan ditolerir. Ideologi tertutup tidak mengakui institusi lawan yang merelatifkan tuntutan-tuntutannya. Kekuasaannya selalu condong ke arah total.

Kiranya jelas bahwa klaim ideologi tertutup selalu harus ditolak. Negara tidak berhak untuk membuat sebuah ideologi tertutup menjadi dasar kebijaksanaannya.





2. Ideologi Terbuka

Ciri khas “ideologi terbuka” ialah bahwa nilai-nilai dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari harta kekyaan rohani, moral, and budaya masyarakat sendiri. Dasarnya bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan konsensus masyarakat. Ideologi terbuka tidak diciptakan , melainkan ditemukan dalam masyarakat sendiri. Oleh karena itu ideologi terbuka itu adalah milik seluruh rakyat; masyarakat dapat menemukan dirinya kembali di dalamnya. Ideologi terbuka itu tidak hanya dapat dibenarkan, melainkan dibutuhkan. Ciri khas formal ideologi terbuka adalah bahwa isinya tidak langsung operasional.

Setiap generasi baru harus menggali kembali falsafah negara itu dan mencari apa implikasi bagi situasinya sendiri. Misalnya kemanusian dan keadilan sosial dapat merupakan unsur dalam falsafah dasar . Dua tuntutan itu tidak tertutup melainkan terbuka terhadap perkembangan dan pengertian baru. Keluhurannya justru terletak dalam fakta bahwa dua prinsip dasar itu tidak langsung operasional. Maka setiap generasi harus kembali memahami apa arti kemanusian dan keadilan sosial dalam situasinya itu. Bahwa falsafah megara itu milik seluruh masyarakat kelihatan kalau kita memperhatikan perjuangan kemerdekaan beberapa bangsa, cinta pada kemerdekaan, pada bangsanya, oleh ketekadan untuk mengakhiri kehinaan penjajahan dan eksploitasi asing, demi hak untuk menentukan nasibnya sendiri.







Suseno, Franz Magnis, Etika Politik, hal 367

Suseno, Franz Magnis, Etika Politik, hal 368

Dalam sebuah pertemuan 1976 dikemukakan sebagai kesimpulan tentang diskusi yang selama beberapa tahun berlangsung di Jerman Barat tentang hal nilai-nilai dasar, bahwa “dapat tercapai kesepakatan bahwa moderen hidup dari nilai-nilai dan sikap-sikap dasar yang mendahuluinya. Dalam arti luas tetap tergantung dari sikap-sikap dasar moral dan nilai-nilai dasar itu. Hal itu terletak dalam kodrat demokratis moderen. “Kimminich, 16, dikutip, Suseno, ibid. 372.

Kamis, 07 Oktober 2010

FILSAFAT HIDUP RASULULLAH
 
Saudara-saudara pembaca Web-site NurSyifa' yang berbahagia. Marilah kita tingkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Dengan pengertian taqwa yang sebenar-benarnya dan seluas-luasnya, yakni melaksanakan segala perintah Allah SWT, dan meninggalkan segala larangan-larangan-Nya.
Seorang muslim yang sejati adalah apabila ia telah menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai idola dalam hidupnya. Kita ikuti sikap dan tindak-tanduknya, demikian pula filsafat hidupnya harus diteladani.
Bagaimana filsafat hidup Rasulullah? Filsafat hidup adalah hal yang abstrak, yakni bagaimana seseorang memandang suatu persoalan hidup, cara memecahkan atau menyelesaikannya. Ada beberapa filsafat hidup yang dianut oleh manusia:
1.      Pertama : Dalam hidup ini yang penting perut kenyang dan badan sehat.
2.      Kedua   : Dalam hidup ini mengikuti ke mana arah angin berhembus, angin berhembus ke Timur, ikut ke Timur, angin berhembus ke Barat, ikut ke Barat, suapaya selamat dan mendapatkan apa yang diinginkan.
3.      Ketiga  : Dalam hidup ini yang penting "GUE SENENG" masa bodoh dengan urusan orang lain.
4.      Keempat : Dalam hidup ini harus baik di dunia dan baik di akhirat.
Sebagai muslim sudah selayaknya kita berfilsafat sebagaimana filsafat hidup Rasulullah SAW.

Filsafat hidup Rasulullah adalah sebagai berikut :
1.      Pertama : Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat. "Wahai Rasulullah, bagaimana kriteria orang yang baik itu? Rasulullah menjawab:
Yang artinya: "Sebaik-baiknya manusia ialah orang yang bermanfaat bagi orang lain".
Jika ia seorang hartawan, hartanya tidak dinikmati sendiri, tapi dinikmati pula oleh tetangga, sanak famili dan juga didermakan untuk kepentingan masyarakat dan agama. Inilah ciri-ciri orang yang baik. Jika berilmu, ilmunya dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Jika berpangkat, dijadikannya sebagai tempat bernaung orang-orang disekitarnya dan jika tanda tangannya berharga maka digunakan untuk kepentingan masyarakat dan agama, tidak hanya mementingkan diri dan golongannya sendiri.
Pokoknya segala kemampuan/potensi hidupnya dapat dinikmati orang lain, dengan kata lain orang baik adalah orang yang dapat memfungsikan dirinya ditengah-tengah masyarakat dan bermanfaat.
Sebaliknya kalau ada orang yang tidak bisa memberi manfaat untuk orang lain atau masyarakat sekitarnya bahkan segala kenikmatan hanya dinikmatinya sendiri, berarti orang itu jelek. Adanya orang seperti itu tidak merubah keadaan dan perginyapun tidak merugikan masyarakat.
Jadi filsafat hidup Rasulullah SAW menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi kita sebagai manusia untuk memegang filsafat hidup. Orang yang hanya menanam rumput untuk makanan ternak ia akan mendapatkan rumput tapi padinya tidak dapat, sebaliknya orang yang menanam padi, ia akan mendapatkan padi dan sekaligus mendapatkan rumput, karena rumput tanpa ditanam akan tumbuh sendiri. Begitu juga dengan kita yang hidup ini, kalau niat dan motivasinya sekedar mencari rumput (uang) iapun akan memperolehnya, tetapi tidak dapat padinya atau tidak akan memperoleh nilai ibadah dari seluruh pekerjaannya.
Oleh karena itu dalam menjalankan kehidupan, niatkan  untuk ibadah dengan suatu keyakinan bahwa pekerjaan dan tempat kerja kita, kita yakini sebagai tempat mengabdi kepada Nusa, Bangsa dan Negara, dan sebagai upaya menghambakan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian maka setiap hendak berangkat ke tempat bekerja berniatlah beribadah, Insya Allah seluruh pekerjaan kita akan bernilai ibadah, dan mendapatkan pahala.
Alangkah ruginya orang yang hidup ini niatnya hanya mencari "rumput" walau hal itu penting, tetapi kalau niatnya hanya itu saja, orang tersebut termasuk orang yang rugi, karena ia tidak akan mendapatkan nilai ibadah dari pekerjaannya.
Yang namanya ibadah bukan hanya shalat, zakat, puasa atau membaca Al-Qur'an saja, tetapi bekerja, mengabdi kepada masyarakat, Negara dan Bangsa dengan niat Lillahi Ta'ala ataupun ibadah. Hal ini penting untuk diketahui, karena ada yang berfilsafat: Kalau ada duitnya baru mau kerja, kalau tidak ada duitnya malas bekerja.
 
2.      Kedua : Rasul pernah ditanya, wahai Rasulullah! Orang yang paling baik itu yang bagaimana? Rasul menjawab :
Yang artinya : "Sebaik-baiknya diantara kamu ialah orang yang umurnya panjang dan banyak amal kebajikannya".
Sudah barang tentu orang yang semacamn ini sangat bermanfaat bagi masyarakat. Sebaliknya kalau ada orang yang amalnya baik tapi umurnya pendek masyarakat akan merasa kehilangan. Rasulullah juga mengatakan,"Seburuk-buruknya manusia yaitu mereka yang panjang umurnya tapi jelek perbuatannya".
Jadi sebenarnya kalau ada orang semacam itu mendingan umurnya pendek saja, supaya masyarakat sekitarnya tidak banyak menderita dan agar ia tidak terlalu berat tanggung jawabnya di hadapan Allah. Orang yang umurnya panjang dan banyak amal kebajikannya itulah orang yang baik.
Permasalahannya sekarang bagaimana agar kita mendapat umur yang panjang. Sementara orang ragu, bukankah Allah telah menentukan umur seseorang sebelum lahir? Pernyataan ini memang benar, tapi jangan lupa Allah adalah Maha Kuasa menentukan umur yang dikehendaki-Nya.
Adapun resep agar umur panjang sebagaimana resep Rasulullah :
Secara lahiriyah, kita semua sependapat untuk hidup sehat, harus hidup teratur, makan yang bergizi serta menjaga kondisi dengan berolahraga yang teratur.
Secara spiritual orang yang ini panjang umur ada dua resepnya:
1. Pertama : Suka bersedekah yakni melepaskan sebahagian hartanya di jalan Allah untuk kepentingan masyarakat, anak yatim, fakir miskin maupun untuk kepentingan agama. Dengan kata lain orang yang kikir atau bakhil sangat mungkin umurnya pendek.
2. Kedua    : Suka silahturahmi, Silah berarti hubungan dan rahmi berati kasih sayang, jadi suka mengakrabkan hubungan kasih sayang dengan sesama, saling kunjung atau dengan saling kirim salam.
Sementara para ahli tafsir menyatakan sekalipun bukan umur itu yang bertambah misalnya 60 tahun, karena sering silahturahmi meningkat menjadi 62 tahun, banyak sedekahnya menjadi 65 tahun. Kalau bukan umurnya yang bertambah, setidak-tidaknya berkah umur itu yang bertambah. Umurnya tetap tapi kualitas dari umur itu yang bertambah.

3.      Ketiga : Rasul pernah ditanya, orang yang paling beruntung itu yang bagaimana? Rasul Menjawab :
Yang artinya : "Barang siapa yang keadaannya hari ini kualitas hidupnya lebih baik dari hari kemarin maka dia adalah orang beruntung".
Kalau kita bandingkan dengan tahun kemarin, ilmu dan ibadahnya, dedikasinya, etos kerja, disiplin kerja meningkat, dan akhlaknya semakin baik, orang tersebut adalah orang yang beruntung. Dengan kata lain filsafat hidup Rasulullah yang ketiga adalah "Tiada hari tanpa peningkatan kualitas hidup".
Pernyataan Rasul yang kedua :
Yang artinya: "Barangsiapa keadaan hidupnya pada hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang rugi".
Jika amalnya, akhlaknya, ibadahnya, kedisplinannya dan dedikasinya tidak naik dan juga tidak turun maka orang tersebut termasuk orang yang merugi.
Sementara orang bertanya: Kenapa dikatakan rugi padahal segala-galanya tidak merosot? Bagaimana dikatakan tidak rugi, mata sudah bertambah kabur, uban sudah bertabu, giginya sudah pada gugur dan sudah lebih dekat dengan kubur, amalnya tidak juga bertambah, kualitas hidup tidak bertambah maka ia adalah rugi. Dan Rasul mengatakan selanjutnya :
Yang artinya : "Barangsiapa keadaan hidupnya pada hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka orang semacam itu dilaknat oleh Allah".
Oleh karena itu pilihan kita tidak ada lain kecuali yang pertama, yakni tidak ada hari tanpa peningkatan kualitas hidup. Sebagai umat Islam, kedispilinan, dedikasi, kepandaian, kecerdasan, keterampilan harus kita tingkatkan, agar kita termasuk orang yang beruntung.

4.      Keempat : Rasul pernah ditanya : "Wahai Rasulullah! Suami dan isteri yang paling baik itu bagaimana? Rasul menjawab : "Suami yang paling baik adalah suami yang sikap dan ucapannya selalu lembut terhadap isterinya, tidak pernah bicara kasar, tidak pernah bersikap kasar, tidak pernah menyakiti perasaan isterinya, tetap menghormati dan menghargai isterinya.
Sebab ada sikap seorang suami yang suka mengungkit-ungkit segala kekurangan isterinya, sehingga dapat menyinggung perasaannya, yang demikian termasuk suami yang tidak baik biarpun keren dan uangnya banyak. Hakekatnya suami yang tidak baik yaitu suami yang kasar terhadap isterinya. Dan seorang laki-laki yang mulia ialah yang bisa memuliakan kaum wanita, tidak suka menyepelekan. Sampai-sampai Rasul masih membela kepada kaum wanita beberapa saat sebelum Beliau wafat. Beliau sempat berpesan: "Aku titipkan nasib kaum wanita kepadamu". Diulangnya tiga kali. Karena kaum wanita kedudukannya serba lemah. Jadi kalau seoarang suami memiliki akhlak yang tidak baik maka penderitaan sang isteri luar biasa. Hal ini perlu kita ingat karena segala sukses yang dicapai oleh sang suami pada hakekatnya adalah karena andil sang isteri. Demikian juga andil isteri yang membantu mencarikan nafkah.

5.      Kelima : Rasul pernah ditanya, "Wahai Rasulullah! Orang yang benar itu yang bagaimana? Rasul menjawab,"Apabila dia berbuat salah segera bertaubat, kembali kepada jalan yang benar. Oleh karena itu para filosof mengatakan, "Orang yang benar adalah bukan orang yang tak pernah melakukan kesalahan, tapi orang yang benar adalah mereka yang sanggup mengendalikan diri dari perbuatan yang terlarang dan bila terlanjur melakukannya, ia memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuatan yang salah itu. Ibarat anak sekolah mengerjakan soal, kalau salah tidak jadi masalah, asal setelah dikoreksi tidak mengulangi kesalahannya. Sampai-sampai ada ungkapan yang tidak enak didengar tapi benar menurut tuntunan Islam, yaitu: Bekas maling itu lebih baik  dari pada bekas santri. Kita tahu bahwa santri adalah orang yang taat beragama, sedangkan maling penjahat, pemerkosa, dan sebagainya tapi setelah bertaubat menjadi orang yang baik, kembali ke jalan yang benar. Orang yang demikian matinya menjadi khusnul khotimah. Memang yang ideal, orang yang baik itu dari muda sampai tua baik terus, tapi hal itu jarang.
Kesalahan yang sudah terlanjur, selama masih mau bertaubat tidak jadi masalah. Oleh karena itu, segala hukuman, seperti hukuman administrasi dalam kepegawaian, selalu didasarkan atas beberapa pertimbangan. Apakah kesalahannya tidak bisa ditolerir, apakah orang tersebut perlu diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya atau tidak. Apakah kesalahannya terpaksa atau karena kebodohannya? Maka berbagai pertimbangan perlu dilakukan sehingga ada kesempatan bagi orang tersebut untuk memperbaiki kesalahannya, agar dia bisa kembali menjadi orang yang baik. Nabi Muhammad SAW bersabda :
Yang artinya: "Walaupun engkau pernah melakukan kesalahan sehingga langit ini penuh dengan dosamu, asal saja kamu bertaubat, pasti akan terima oleh Allah".

6.      Keenam : Suka memberi. Sabda Nabi :
Yang artinya : "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah".
Orang yang suka memberi, martabatnya lebih terhormat daripada orang yang suka menerima. Allah berfirman :
Yang artinya : "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir, seratus biji. Allah melipat-gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Baqarah : 261)
Tidak ada orang yang suka sedekah, kemudian jatuh miskin. Umumnya yang jatuh miskin karena suka judi, togel, dan minuman keras. Dan resep kaya menurut Islam adalah kerja keras, hidup hemat, dan suka sedekah.

7.      Ketujuh : Rasul pernah ditanya oleh para sahabat : "Wahai Rasul! Si pulan itu orang yang luar biasa hebatnya. Dia selalu berada dalam masjid, siang malam melakukan shalat, puasa, I'tikaf, berdo'a. Kemudian Rasul bertanya kepada para sahabat, "Apakah orang itu punya keluarga?" Sahabat menjawab, "Punya Ya Rasul". Kata Rasul : "Orang tersebut adalah orang yang tidak baik!. Saya ini suka ibadah tapi disamping itu sebagai seorang suami, berusaha mencari nafkah. Sampai Rasul menyatakan : " Tergolong tidak baik orang yang hanya mementingkan urusan ukhrawi tetapi melalaikan urusan dunia".
Juga tidak benar orang yang hanya mementingkan urusan duniawi tapi melalaikan urusan ukhrawi. Yang paling baik adalah seimbang antara kepentingan duniawi dengan kepentingan ukhrowi dan tidak berat sebelah.

Diberdayakan oleh Blogger.
ADIFAH 2220 © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute