Cari Blog Ini

Jumat, 14 Januari 2011

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 29-30‎


Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 29-30
Ayat ke-29:‎

هو الذی خلق لکم ما فی الارض جمیعا ثم استوی الی السماء ‏فسوهن سبع سموت و هو بکل شیء علیم
Dia-lah yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian, kemudian ia ‎berkehendak pula menciptakan langit, maka Dia menjadikannya tujuh lapis. ‎Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.

Allah yang menciptakan kita, juga telah mempersiapkan bebagai fasilitas ‎kesejahteraan dan kemakmuran. Untuk itu Allah menciptakan bumi dan langit ‎beserta isinya lalu menyerahkannya kepada manusia. Karena manusia adalah ‎makhluk termulia diantara seluruh makhluk lain yang Allah ciptakan. Dan ‎segala sesuatu, baik benda-benda mati, tumbuhan, hewan, tanah dan langit, ‎semua diciptakan demi kepentingan manusia. Oleh karena itu di dalam ayat ‎ini dikatakan: Allah menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian"

Dan di dalam ayat 13 Surah Al-Jaatsiyah, dikatakan, "Dia menciptakan bagi ‎kalian segala yang ada di langit dan di bumi." ‎

Jadi bukan hanya bumi, tetapi langit dan segala isinya, Allah ciptakan untuk ‎kepentingan manusia. Satu lagi diantara tanda-tanda tauhid atau keesaan ‎Allah ialah sistem yang amat rumit namun sangat teliti, yang mengatur langit ‎dan segala isinya, dimana para ilmuwan di zaman teknologi moderen dan ‎serba canggih ini mengakui kelemahan mereka menghadapi kehebatan alam ‎raya ini. Bola bumi yang merupakan sumber kehidupan dan macam-macam ‎nikmat bagi kita, tak lebih hanyalah sebuah benda langit yang sangat kecil ‎dibanding benda-benda langit yang lain. ‎‎ ‎ ‎
Al-Quran pun menyebutnya dengan satu kata bentuk tunggal, yaitu Al-Ardh. ‎Sedangkan tentang langit, di dalam banyak ayat, Al-Quran menyebutnya ‎‎"Sab'a Samawat" berarti bahwa Allah membentangkan langit yang berlapis ‎tujuh, berdasarkan pengelolaan dan pengaturan yang sangat cermat, yang ‎Dia ciptakan untuk kepentingan manusia. Tujuh langit, yang berdasarkan ‎ayat-ayat lain, langit yang dapat disaksikan oleh mata manusia ini disebut ‎sebagai Sama' udunya, artinya langit yang terendah. Sedangkan langit yang ‎enam lapis lainnya berada di luar jangkauan penglihatan dan pengetahuan ‎manusia.

Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:‎ ‎
‎1. Manusia lebih mulia dibanding seluruh yang ada di bumi dan langit, bahkan ‎ia merupakan tujuan penciptaan semua itu. ‎
‎2. Allah menciptakan alam ini untuk kita. Oleh sebab itu hendaklah kita ‎menempatkan diri kita hanya untuk Allah semata. ‎
‎3. Tak ada satu pun ciptaan Allah di alam ini yang sia-sia, karena ia diciptakan ‎untuk suatu kepentingan bagi manusia, meskipun manusia itu sendiri masih ‎belum mengetahui letak kepentingan tersebut. ‎
‎4. Dunia diciptakan untuk manusia, bukan sebaliknya, manusia diciptakan ‎untuk dunia. Dunia adalah sarana, bukan tujuan. ‎
‎5. Segala macam pemanfaatan nikmat-nikmat alam adalah halal bagi ‎manusia, kecuali jika terdapat bukti khusus dari akal maupun syariat yang ‎mengharamkannya. ‎
Ayat ke-30:‎
و اذ قال ربک للملئکة انی جاعل فی الارض خلیفة قالوا اتجعل فیها من ‏یفسد فیها و یسفک الدماء ونحن نسبح بحمدک ونقدس لک قال انی ‏اعلم ما لا تعلمون ‏
Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para Malaikat: "Aku akan ‎menciptakan seorang khalifah di bumi". Para Malaikat berkata: "Apakah ‎Engkau akan menciptakan orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya ‎dan mengalirkan darah, sementara kami selalu bertasbih dengan memuji-Mu ‎serta mengagungkan-Mu. Allah berkata: "Aku mengetahui apa yang tidak ‎kalian ketahui.‎

Di dalam ayat-ayat sebelumnya Allah berbicara tentang nikmat-nikmat materi-‎Nya yang tak terhitung jumlahnya bagi para penghuni bumi. Sedangkan ayat ‎ini menjelaskan posisi dan kedudukan maknawi manusia, yang membuatnya ‎pantas menerima segala nikmat itu. Setelah menciptakan manusia, Allah swt ‎menyodorkan permasalahan ini kepada para Malaikat, yaitu bahwa Adam ‎memiliki kelayakan dan kepantasan sedemikian besar, sehingga Allah telah ‎menetapkannya sebagai wakil-Nya di bumi, dan mencapai pangkat ‎khalifatullah. ‎
Akan tetapi para Malaikat menyatakan kekhawatiran mereka dan mengatakan ‎bahwa bagaimana mungkin seseorang yang keturunannya bakal membuat ‎kerusakan dan pertumpahan darah diangkat sebagai khalifatullah di bumi?‎
Para Malaikat berpikir bahwa jika Allah ingin mengangkat wakil di bumi , maka ‎wakil tersebut haruslah jauh dari segala macam dosa dan kejahatan, serta ‎sepenuhnya mentaati Allah. Dan dengan pengetahuan yang mereka miliki ‎tentang alam dan watak-watak manusia, maka mereka merasa heran, apa ‎sebabnya Allah swt bukannya memberikan kedudukan mulia seperti itu ‎kepada para Malaikat-Nya yang selalu berada dalam ibadah dan ketaatan ‎kepada-Nya, tetapi memberikannya kepada manusia. ‎
Dalam menjawab pertanyaan para Malaikat, Allah swt menyebutkan, kalian ‎hanya melihat titik kelemahan manusia. Sedangkan kalian tidak mengetahui ‎segi-segi positifnya yang sangat berharga. Akan tetapi Aku mengetahui ‎sesuatu yang kalian tidak mengetahuinya. Jika kalian menganggap bahwa ‎tasbih dan tahmid yang selalu kalian lakukan itu sebagai alasan kelebihan ‎kalian terhadap manusia dalam mencapai kedudukan sebagai khalifatullah, ‎maka ketahuilah bahwa diantara umat manusia terdapat banyak orang yang ‎lebih unggul dari pada kalian dan memiliki kelayakan untuk menduduki ‎pangkat mulia ini. ‎
Tentu saja perlu ditegaskan bahwa bukan semua manusia merupakan ‎khalifatullah di muka bumi, dan yang dimaksudkan dengan khalifah Allah di ‎bumi ialah bahwa Allah yang telah menciptakan manusia "fi ahsanit taqwim" ‎dengan sebaik-baik penciptaan, dan telah meniupkan ruh-Nya ke dalam tubuh ‎manusia , maka hendaklah manusia memelihara sebaik-baiknya semua ‎potensi yang telah Allah berikan itu, sehingga mampu berperan sebagai ‎khalifah Allah di bumi.‎
Contoh dari orang-orang yang demikian itu, yang telah terpilih sebagai ‎khalifatullah di bumi, ialah para Nabi, para Imam, mukminin dan solihin serta ‎para syuhada. Ketika manusia tidak mampu memelihara potensi-potensi Ilahi ‎itu dan merusaknya, jadilah mereka sama seperti hewan bahkan keadaan ‎mereka lebih buruk lagi, sebagaimana ditegaskan di dalam Al-Quran: "Ulaa ‎ika kal an'am bal hum adhal" "Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan ‎lebih sesat lagi". Jelas sekali bahwa ditunjuknya manusia sebagai wakil untuk ‎mengelola bumi, sama sekali tidak menunjukkan kelemahan Allah dalam ‎mengatur bumi. Tetapi menunjukkan kemuliaan dan keutamaan kedudukan ‎manusia yang memperoleh kelayakan untuk menduduki jabatan khalifatullah; ‎selain bahwa sistem penciptaan dan pengaturan alam ini berjalan di atas ‎dasar kausalitas.‎
Artinya, meskipun Allah swt mampu secara langsung mengatur dan ‎mengelola alam jagat raya ini, namun untuk menjalankan segala urusan Allah ‎menciptakan perantara-perantara dan sebab-sebab; sebagaimana berkenaan ‎dengan para Malaikat Allah berfirman yang artinya, "Dan demi para Malaikat ‎yang mengatur urusan alam." Artinya, Allah swt juga menyerahkan sebagian ‎urusan alam ini kepada para Malaikat. Meskipun pengatur yang sebenarnya ‎segala urusan alam ini ialah Allah sendiri sebagaimana yang Dia firmankan: ‎‎"Yudab birul Amr", Dia-lah yang mengatur segenap urusan. ‎

Dari ayat tadi terdapat delapan poin pelajaran yang dapat dipetik:‎
‎1. Posisi dan kedudukan manusia di alam ini sangat tinggi, sebagaimana yang ‎Allah paparkan masalah tersebut di hadapan para Malaikat-Nya.‎
‎2. Pengangkatan wakil dan pemimpin Ilahi, ada di tangan Allah. ‎
‎3. Penjelasan topik-topik penting yang menimbulkan pertanyaan, dan ‎pemberian jawaban bagi soal-soal serta hal-hal yang belum jelas, adalah ‎perbuatan yang sangat berharga, sebagaimana yang Allah perbuat berkenaan ‎dengan penciptaan manusia, sehingga hilanglah ketidakjelasan dan keraguan ‎para Malaikat.‎
‎4. Pemimpin dan khalifah Allah haruslah seorang yang adil bijaksana, bukan ‎orang yang fasik dan pembuat kerusakan. Oleh karena itu para Malaikat ‎bertanya, bagaimana mungkin manusia yang suka menumpahkan darah ‎berperan sebagai wakil Allah di bumi?‎
‎5. Dalam membandingkan diri kita dengan orang lain, hendaknya kita tidak ‎melihat hanya segi-segi negatif dan titik-titik kelemahan orang lain, dan ‎melihat diri kita sendiri hanya dari segi-segi positif, lalu kita tergesa-gesa ‎mengambil kesimpulan.‎
‎6. Ukuran kemuliaan dan keutamaan bukan hanya ibadah. Akan tetapi ‎diperlukan hal-hal lain. Meskipun para Malaikat memiliki kelebihan dibanding ‎dengan manusia dalam hal ibadah kepada Allah, namun mereka tidak dipilih ‎oleh Allah untuk menjadi khalifah-Nya di bumi.‎
‎7. Penyimpangan dan kesesatan sejumlah manusia, tidak menghalangi ‎perkembangan dan kesempurnaan manusia-manusia yang lain. Meskipun ‎Allah mengetahui bahwa sekelompok manusia akan memilih jalan kesesatan, ‎namun Allah tidak mencegah penciptaan dan pengangkatan manusia sebagai ‎khalifah-Nya.‎
‎8. Mengajukan pertanyaan dengan tujuan menambah pengetahuan dan ‎menyingkirkan ketidakjelasan, sama sekali tidak terlarang, bahkan merupakan ‎kebaikan. Pertanyaan para Malaikat bukan untuk memprotes perbuatan dan ‎rencana Allah, tetapi untuk menghapus ketidakjelasan yang ada pada ‎mereka.‎

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.
ADIFAH 2220 © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute