FASAL I
BAHASA DAN KEHIDUPAN BAHASA
Ada banyak definisi bahasa, antara lain definisi yang dikemukakan oleh Ibnu Jinni. Menurut Ibnu Jinni (391 H), bahasa adalah bunyi yang diungkapkan oleh setiap kaum untuk menyatakan tujuannya. Ini merupakan definisi yang cermat, yang menyebutkan banyak aspek distingtif bahasa. Pertama-tama Ibnu Jinni menegaskan tabiat bunyi bahasa; mengemukakan fungsi sosial bahasa dalam ekspresi dan mengalihkan pikiran; dan mengemukakan bahwa bahasa dipakai di masyarakat. Maka setiap kaum memiliki bahasa. Para linguis modern mengemu-kakan berbagai definisi bahasa. Semua definisi modern ini menegaskan tabiat bunyi bahasa, fungsi sosial bahasa, dan variasi konstruksi bahasa dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
1. Tabiat Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang. Nilai lambang bahasa berdasar pada hubungan antara pembicara atau penulis sebagai pemberi pengaruh dan pendengar atau pembaca sebagai penerima. Bahasa merupakan sarana interaksi/komunikasi dan pengalihan pikiran antara pemberi pengaruh dan penerima. Lahirnya lambang bunyi bahasa ini adalah untuk memenuhi makna yang spesifik dan distingtif, yang dimaksud oleh pembicara dan dipahami oleh penerima (pendengar). Artinya ada kesepakatan kedua belah pihak dalam menggunakan lambang-lambang ini untuk menyatakan makna yang dimaksud. Bahasa merupakan sarana interaksi sosial pertama di masyarakat. Adapun sarana komunikasi lain, seperti isyarat bunyi atau pemandu tidak lain kecuali merupakan usaha alternatif bagi sistem bahasa. Pada dasarnya bahasa berdasar pada sistem bahasa. Oleh karena itu, tanpa sistem itu tidak ada bahasa.
Bahasa dan Tulisan
Lambang bahasa adalah lambang bunyi. Ini berarti bahwa tabiat bahasa – pertama-tama – memanfaatkan varian bunyi yang diucapkan (lisan) dan didengar. Maka tulisan merupakan upaya untuk mengungkapkan bahasa dalam realita bunyi. Tulisan merupakan upaya untuk mengalihkan fenomena bunyi yang dapat didengar ke fenomena tulisan yang dapat dilihat. Maka bahasa didengar dengan telinga, sedangkan tulisan dilihat dengan mata. Tulisan merupakan upaya untuk menerjemahkan fenomena bunyi yang didengar ke dalam fenomena tulisan yang dilihat. Dan tulisan merupakan upaya untuk mengalihkan bahasa dari dimensi waktu ke dimensi tempat. Karena itu, fenomena bunyi beriringan dengan waktu, sedangkan huruf yang tertulis beriringan dengan tempat. Apabila bahasa dahulunya merupakan fenomena bunyi, maka wajarlah jika kajian bahasa mengkaji bahasa dalam bentuk bunyinya.
Kita harus selalu membedakan tabiat bunyi bahasa dan cara pembukuan/penulisan bahasa ini. Maka khat (tulisan) Arab merupakan suatu masalah, sedangkan bahasa Arab adalah soal lain. Khat Arab mempunyai fasilitas tertentu yang berupaya untuk menyatakan realita bunyi. Khat Arab membukukan bunyi danvokalpanjang,yaitu: konsonan,seperti:
dhammah thawilah, fathah thawilah, dan kasrah thawilah dengan huruf tulisan Arab. Khat berinteraksi dengan huruf, sedangkan linguistik berinteraksi dengan bunyi. Khat Arab dengan suatu bentuk mencoba membukukan bunyi-bunyi bahasa Arab, kecuali vokal pendek, yaitu dhammah, fathah, dan kasrah tidak mempunyai huruf dalam khat Arab. Oleh karena itu, penulisannya merupakan masalah manasuka. Akan tetapi vokal-vokal pendek – seperti halnya vokal panjang dan konsonan – merupakan unsur pokok dalam pembentukan sistem bahasa Arab dan semua bahasa. Perubahan vokal dapat mengakibatkan perubahan makna, maka perbedaan antara bentukaktifdan bentuk.
pasif merupakan perbedaan vokal yang membawa ke peralihan bentuk dan perubahan makna. Ada perubahan yang mendasar antara jumlah huruf dan jumlah bunyi dalam banyak pola kata dalam bahasa Arab. Fi’il madhi: berakhir dengan alif yang tidak .
mempunyai indikasi bunyi apapun. Sebaliknya dari fenomena ini, kita dapati huruf-huruf yang dipakai untuk menuliskan banyak kata lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan bunyi-bunyi yang membentuknya. Beberapa vokal panjang tidak ditulis dalam beberapa kata, seperti:. Dan ada perbedaan lain antara huruf dan bunyi. Perbedaan ini tampak jelas melalui pengamatan dalam khatArab dilambangkan dengan kitabah wahuruf dua fenomena bunyi yang berbeda dalam bahasa Arab. Maka dilambangkan dengan bunyikonsonan dalam penulisan yang dalam bahasaArab, sementara kata-kata:
sama dilambangkan dengan vokal panjang dalam penulisan katakata:
dalamb ahasa Arab. Demikian pula huruf .dalam khat Arab; ia terkadang dilambangkan dengan bunyi konsonan dalam kata-kata: dan terkadang
dilambangkan dengan vokal panjang dalam kata-kata:
Oleh karena itu, dalam mengkaji bahasa Arab atau bahasa lain sekalipun kita tidak boleh berkomunikasi dengan huruf-huruf tertulis, melainkan kita harus mengkaji bunyi-bunyi bahasa yang membentuk bahasa ini dengan mencoba menjelaskan realita bunyi bahasa sambil memperhatikan sejauhmana perbedaan antara bahasa sebagai fenomena bunyi dan penulisannya dengan huruf.
Sistem Bahasa
Lambang-lambang bunyi yang dipakai untuk berkomunikasi oleh para penutur kelompok sebuah bahasa itu terbatas. Kebanyakan bahasa, masing-masing berinteraksi dengan kira-kira 30 lambang bunyi. Secara simultan semua bahasa manusia berinteraksi dengan tidak lebih dari 50 lambang bunyi; setiap bahasa ada bagiannya. Akan tetapi lambang-lambang yang terbatas ini dalam setiap bahasa dari bahasa-bahasa yang banyak ini dapat mengungkapkan sebanyak mungkin apa yang hendak diungkapkan oleh manusia dalam segala bidang kehidupan dan pikiran. Kira-kira 30 lambang bunyi dalam setiap bahasa dapat membentuk ribuan kata, kemudian jutaan kalimat untuk mengalihkan berjuta-juta makna dan nuansa makna. Lambang-lambang bunyi yang terbatas ini dapat membentuk konstruksi bahasa tersusun konsonan dan vokal sama. Di sini dari yang dan adalah konsonannya adalah vokalnya kasrah dan fathah serta tanda i'rab. Hanya saja vokal-vokal ini pada kedua kata tadi menjadikan dua susunan yang berbeda. Pemakaian lambang-lambang bunyi yang terbatas dalam setiap bahasa di dunia dalam berbagai susunan (pola) membe-rikan peluang kepada lambang-lambag itu untuk membentuk ribuan kata dan berbagai bagian dalam sistem bahasa dalam setiap lambang bunyi ada fungsinya dalam kata; setiap kata ada fungsinya dalam frase dan kalimat. Seyogianya kita mematuhi susunan yang disepakati dalam lingkungan bahasa yang sama. Jika tidak, maka lambang itu kehilangan kemampuannya dalam pengalihan dan pemberian inspirasi. Susunan bahasa ini mengandung urutan bunyi di dalam kata dan urutan kata dalam kalimat. Di sini misi linguis adalah menjelaskan tabiat lambang-lambang bunyi ini dan berbagai pola yang dibentuknya untuk membentuk kata. Dengan menjadikan berbagai susunan terbatas. Keduakata:
Kemudian ia menjelas-kan juga berbagai pola untuk menyusun kata-kata ini untuk membentuk berbagai kalimat.
Bahasa merupakan fenomena immateri (non-fisik) seperti halnya konvensi dan tradisi. Ada perbedaan yang mendasar antara kajian fenomena materi (fisik) pada suatu masyarakat dan kajian fenomena immateri (non-fisik) pada masyarakat yang sama. Fenomena fisik dapat dipahami, seperti bentuk tempat tinggal, pakaian, dan peralatan kerja, dengan mendeskripsikan segala objek ini secara langsung. Akan tetapi pembelajar fenomena nonfisik menghadapi sejumlah unsur yang terlihat. Parsial-parsialnya telah berinterferensi penuh. Ini urusan linguis dalam mengkaji bahasa dan sosiolog dalam mengkaji tradisi – misalnya. Keduanya dituntut mengamati ribuan parsial yang membentuk sistem bahasa atau sistem konvensi. Ia dituntut untuk menjelaskan parsial-parsial ini, mengklasifikasikannya secara jelas, dan mengkristalisasikan hubungan-hubungan yang ada di antara parsial-parsial yang terpadu ini. Maka linguis mengamati, mencatat/merekam, mengklasifikasikan, dan mengkristalisasi untuk mengungkap struktur bahasa yang ia kaji.
Lambang Bahasa dan Makna
Lambang-lambang bahasa memperoleh kemampuannya dalam inspirasi melalui pemakaian. Kata merupakan unsur bahasa yang mengandung makna. Tidak ada makna yang spesifik bagi bunyi atau bunyi lainnya. Ketika orang mendengar bahasa asing yang tidak ia ketahui, maka ia dapat pertama-tama – membedakan berbagai kata yang ia dengar. Maka sampai anak itu memperoleh dasar bunyi bahasa ibu. Fase ini berkaitan dengan situasi pemakaian setiap kata dan setiap ungkapan yang didengarnya. Karena itu, ia tidak mendengar bunyi-bunyi yang membentuk kata-kata dan ungkapan-ungkapan hanya dari konteksnya, melainkan ia mendengar ungkapanungkapan tertentu pada situasi tertentu. Dengan demikian setiap kata dan setiap ungkapan dalam akal pemeroleh bahasa atau pemakainya berkaitan dengan situasi khusus dan kondisi tertentu.
Makna tidak lain kecuali merupakan situasi tempat digunakannya lambang bahasa. Oleh karena itu, sarana ilmiah untuk mengetahui makna kata atau ungkapan dapat dirangkum dalam mengkaji kondisi dan situasi tempat diguna-kannya kata itu, lalu diperoleh maknanya dan kemampuannya secara inspiratif. Tidak ada hubungan yang alamiah antara lambang bahasa dan maknanya dalam realita lahir. Satu-satunya hubungan yang ada antara lambang bunyi dan maknanya adalah hubungan lambang. Maka kata dilambangkan dengan sesuatu yang konkrit atau abstrak. Oleh karena itu, tidak ada hubungan yang alamiah yang dalam menghubungkan bunyi-bunyi pembentuk kata bahasa atau kata “Tisch” dalam bahasa Jerman dan antara dalam bahasaArab adalah sebagai realita kongkrit dan kata muannats, tidak karena ada ta’nits dalam khasyab (kayu) mindhadah (meja), tetapi karena itu diakhiri dengan. Dalam bahasa Arab merupakan tandata’nits. Makata’nitsdi sini bukanlah untuk mindhadah sebagai realita kongkrit, dalam bahasa Arab. Kata ini melainkan untuk kata ia mendengar rangkaian bunyi yang berturut-turut. Ini urusan anak sebelum memperoleh bahasa. Ia mendengar bahasa hanya sebagai bel bunyi yang takdistingtif rambu-rambunya. Kemudian anak mulai membedakan lambang-lambang bunyi yang ia dengar sedikit-demi sedikit. Anak belum matang dalam menirukannya kontras dengan kata der Tisch dalam bahasa Jerman. Kata ini dalam bahasa Jerman diklasifikasikan ke dalam mudzakkar. Oleh karena itu, klasifikasi dalam satu bahasa merupakan sistem bahasa yang berdiri sendiri dari makna-makna objek ini dalam realita lahir. Segala apa yang menghubungkan kata dengan maknanya adalah hubungan lambang. Ini berlaku bagi semua fenomena dan kata dalam bahasa manusia. Maka bahasa memiliki “sistem dalam”. Sistem ini bukan merupakan cerminan langsung bagi realita lahir, melainkan ia merupakan pandangannya dengan suatu cara. Tanda lambang itu berlaku bagi semua kata dalam semua bahasa. Maka tidak ada hubungan yang alamiah antara beberapa bunyi dan maknanya dalam realita lahir.
Sebagian orang mengira dalam sejumlah kata, seperti:
Sebagai peniruan alam. Ibnu Jinni menamakan, kata-kata ini “isim ashwat yang didengar, sedangkan dalam bahasa Inggris kata-kata ini dinamakan “Onomatopoetic Words”. Akan tetapi kata-kata ini tidak berbeda sedikitpun dengan kata-kata lainnya dalam bahasa itu dari segi maknanya karena kata-kata itu tidak memperoleh nilainya dari segi lambang kecuali dalam lingkungan bahasa tertentu. Maka makna kata-kata ini tidaklah bersifat alamiah dan sama dalam semua bahasa, melainkan masing-masing mempunyai nuansa tertentu pada masyarakat mempunyai dalam lingkungan, Kata tertentu. ( makna bahasa Arab dan bernuansa dengan bunyi air yang memancar dan berlimpah. Akan tetapi ini tidaklah mempunyai makna atau kemampuan inspiratif di luar lingkungan bahasa Arab. Barangkali sebagian orang menyangka adanya hubungan alamiah antara dalamdialek ) makna mengiyakan dan menyetujui dan kata Arab di Kairo. Seandainya kata itu diucapkan hanya kepada orang Amerika, tentu ia akan memahami nama wilayah Amerika dari kata itu dan seandainya kata tersebut diucapkan di hadapan orang Jerman, tentu ia tidak akan memahami apa-apa sama sekali dari kata itu. Semua ini menunjukkan hubungan makna kata ini dan kata-kata lainnya dengan pemakaian bahasa di lingkungan bahasa tertentu. Tidak ada hubungan alamiah antara bunyi bahasa atau kata dan maknanya. Maka makna adalah hasil pemakaian kata di lingkungan satu bahasa.
Ada konsepsi yang dominan di beberapa lingkungan yang
beperadaban dan di semua lingkungan yang kurang beperadaban
terhadap beberapa kata. Menurut mereka mengucapkan kata
berarti menghadirkan sesuatu; seolah-olah kata dan sesuatu yang
ditunjukkannya merupakan satu unit yang bersifat alamiah.
Konsep ini membawa ke penghindaran diri dari penyebutan namanama
penyakit dan nama-nama binatang buas sehingga tidak
mendapat tempat diucapkannya nama-namanya. Oleh karena itu,
penamaan binatang buas dalam kelompok satu bahasa menjadi
bervariasi. Masyarakat bahasa di Utara Eropa meng-hindari
secara terus terang. Mereka ). .(penyebutan nama
melambangkannya dengan penamaan lain yang bersifat figuratif
Jugaorang-orangArab itutidakhadir. ). .((majazi)sehingga
berusaha menjauhi kehadiran ( )dengan menamakannya
..
dengan banyak penamaan lain yang bersifat figuratif sehingga kata
Meskipunadanyabanyakcontoh tidakmendapattempat. ).. (
untuk yang demikian itu di berbagai lingkungan perkotaan, namun
realita bahasa menetapkan bahwasanya tidak ada hubungan antara
lambang bahasa dan penunjuknya di dunia realita kecuali
hubungan lambang. Dalam hal itu semua lambang adalah sama.
2. Fungsi Bahasa
Lambang bahasa berkaitan dengan lingkungan tertentu
yang dinamakan masyarakat bahasa. Ketika orang mendengar
bahasa asing yang tidak dikenalnya, ia mendengarnya sebagai
bunyi-bunyi yang tidak distingtif. Baginya bunyi-bunyi itu tidak
memiliki klasifikasi yang jelas dan tidak memiliki makna
simbolik. Sesungguhnya ia mendengar untaian bunyi yang tidak
mempunyai satuan-satuan yang distingtif. Akan tetapi penutur asli
atau orang yang mengenalnya tidak hanya mendengar untaian
bunyi, melainkan ia membedakan komponen-kompo-nennya dan
memahami kandungan maknanya.
Linguistik
Arab
8
Bunyi-bunyi bahasa lisan dapat dikaji dari segi
karakteristik fisika. Materi bunyi merupakan salah satu pokok
bahasan analisis dalam fisika. Analisis fisika dapat mengungkap
banyak aspek dari karakteristik alamiahnya, yang memanfaatkan
juga segi aplikasi dalam merancang peralatan telepon, telegram,
dan pesawat penerima radio, dan merancang bangunan tempat
terjadinya bunyi secara berulang-ulang, dan lain-lain. Akan tetapi
kajian bahasa tidak mengkaji karakteristik fisika sebagai tujuan itu
sendiri, melainkan mengkaji materi bunyi sebagai sarana untuk
menyampaikan informasi. Oleh karena itu, ia tidak melihatnya
hanya untuk pengumpulan bunyi sebagaimana tampak bagi orang
asing dan direkam oleh peralatan bisu, melainkan ia melihat di
dalamnya sistem yang spesifik dari lambang-lambang yang
distingtif, yang mengandung suatu makna.
Karakteristik fisika bunyi itu berbeda karena perbedaan
individu dan situasi ujaran di dalam masyarakat satu bahasa.
Setiap tindak tutur ada karakteristiknya. Karakteristik ucapan dan
fisika satu ungkapan itu berbeda karena perbedaan individu.
Terkadang seseorang mengucapkan ungkapan yang sama dengan
ucapan yang berbeda karena perbedaan keadaan jiwanya.
Pengucapannya berubah karena bertambahnya usia. Meskipun
demikian, masyarakat bahasa adalah masyarakat yang di dalamnya
terdapat kesamaan sejumlah ungkapan yang dipakai
berkomunikasi oleh para penuturnya dengan cara yang
memungkinkan mereka memahami secara bersama-sama (mutual
intelligibility). Sejumlah ungkapan yang dipakai pada masyarakat
bahasa itu lahir dari satu konstruksi bahasa yang menghubungkan
semua anggota masyarakat. Masyarakat bahasa dapat ditentukan
dengan mempertimbangkan kesamaan sejumlah ungkapan yang
dipakai untuk berkomunikasi oleh para penuturnya. Maka
komunikasi mereka dengan bahasa itulah yang menjadikan sebuah
masyarakat bahasa di kalangan mereka.
Linguistik
Arab
9
Bahasa Fusha dan Lahjat (Dialek-dialek)
Di banyak masyarakat bahasa di dunia terdapat lebih dari
satu ragam bahasa. Seseorang berserikat pada setiap ragam bahasa
sesuai dengan situasi ujaran dalam kehidupannya. Situasi ujaran
dalam bidang kehidupan sehari-hari berbeda dengan situasi ujaran
dalam bidang budaya atau bidang politik. Per-bedaan ini terkadang
ada dalam kerangka satu bahasa seba-gaimana halnya kaum
terpelajar dari kalangan para penutur asli bahasa Jerman atau
bahasa Perancis atau bahasa Inggris dalam berkomunikasi dengan
bahasa mereka. Terkadang perbedaannya lebih dari itu – dalam
kerangka satu bahasa – ketika dialek dan bahasa fusha dipakai
secara berdampingan. Ada berbagai ragam kedwibahasaan.
Pemakaian bahasa membatasi fungsi yang dilakukan oleh setiap
ragam bahasa. Tidak ada ciri-ciri dalam konstruksi bahasa dari
segi fonologi, morfologi, sintaksis, atau semantik yang
mengharuskan adanya salah satu ragam sebagai bahasa fusha dan
yang lainnya sebagai bahasa amiyah. Keduanya sesuai dengan
definisi bahasa sebagai sistem lambang bunyi. Akan tetapi para
penutur masyarakat bahasa itu menyikapi bahasa fusha dengan
sikap yang berbeda dengan sikap mereka terhadap bahasa amiyah.
Kemudian bahasa fusha dihormati secara sosial dan kaidahkaidahnya
dihormati oleh kaum terpelajar. Juga model-model
sastra dan buku-buku kebudayaan serta buku-buku ilmiah
mendukung kedudukan bahasa fusha. Dalam banyak hal, ini
membuat bahasa fusha dipakai secara resmi atau hampir resmi
oleh semua penuturnya. Jika mereka saling berpisah secara
geografis dan sosial, maka perbedaan daerah dalam pemakaian
bahasa fusha masih dalam konvensi struktural dan leksikal bagi
bahasa itu. Akan tetapi bahasa amiyah menurut para pemakainya
dianggap tidak standar dari segi sintaksis meskipun setiap dialek
Linguistik
Arab
10
ada kaidahnya yang bertalian dengannya. Para penutur masyarakat
bahasa tidak menyikapi bahasa amiyah dengan sikap
menghormati. Oleh karena itu, bahasa amiyah tidak dipakai dalam
tulisan resmi dan tidak pula dalam bidang budaya dan bidang
keilmuan dengan membiarkan hal yang demikian untuk bahasa
fusha.
Bentuk Variasi Bahasa
Ada masyarakat yang memakai lebih dari satu bahasa;
masing-masing berkaitan dengan bidang-bidang tertentu. Dalam
banyak hal ada istilah-istilah untuk mendeskripsikan berbagai
tataran pemakaian bahasa. Bahasa resmi (Official Language)
adalah bahasa yang dipakai dalam bidang-bidang resmi di kene
garaan.
Biasanya undang-undang menentukan bahasa resmi di
setiap negara. Bahasa resmi itu bisa bahasa nasional sebagaimana
halnya di banyak negara di dunia. Bisa juga bahasa resmi itu
adalah kepanjangan bahasa resmi pada masa kolonialisme.
Keadaan ini banyak di banyak negara baru di Afrika dan Asia.
Bahasa resmi di Murtania adalah bahasa Perancis, padahal bahasa
Perancis itu bukanlah bahasa penduduk Murtania karena mereka
adalah bangsa Arab dan Barbar. Di sejumlah negara Afrika bahasa
Inggris masih menjadi bahasa resmi. Dan ada negara-negara yang
mengakui keanekaragaman bahasa resmi karena kondisi historis.
Bahasa Perancis dan bahasa Valmanakia merupakan bahasa resmi
di Belgia; bahasa Inggris dan bahasa Afrika merupakan bahasa
resmi di Kanada; dan bahasa Jerman, Perancis, dan bahasa Italia
merupakan bahasa resmi di Saussure.
Bahasa yang dipakai di bidang pendidikan dan kebudayaan
serta teknik disebut bahasa pendidikan/pengantar
(Educational Language) atau bahasa budaya (Cultural Language)
atau bahasa teknik (Technical Language). Bahasa resmi ini sering
merupakan bahasa komunikasi di bidang-bidang ini. Akan tetapi
Linguistik
Arab
11
sejumlah besar masyarakat bahasa di dunia modern berkomunikasi
di bidang-bidang teknik dengan bahasa resmi yang telah
ditetapkan oleh undang-undang. Pengajaran ilmu penge-tahuan,
arsitektur, dan kedokteran di banyak negara Arab ber-langsung
dengan bahasa Inggris atau bahasa Perancis padahal undangundang
negara-negara ini menetapkan bahwa bahasa resmi adalah
bahasa Arab.
Dan ada banyak bahasa yang dipakai dalam bidang-bidang
khusus tanpa bahasa nasional atau bahasa resmi atau bahasa
pendidikan (pengantar). Bahasa agama (Religious Language) atau
bahasa syiar keagamaan (Liturgical Language) adalah bahasa Arab
di segala penjuru dunia Islam. Bahasa Latin adalah bahasa upacara
keagamaan menurut orang Katolik. Bahasa Ibrani adalah bahasa
agama di kalangan orang-orang Yahudi. Terbatasnya pemakaian
salah satu bahasa pada bidang agama membawa ke perhatian para
pemuka agama – pada pertama kalinya – terhadap bahasa ini agar
mereka membaca kitab-kitab yang disusun dengan bahasa itu dan
dengannya mereka dapat menyusun buku-buku keagamaan yang
mereka inginkan.
Di samping itu, ada bahasa-bahasa yang masing-masing
disebut bahasa kelompok (Group Language). Pemakaiannya
terbatas pada kelompok peradaban atau etnis di dalam negara itu.
Bahasa Mahria di daerah Yaman Selatan dan di kalangan kaum
imigran dan antara mereka ke Kuwait adalah bahasa etnis (Ethnic
Language). Demikian pula halnya dengan bahasa Nobia di Mesir,
bahasa Kurdi di Irak, dan bahasa Barbar di Maroko. Dalam
banyak hal, pengetahuan tentang bahasa masyarakat kota atau
bahasa etnis dinggap sebagai kriteria untuk menjelaskan nisbat
seseorang kepada etnis ini.
Hubungan bahasa dengan kelompok manusia tertentu
membawa ke tidak dipakainya bahasa oleh penutur asing untuk
tujuan-tujuan umum. Khususnya, apabila masyarakat para penutur
Linguistik
Arab
12
bahasa ini terpisah dari para penduduk negeri oleh batas-batas
geografi, peradaban, agama, atau strata. Dalam banyak hal para
penutur bahasa ini berkomunikasi dengan orang lain dengan
bahasa lain yang menjadi bahasa kedua.
Bahasa Pergaulan dan Bahasa Internasional
Apabila kerjasama antar manusia merupakan kebutuhan
sosial dan peradaban, maka pergaulan antar anggota yang
bernisbat kepada berbagai masyarakat bahasa dalam banyak hal
membentuk kesulitan besar. Bahasa-bahasa yang dipakai
berkomunikasi oleh masyarakat yang berbeda dengan bahasa ibu
dinamakan bahasa pergaulan (Lingua Franca). Ada banyak bahasa
pergaulan (lingua franca) di dunia modern. Di antara contohcontoh
lingua franca adalah pemakaian bahasa Arab antarkabilah
non-Arab di Sudan dan Ariteria dan pemakaian bahasa Inggris di
kalangan penutur berbagai bahasa di India. Kebanyakan lingua
franca adalah bahasa-bahasa alamiah (Natural Language), yaitu
bahasa-bahasa yang berkembang dan tumbuh secara alamiah.
Akan tetapi sebagian orang berusaha membuat bahasa-bahasa lain
yang dimaksudkan untuk penye-derhanaan. Bahasa itu dinamakan
bahasa buatan (Artificial languages) atau bahasa bantu (auxiliary),
seperti bahasa Esparanto.
Akan tetapi bahasa buatan ini tidak mudah bagi semua
penutur bahasa dengan derajat yang sama. Misalnya, bahasa
Esparanto, kebanyakan unsurnya serupa dengan bahasa Italia dan
bahasa Spayol. Dan unsur lainnya adalah Vorbia. Oleh karena itu,
pada umumnya orang-orang Eropa lebih mudah memperoleh
bahasa Esparanto daripada orang-orang Non-Eropa.
Sesungguhnya dunia modern memiliki lebih dari 3000
bahasa. Akan tetapi kebanyakan bahasa ini, pemakaiannya terbatas
Linguistik
Arab
13
pada sejumlah manusia terbatas. Ada sebelas bahasa dari bahasa
ini yang dipakai bertutur oleh lebih dari 50 juta, yaitu bahasa Cina,
bahasa Inggris, bahasa India, bahasa Urdu, bahasa Spayol, bahasa
Rusia, bahasa Arab, bahasa Portugal, bahasa Jepang, bahasa
Mongolia, bahasa Jerman, dan bahasa Perancis. Tetapi tidak
semua bahasa ini dapat disebut bahasa Internasional (International
Language). Bahasa Internasional, kedudukannya tidak ditentukan
oleh persebarannya dan jumlah penuturnya saja, melainkan juga
kedudukannya ditentukan oleh kepentingan budaya dan para
penutur asing mempelajari dan berkomunikasi dengannya. Maka
bahasa tidak hidup kecuali di masyarakat bahasa dan tidak
meningkatkan kecuali manusia.
Tataran Pemakaian Bahasa
Sistem lambang bunyi tidak menjadi bahasa kecuali
apabila dipakai untuk berkomunikasi di lingkungan manusia. Oleh
karena itu, kajian bahasa mengkaji konstruksi bahasa dan
menguhubungkannya dengan hubungan-hubungan sosial, ekonomi,
dan politik yang dominan di lingkungan bahasa ini. Tabiat
dan fungsi bahasa merupakan dua hal yang saling berkaitan.
Seandainya sekarang kita mencoba menulis kehidupan bahasa di
dunia Arab modern, maka kita dapati sejumlah tataran pemakaian
bahasa. Bahasa fusha dipakai dalam karya sastra dan budaya dan
dalam banyak program siaran, dan sering dipakai dalam ceramah
umum. Akan tetapi bahasa fusha hampir tidak dipakai dalam
percakapan di kalangan orang terpelajar. Adapun dialek dipakai
dalam percakapan sehari-hari dalam urusan kehidupan.
Tidak benar jika kita mengatakan ada dua ragam, yaitu
ragam fusha dan ragam amiyah karena di antara ragam ini dan
ragam itu ada beberapa ragam bahasa. Marilah kita perhatikan
percakapan kaum terpelajar Arab di mana banyak unsur dari
bahasa fusha itu dipakai di samping unsur-unsur lain dari dialek.
Linguistik
Arab
14
Kita dapati istilah-istilah ilmiah berbahasa fusha, sedangkan
bentuk-bentuk fi’ilnya dan bentuk-bentuk dhamirnya berbahasa
amiyah. Dalam bahasa amiyah kaum terpelajar ini ada unsur-unsur
yang melekat dari bahasa fusha dan unsur-unsur lainnya dari
bahasa amiyah.
Kita tidak boleh menggeneralisasikan pembagian ini
karena setiap masyarakat mengenal hubungan bahasanya yang
khas. Di masyarakat Eropa terpelajar, percakapan berlangsung
dengan bahasa fusha; setiap orang terpelajar dalam percakapannya
berusaha menjauhkan diri sedapat mungkin dari warna
lokal atau dialek. Di pertengahan Eropa pemuda terpelajar
berusaha memakai bahasa fusha sedapat mungkin sehingga
banyak kaum terpelajar di perkotaan tidak lagi memakai dialek
sama sekali. Pemakaian dialek terbatas pada komunikasi lokal di
kalangan penduduk sebuah desa atau desa-desa yang saling
berdekatan, yaitu pemakaian semakin berkurang karena perkembangan
zaman.
Skop pemakaian bahasa fusha di lingkungan Eropa
terpelajar dan lingkungan perkotaan pada umumnya lebih banyak
dari skop pemakaian bahasa fusha di dunia Arab. Fakta ini tampak
dari perbandingan pemakaian bahasa di sekolah-sekolah dan
lembaga-lembaga ilmiah di sini dan di sana. Juga, fakta ini tampak
jelas dengan perbandingan pemakaian bahasa di kalangan kaum
terpelajar Eropa dan kaum terpelajar Arab.
Di beberapa masyarakat terdapat hubungan bahasa tertentu
dengan masyarakat tertentu. Di lembah Siwah yang terletak di
gurun Sahara Mesir Barat, orang-orang bertutur dalam bahasa
Arab di samping memakai bahasa Siwah, yaitu bahasa bebas yang
berbeda dengan bahasa Arab. Adapaun wanita tidak berbicara
kecuali dengan bahasa Siwah dan tidak mampu berkomunikasi
dengan bahasa Arab. Demikian pula bahasa yang kita dapati di
daerah-daerah Nobia di Mesir atau bahasa Barbar di Maroko dan
Linguistik
Arab
15
bahasa Mahria di sebelah Timur Yaman Selatan. Kaitan bahasa itu
sendiri dengan pria, tidak dengan wanita merujuk ke tabiat
hubungan sosial. Masyarakat wanita di lingkungan ini terisolir
betul dari pergaulan luar. Oleh karena itu, masyarakat wanita tidak
dimasuki oleh bahasa Arab, yaitu bahasa komunikasi luar, dan
bahasa pendidikan dan kebudayaan. Di masyarakat ini
kedwibahasaan menjadi dominan. Yang dimaksud dengan ini
adalah pemakaian dua bahasa di satu lingkungan. Kita dapati
kedwibahasaan di kepulauan bahasa selain bahasa Arab, misalnya
di Utara Irak. Ada beberapa pulau bahasa Aramea di sejumlah
desa pegunungan. Bahasa Arab dipakai di kepulauan bahasa
dengan derajat hubungan para penutur daerah ini dengan
masyarakat bahasa Arab dan dengan derajat persebaran pendidikan
di kalangan mereka. Dalam keadaan seperti ini, linguis
harus membatasi skop pemakaian kedua bahasa itu. Maka salah
satunya dipakai di dalam kehidupan rumah tangga dan yang
lainnya sebagai sarana komunikasi budaya. Jarang kita dapati
kedua bahasa itu dipakai di satu lingkungan bahasa dalam semua
bidang, melainkan ada semacam pembagian skop pemakaian.
Pengamatan ini terhadap kepulauan bahasa di Eropa dan dalam
waktu yang sama berlaku di daerah-daerah yang berkomunikasi
dengan dua bahasa. Di negara Luxemberg kedwibahasaan menjadi
dominan. Bahasa Luxemberg, yaitu dialek Jerman dipakai dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun kebudayaan dan pendidikan serta
interaksi dengan daerah-daerah resmi berlangsung dalam bahasa
Perancis. Setiap bahasa mempunyai fungsi yang spesifik.
Tataran Pemakaian Bahasa dan Kaidah Fonologi
Dalam mengkaji kehidupan bahasa, kita harus membatasi
tataran pemakaian bahasa dan tidak ada pembagian tataran ini
sebelumnya. Akan tetapi pembatasan tataran bahasa ini dan
identifikasi serta skop pemakaian setiap tataran merupakan syarat
Linguistik
Arab
16
pokok untuk mengkaji hubungan timbal balik antar berbagai dalam bahasa fusha, kita jumpai kata-kata yang diucapkan dengan
tataran
bahasa. Dari hasil kajian para linguis Eropa pada
. Dalam hal ini tidak ada sesuatu yang membatalkan bahwa
). 8 9(
pertengahan kedua abad 19 terbukti bahwa kaidah fonologi kaidah fonologi itu berlaku umum. Maka kaidah fonologi yang
berlaku umum dan tidak mengenal syudzudz (anomali). Ini berarti
bahwa perubahan bunyi terjadi pada semua lafal dalam tataran
). 8 9(
dalamdialek-dialekinibertaliandengantatarankata-kata ). .(
bertalian dengan transformasi
dalam bahasa fusha menjadi
). / .(
bahasa fusha itu samar dari dialek Kairo dan ditempati oleh
bahasa. Misalnya, apabila kita perhatikan bahwa
dalam
dasar. Tidak ada hubungan dengan kata-kata yang berasal dari
). 8 9(
dalamsemuakatadasardalamdialekitu. ). .(berubahmenjadi
bahasa fusha ke dialek-dialek ini.
dalam bahasa fusha telah
hamzah. Ini merupakan kaidah fonologi yang berlaku umum dan
tidak mengenal pengecualian. Akan tetapi meskipun begitu, kita
dapati beberapa kata yang dipakai sekarang oleh para penutur
Akan (yangberartibanyak). ..¬ – ..: kata-kata:Misalnya,
tetapi kata-kata yang berasal dari bahasa fusha dalam pase sejarah
). / .(
. Di sini jelaslah bagi kita penyebab tentang adanya dua
). / .
.(
dialek Kairo dan memperhatikan
seperti kata
dan
dalambahasafusha.Inikitadapatipada ).(modernmelestarikan
). /
..(
kata yang memperhatikan
kata-kata, seperti: ( )dan ( ). Adanya kata-kata dari dua
: ( 5:) 5
tataran di satu lingkungan bahasa membawa ke contoh-contoh
). / .(
tidakdipakaikecuali ). /
..(kedua tataran bahasa. Maka kata
berdasarkan per-bedaan antara
supaya kata itu terbagi atas dua kata dengan dua makna. Kata
pada tataran budaya sehingga kata itu masih diucapkan dengan
,). 48 .(atau ). ¬ .(dalam dialek Kuwait berarti )¬ ( 5(
.). / .
( Oleh karena itu, tidak diterapkan kaidah transformasi
). / .(
dipakaidalammaknanyadalambahasafusha. ): ( 5(sedangkan
Tidak syak lagi bahwa pemakaian kata pertama itu berkurang,
Pemakaidialekpernah menggantikata .).)2.(menjadi
)( 43(). /
..(
dipinjam dari tataran budaya ke dalam bahasa amiyah, ia tetap
). /
..(Ketikakata .).6 5(
dengan kata
atau
sedangkan kata yang kedua itu berlebih karena transformasi
budaya di daerah itu. Akan tetapi sekarang adanya salah satu kata
memperhatikan bentuknya yang lama dan tidak terpengaruh oleh
menjadi )7 .(kaidah fonologi yang telah mengubah setiap
). 8 9(
nisbat kepada dua ragam bahasa. Demikianlah kaidah fonologi itu
). .(
dengan
dan kata yang kedua dengan
menjelaskan
.Jadi,kataitudipinjamdaribahasafushaataudariragam ).)2.(
berlaku umum. Perbedaan tentang hal itu dapat ditafsirkan dengan
bahasa fusha dalam pemakaian bahasa. Adapun kata ( ),
. / .
.
pemakaiannya tidak berlaku dalam bahasa amiyah karena kata
bahasa. menduduki dalam pemakaian )(
( tempatnya Oleh
pada bahasa masih . / .
.karena itu, kata
ragam fusha
mementingkan bentuk bunyinya dalam bahasa fusha.
Masalah perbedaan antar berbagai ragam bahasa berlaku di
semua lingkungan bahasa. Di Kuwait dan daerah-daerah Teluk
kriteria lain, antara lain menentukan tataran pemakaian bahasa. Ini
berarti bahwa konstruksi bahasa tidak dapat dikaji atau ditafsirkan
secara historis kecuali berdasarkan pemakaiannya di masyarakat.
Bahasa dan Ujaran
Bahasa adalah fenomena sosial, tetapi pemakainya yang
hakiki hanya berlangsung antara individu dan orang lain.
Linguistik telah mengkaji penjelasan hubungan antara bahasa
9(sepadandenganbunyi ). .(Arabyangmemakaibunyi
). 8
sebagai fenomena sosial dan pemakaian bahasa ini oleh individu.
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
17 18
Pada abad 20 para linguis membedakan ihwal bahasa dari satu sisi
dan ujaran dari sisi lain. Perbedaan di antara keduanya adalah
sebagai berikut. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
disepakati di satu lingkungan bahasa. Bahasa merupakan hasil
pemakaian lambang-lambang bunyi ini secara berulang-ulang,
yang mengandung berbagai makna. Adapun ujaran adalah cara
pemakaian bahasa secara individual. Pemakaian kata bahasa dan
ujaran itu berbeda dalam buku-buku kebahasaan dengan
pemakaian kedua kata itu secara umum. Dalam pembicaraan
sehari-hari kita sering memakai kata “bahasa” untuk menyatakan
“ujaran”. Kita mengatakan: Bahasanya baik atau bahasanya jelek.
Yang dimaksud dengan ini adalah pemakaian bahasa secara
individual. Akan tetapi makna istilah bagi kata “bahasa”
membuatnya merupakan seperangkat kemungkinan ekspresi yang
ada di satu lingkungan bahasa. Adapun ujaran adalah cara
pemilihan unsur-unsur tertentu oleh individu dari banyak
kemungkinan ekspresi ini. Secara khusus, masalah ini jelas dalam
struktur dan kosakata. Maka tidak ada seseorang yang memakai
semua struktur yang memungkinkan dalam bahasanya dan tidak
ada seseorang yang memakai semua kosakata dalam bahasanya
Linguistik mengkaji perubahan bahasa pada tataran sosial.
Perubahan bahasa ini selalu merujuk ke pembaharuan individual
yang diterima oleh masyarakat. Adapun pembaharuan yang
ditolak oleh masyarakat, maka ia masih berada di luar bidang
linguistik karena linguistik mengkaji bahasa sebagai fenomena
sosial. Tidak setiap perubahan bahasa pada seseorang atau
kelompok anggota masyarakat diterima secara sosial. Di samping
perubahan-perubahan yang dimulai pada tataran individu.
Kemudian menjadi semua perubahan pada tataran lingkungan
bahasa, ada pembaharuan-pembaharuan individual yang masih
berkaitan dengan kelompok anggota masyarakat dan tidak
diterima secara sosial. Misalnya, kita mengamati bahwa pelafalan
dalam bahasa Perancis di mulai sejak ).
..(
Paris demikian
beberapa abad pada salah seorang orang miskin di negara itu.
Kemudian pelafalan itu diikuti oleh orang-orang miskin dan
diikuti oleh sejumlah penduduk lapisan mewah. Dan pelafalan
inilah yang menjadi konvensi bahasa yang dominan. Sebaliknya
dari ini, kita dapati bahwa kecenderungan pelafalan bunyi-bunyi
ithbaq dalam bahasa Arab tanpa ithbaq itu tidak berhasil. Maka
sejak beberapa tahun sebagian mahasiswi di Universitas Mesir
meskipun ia diberi kefasihan dan bahasa serta kompetensi
). < .(mulai melafalkan ). / .( hampirdiucapkan ). < .(kualitasithbaqyangsemestinya.Bunyi ). .(dan ,). & .( tanpa , , berbahasa. Setiap orang memakai sebagian dari kemungkinan ekspresi yang kondusif di lingkungan bahasa. Dengan bagian ini, pertama ia mengungkapkan kebutuhannya sehari-hari kemudian ). / .( Akan tetapi kecenderungan ini beberapa tahun terbatas pada ). .( ). ..(diucapkan ). & .(;dan ). .( diucapkan ; . profesi, bidang-bidang perhatian, pikiran, dan budayanya. Perbedaan bahasa dan ujaran itu penting dalam mengkaji kelompok anggota masyarakat dan tidak diterima secara sosial. Itu tidak membawa ke perubahan dalam pelafalan bunyi-bunyi bahasa masalah perubahan bahasa. Perubahan bahasa mirip dengan Arab. perubahan dalam kebiasaan dan tradisi serta mode. Ini berarti bahwa perubahan bahasa dimulai pada seseorang, yaitu pada 3. Faktor-faktor Umum yang Mempengaruhi Kehidupan tataran ujaran. Apabila pembaharuan ini diterima oleh masyarakat, Bahasa maka melalui lajunya waktu ia menjadi konvensi bahasa yang Persebaran bentuk dan struktur bahasa dipengaruhi oleh dominan. banyak faktor. Faktor yang terpenting di dunia modern adalah Linguistik Arab Linguistik Arab 19 20 faktor kebudayaan. Apabila dalam posisi pertama kedudukan suatu bahasa besar modern dapat dibatasi oleh pusaka kebudayaan yang dikandungnya dan hasil kemajuan peradaban modern. Maka para ilmuwan dan kaum terdidik serta sarana informasi mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan bahasa. Dalam bidang fonologi, siaran radio dianggap termasuk faktor yang menentukan. Pelafalan yang disukai oleh para penyiar siaran radio mempengaruhi ribuan para pendengar. Oleh karena itu, banyak negara di dunia modern mengkaji cara pelafalan dan pelatihan fonetik para penyiar secara cermat. Para dosen di universitas mempengaruhi kehidupan bahasa dari segi peristilahan karena secara umum mereka memasukkan istilah-istilah ilmiah baru untuk mengungkapkan makna-makna baru atau ilmu-ilmu baru. Istilah-istilah ini dipakai oleh para mahasiswa dan para pembaca, kemudian di daerah-daerah yang lebih luas sampai menetap dalam konvensi bahasa. Dengan demikian, istilah-istilah itu menjadi bagian persebaran bahasa umum. Karena itu, apabila para pembuat peristilahan itu dan istilah-istilah mereka terhadap objek yang sama itu beraneka ragam. Maka terjadilah keragu-raguan dalam pemakaian peristilahan tersebut. Barangkali komunikasi menjadi sulit dipahami. Para penulis terkemuka dan para sastrawan mempengaruhi kehidupan bahasa, khususnya dari segi struktur. Akan tetapi pelafalan baru atau istilah baru atau struktur stylistik baru masih merupakan fenomena individual sampai hal itu diterima secara sosial dan menjadi bagian dari konvensi bahasa. Banyak hal yang baru dalam siaran dan sarana informasi dan di universitas serta di kalangan para sastrawan diterima secara soaial. Oleh karena itu, daerah-daerah elit ini dari segi bahasa dianggap sebagai faktor terpenting dalam kehidupan bahasa modern. Bahasa-bahasa itu dipengaruhi oleh jangkauan sejarah dan masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain faktor budaya tadi. Faktor agama dapat melestarikan bahasa Ibrani hingga Linguistik Arab 21 terbaca lebih dari 20 abad. Orang-orang Yahudi mempelajari kadar bahasa Ibrani karena ia merupakan bahasa perjanjian lama, yaitu kitab suci orang-orang Yahudi. Pertemuan orang-orang Arab sekitar bahasa fusha dan tidak berhasilnya ajakan kepada penulisan dengan bahasa amiyah itu merujuk ke faktor-faktor antara lain pertemuan sekitar bahasa Al-Qur`anul Karim. Faktor agama telah membuka jalan bagi masuknya sejumlah besar kosakata Arab yang berkaitan dengan agama dan peradaban ke dalam bahasa-bahasa dunia Islam di Afrika, Asia, dan Selatan Eropa. Dalam bahasa Swahili, bahasa Turki, bahasa Filipina, dan juga bahasa Serbia-Korwasia kita jumpai umat Islam memakai kata-kata yang bertalian dengan ibadat dan perilaku sehari-hari, yang dipinjam dari bahasa Arab. Hubungan khat (tulisan) Arab dengan agama Islam membuat para penutur bahasa Habsyi (Ethopia) di Harar, semuanya termasuk umat Islam menulis bahasa Habsyi dengan khat Arab. Dalam bahasa Harar telah masuk banyak kosakata bahasa Arab. Seolah-olah dengan hal itu mereka ingin mengokohkan hubungan mereka dengan dunia Islam dan membedakan mereka dari orang-orang Habsyi Nasrani di kalangan mereka. Faktor politik berpengaruh terhadap kehidupan bahasa. Telah lahir berbagai bahasa Rumania termasuk bahasa Perancis, bahasa Italia, dan bahasa Rumania. Pada suatu periode kesatuan politik bagi daerah-daerah ini pada akhirnya telah terkoyak-koyak. Kesadaran nasional mulai tampak. Dan pengaruh kolonialisme di India telah membawa ke persebaran bahasa Inggris sehingga menjadi bahasa yang paling banyak dipakai di India. Pembagian benua Afrika ke dalam daerah-daerah kekuasaan kolonialisme telah menentukan pusat persebaran bahasa para kolonial di sana. Di negara-negara yang meng-umumkan bahasa Perancis sebagai bahasa resmi atau bahasa komunikasi dalam majalah kebudayaan, politik, dan perdagangan dalam bahasa Perancis telah memelihara Linguistik Arab 22 bahasa yang masuk ke daerah-daerah melalui kolonialisme. Ada banyak negara Afrika yang berkomunikasi dengan bahasa Perancis dalam majalah-majalah ini; negara yang lainnya berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Dan ketika negara-negara di Afrika dibagi ke dalam negara yang berkomunikasi dengan bahasa Perancis dan negara yang berkomunikasi dengan bahasa Inggris, dalam hal ini – meskipun telah merdeka – ada pengaruh kekuasaan kolonialisme Perancis dan Inggris. Sekarang siswa-siswa di Obzabkistan (dahulunya Turkistan) mempelajari bahasa Rusia karena Obzabkistan adalah republik negara bagian Uni Soviet. Demikianlah politik mempengaruhi kehidupan bahasa. Akan tetapi itu merupakan pengaruh yang berbeda sesuai dengan tabiat hubungan yang dominan di lingkungan bahasa. Adapun faktor sosial termasuk faktor terpenting dalam kehidupan bahasa. Perpindahan kelompok manusia tertentu dari satu tempat ke tempat lain dan pergaulan kelompok yang bergabung dengan penduduk asli menjamin penciptaan hubungan bahasa baru. Sebagaimana kita ketahui bahwa imigrasi kabilahkabilah Arab sesudah penaklukan Islam dan pada abad-abad berikutnya sesudah Syam, Irak, Mesir, dan Maroko termasuk faktor terpenting dalam persebaran bahasa Arab. Dengan demikian bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa Utara Jazirah Arab saja, melainkan juga melalui lajunya waktu telah menjadi bahasa percakapan, ilmu, dan sastra di negara Islam besar. Di samping itu, lapisan atas di suatu masyarakat mempunyai beraneka ragam lapisan; itu mempengaruhi secara tajam pemakaian bahasa di kalangan lapisan masyarakat lain. Dan peniruan lapisan atas atau golongan elit merupakan masalah yang telah dikenal di berbagai negara di dunia. Linguistik Arab 23 FASAL II LINGUISTIK MODERN Menurut definisi yang paling sederhana, linguistik adalah kajian bahasa secara ilmiah. Bahasa dikaji menurut kerangka linguistik dalam bidang-bidang berikut: a. fonetik, fonologi b. morfologi, morfem c. sintaksis d. semantik. 1. Linguistik dan Filologi Klasik Menurut konsep modern, linguistik berbeda dengan filologi. Sering terjadi pencampuran antara kedua bidang ilmu itu. Ilmu teks dalam bahasa-bahasa Eropa dinamakan filologi. Skop ilmu filologi dibatasi dalam maknanya yang akurat, yang bertujuan mewujudkan naskah-naskah dan menyiapkannya untuk penerbitan ilmiah serta mengudar lambang-lambang tulisan klasik dan segala yang berkaitan dengan penyajian teks dan prasastiprasasti klaisik dengan cara yang memungkinkan dilakukan pengkajian yang spesifik di dalamnya. Tidak syak lagi bahwa Linguistik Arab 24 mewujudkan teks-teks dan mengudar lambang-lambang serta menerbitkan prasasti-prasasti merupakan karya ilmiah yang besar, yang menjadi dasar kajian historis, bahasa dan sastra, dan lain- lain. Akan tetapi karya filologi itu keluar dari medan linguistik. Dengan makna ini, ilmu filologi dianggap sebagai dasar bagi linguistik dan ilmu-ilmu lainnya yang berdasar pada teks. Dalam fase pertumbuhannya pada abad 19, kajian linguistik modern berkaitan dengan kajian tentang teks-teks dan prasasti-prasasti klasik. Mazhab komparasi dalam linguistik bertujuan mengidentifikasi hubungan-hubungan yang mengaitkan setiap bahasa dari satu rumpun bahasa dengan tahap-tahap yang paling klasik. Bahkan mereka berusaha mengidentifikasi ciri-ciri bahasa Indo-Eropa pertama yang diasumsikan oleh para linguis bahwa berbagai bahasa Indo-Eropa berasal daripadanya. Juga, para linguis dalam bahasa-bahasa Semit berusaha menjelaskan kaitankaitan yang menghubungkan setiap bahasa Semit dengan bahasa Semit pertama yang diasumsikan oleh para ulama keberadaannya sebelum bahasa-bahasa Semit yang terkenal. Tujuan historis ini membawa ke perhatian terhadap teks-teks klasik dan ke pandangan terhadap fase-fase sejarah berikutnya sebagai refleksi bagi masa lalu dan kepanjangan baginya. Oleh karena itu, banyak ilmuwan yang sibuk mengkaji prasasti-prasasti dan teks-teks lama. Telah terungkap bahasa Akadis dan mulai dikaji pada abad 19. Pada periode yang sama telah ditemukan bahasa Arab Selatan klasik. Identifikasi kedua bahasa ini berdasar pada komparasi bentuk-bentuk yang terdapat dalam prasasti-prasastinya dengan apa yang dikenal dalam bahasa-bahasa Semit lain, khususnya bahasa Arab, bahasa Ibrani, bahasa Aramea, dan bahasa Habsyi (Ethopia). Ketika prasasti-prasasti Arab klasik Utara, yaitu yang dikenal dengan nama prasasti Tsamud, Shafat, dan Lihyan pada akhir abad yang lalu dan awal abad 20. Juga, penerbitan prasasti- Linguistik Arab 25 prasasti dan pemahaman teks-teksnya berdasar pada komparasi dengan bahasa-bahasa Semit lain. Akan tetapi variasi aspek kajian bahasa pada abad 20 mengharuskan spesialisasi bagi orang yang ingin terjun dalam kajian ilmiah. Di sini penerbitan teks-teks dan prasasti-prasasti klasik menjadi ilmu yang berdiri sendiri dari linguistik. Menurut konsep modern, linguistik berbeda dengan filologi. Pada abad 19 kedua ilmu itu tidak dibedakan secara jelas karena hubungan kajian bahasa dengan teks-teks lama. Sejak abad 19 para linguis Jerman telah membedakan kerja filologi dan linguistik. Para linguis lainnya mulai cenderung membedakan kedua bidang ilmu itu dan tidak mencampurkan kedua ilmu tersebut dalam satu nama. Menurut makna yang akurat, bidang filologi telah dibatasi pada realisasi naskah-naskah dan penyiapannya untuk penerbitan ilmiah, pengudaran lambang-lambang tulisan klasik, dan penyiapannya untuk penerbitan ilmiah juga. Setiap apa yang berkaitan dengan penyajian teks dan prasasti klasik dengan cara yang memungkinkan dilakukannya kajian-kajian yang spesialis di dalamnya dianggap bagian filologi. Tidak syak lagi bahwa realisasi teks dan prasasti dan penerbitannya merupakan hasil karya ilmiah yang besar. Itulah asas yang dijadikan sandaran kajian teks-teks ini dan prasasti-prasasti dari berbagai aspek sejarah, bahasa, atau sosial. Dengan demikian hasil karya filologi dianggap sebagai dasar bagi linguistik dan ilmu-ilmu lain yang mengkaji penafsiran teks-teks dan analisis materinya. Realisasi salah satu naskah dianggap sebagai hasil karya filologi yang bermanfaat bagi kajian bahasa, juga bermanfaat bagi kajian sastra. Akan tetapi ia tidak termasuk dalam bidang linguistik. Maka kajian bahasa terhadap naskah itu berarti mengkaji teks dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon, yaitu aspek-aspek yang diidentifikasi oleh para linguis untuk dijadikan bidang kajian linguistik. Linguistik Arab 26 2. Linguistik Komparatif Objek linguistik komparatif adalah mengkaji fenomena fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon dalam bahasa-bahasa yang brasal dari satu rumpun bahasa atau salah satu cabang dari satu rumpun bahasa. Oleh karena itu, metode linguistik komparatif didasarkan pada prinsip klasifikasi bahasa ke dalam rumpunrumpun bahasa. Sejak abad 19 para linguis membagi berbagai bahasa ke dalam kelompok-kelompok atau rumpun-rumpun bahasa. Ada rumpun bahasa Indo-Eropa yang mencakup bahasa yang paling banyak di daerah yang membentang dari India sampai Eropa. Dengan demikian ia mencakup sejumlah besar bahasa yang telah dikenal dan sedang dikenal oleh bangsa India, Iran, dan benua Eropa. Juga, pada abad 19 para linguis Eropa telah mengenal bahwa bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa Semit yang juga mencakup bahasa Ibrani, bahasa Aramea, bahasa Akadis, dan bahasa Habsyi. Para linguis dapat membagi berbagai bahasa ke dalam rumpun-rumpun bahasa dengan membandingkan bahasa-bahasa ini dan menemukan aspek-aspek kesamaan di antara bahasa-bahasa itu dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Adanya aspek-aspek kesamaan yang prinsipil di antara sejumlah bahasa, artinya bahwa bahasa-bahasa itu berasal dari pangkal yang sama, yaitu dari bahasa pertama yang melahirkan bahasa-bahasa ini lewat perjalanan sejarah. Para linguis telah menemukan fenomena-fenomena yang kolektif dalam bahasabahasa yang tersebar sepanjang abad antara Iran, India, dan Eropa. Kemudian mereka menganggap bahasa-bahasa ini sebagai satu rumpun bahasa yang bahasa-bahasanya keluar dari bahasa klasik yang diasumsikan. Para linguis menama-kannya bahasa Indo- Eropa pertama (Proto-Indoeuropean). Dan para linguis telah menemukan bahasa Arab, bahasa Ibrani, bahasa Fenesia, bahasa Linguistik Arab 27 Akadis, dan bahasa Habsyi (Ethopia) mengandung beberapa karakteristik yang prinsipil dan kolektif. Kemudian para linguis menyimpulkan bahwa bahasa itu adalah bahasa-bahasa yang membentuk satu rumpun bahasa dan berasal dari bahasa pangkal yang sama. Mereka menamakannya bahasa Semit pertama (Protosemitic) atau Ursemitisch. Memban-dingkan berbagai bahasa yang berasal dari satu rumpun bahasa merupakan objek kajian linguistik komparatif. Maka linguistik Semit komparatif membandingkan bahasa Akadis, bahasa Ugarit, bahasa Ibrani, bahasa Fenesia, bahasa Aramea, bahasa Arab Selatan, bahasa Ibrani Utara, dan bahasa Habsyi karena bahasa-bahasa ini membentuk satu rumpun bahasa. Linguistik Indo-Eropa komparatif mengkaji berbagai bahasa yang masuk dalam kerangka rumpun bahasa ini. Rumpun bahasa Indo-Eropa mencakup sejumlah cabang bahasa; cabang yang terpenting adalah cabang Germania, cabang Rumania, cabang Slavia, cabang Iran, dan cabang India. Banyaknya bahasa dalam rumpun ini membawa ke perhatian sebagian linguis terhadap komparasi bahasa dalam kerangka satu cabang dari banyak cabang. Maka linguistik Germania komparatif mengkaji bahasa Jerman, bahasa Inggris, bahasa Nurdia klasik, bahasa Denmark, dan bahasa-bahasa selain itu dan dialek-dialek yang masuk dalam cabang ini. Linguistik Rumania komparatif mengkaji bahasa Latin, bahasa-bahasa, dan dialek-dialek yang keluar dari padanya. Bahasa-bahasa itu dinamakan bahasa dan dialek Rumania. Bahasa Rumania modern mencakup bahasa Perancis, bahasa Spayol, bahasa Italia, dan bahasa Republik Rumania, di samping sejumlah besar dialek. Membandingkan bahasa-bahasa ini dengan bahasa Latin kebangsaan merupakan objek kajian linguistik Rumania komparatif. Adapun linguistik Slavia komparatif mengkaji bahasa Rusia, bahasa Belanda, bahasa Akrania, bahasa Cheko, bahasa Slovakia, bahasa Serbia Krowasia, dan bahasa Bulgaria. Penjelasan hubungan historis antarbahasa Linguistik Arab 28 yang membentuk satu cabang bahasa atau satu rumpun bahasa merupakan bidang kajian linguistik komparatif. 3. Linguistik Deskriptif Linguistik deskriptif mengkaji secara ilmiah satu bahasa atau satu dialek pada masa tertentu dan tempat tertentu. Ini brarti bahwa linguistik deskriptif mengkaji satu tataran bahasa dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Para linguis masih mengkaji bahasa-bahasa pada abad 19 dan awal abad 20 dengan metode komparatif. Tidak ada konsepsi yang jelas untuk dapat mengkaji satu bahasa atau satu dialek secara ilmiah dan akurat. Akan tetapi de Saussure dengan kajiannya tentang teori dan fungsi bahasa membuktikan kemungkinan mengkaji bahasa secara deskriptif atau historis. Dengan demikian para linguis mulai mengembangkan metode penelitian untuk menganalisis konstruksi bahasa. Para linguis semakin menaruh perhatian terhadap metode deskriptif menjadi metode yang dominan pada sepuluh tahun yang lalu di kalangan orang yang berkecimpung dalam linguistik modern di seluruh penjuru dunia. Linguistik deskriptif mengkaji suatu konstruksi bahasa atau suatu dialek. Setiap bahasa dan setiap dialek tersusun dari bunyi-bunyi bahasa yang tersusun dalam katakata; dari kata-kata itu tersusunlah kalimat untuk menyatakan berbagai makna. Perbedaan antara bahasa dan dialek merupakan perbedaan peradaban yang tidak lahir dari konstruksi bahasa. Akan tetapi ia didasarkan pada asas bidang-bidang pemakaian. Pemakaian dalam bidang budaya dan ilmu menjadikan tataran bahasa yang dipakai itu sebagai sebuah bahasa. Adapun komunikasi lokal bisa dengan bahasa ini di kalangan kaum terdidik di beberapa masyarakat maju. Akan tetapi komunikasi di banyak masyarakat bahasa di dunia bisa saja dengan dialek. Metode deskriptif dapat diterapkan dalam menganalisis konstruksi suatu bahasa atau suatu dialek. Linguistik Arab 29 Kajian konstruksi verba dalam dialek Kuwait atau sistem fonologi dalam dialek Aman atau kalimat Tanya (jumlah istifham) dalam natsar Arab modern atau bentuk jamak taksir dalam syair Jahili atau kalimat pengecualian (jumlah istitsna) dalam natsar Arab pada abad 4 H merupakan topik yang masuk dalam kerangka linguistik deskriptif. Kajian fonologi atau sintaksis, atau semantik salah satu dialek klasik atau pertengahan atau modern termasuk kajian deskriptif. Dan ada banyak bidang kajian prasasti dan teks Arab klasik melalui metode deskriptif. Maka kajian konstruksi morfologi yang dipakai dalam seperangkat prasasti atau dalam seperangkat teks yang berasal dari satu tataran bahasa dianggap kajian morfologi melalui metode deskriptif. Kajian salah satu aspek konstruksi kalimat dalam satu tataran bahasa dianggap kajian sintaksis melalui metode deskriptif. Di samping itu, ada bidang besar untuk menyiapkan kamus kecil yang mencatat katakata yang tercantum atau dipakai dalam salah satu tataran pemakaian bahasa, seperti pengadaan kamus-kamus yang masingmasing memuat kata-kata yang terdapat dalam naskah tertentu atau satu dialek. Semua usaha ini dapat dilakukan melalui metode deskriptif. 4. Linguistik Historis Linguistik historis mengkaji perkembangan sebuah bahasa selama beberapa abad. Maka sejarah bahasa termasuk aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik termasuk dalam bidang linguistik historis. Ini berarti bahwa kajian perkembangan sistem fonologi bahasa Arab fusha merupakan kajian fonologi historis. Perkembangan konstruksi morfologi dan sarana pembentukan kosakata dalam bahasa Arab selama beberapa abad termasuk kajian morfologi historis. Dan perkembangan jumlah syarthiyah (kalimat syarat) atau jumlah istifham (kalimat tanya) dalam bahasa Arab fusha termasuk kajian sintaksis historis. Linguistik Arab 30 Kamus historis yang membukukan sejarah kehidupan setiap kata dalam bahasa itu termasuk teks yang paling klasik yang dibawanya dengan menelusuri perkembangan maknanya lewat perjalanan sejarah merupakan bagian linguistik historis. Maka sejarah fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon suatu bahasa termasuk dalam bidang kajian bahasa historis. Dan sintaksis historis dan leksikon historis termasuk komponen pokok dalam linguistik historis. Sejarah bahasa tidak mengkaji perkembangannya secara struktural dan leksikal saja, melainkan juga mengkaji perkembangannya dan kehidupannya di masyarakat. Maka masalah persebaran salah satu bahasa dan kondisi-kondisi yang membuka jalan untuk yang demikian itu dan pengaruhnya terhadap konstruksi bahasa dianggap merupakan bagian dari objek linguistik historis. Hubungan bahasa dengan fungsinya atau berbagai fungsinya pada masyarakat bahasa tentu mempengaruhi kehidupan bahasa. Karena itu, ada perbedaan besar antara bahasa itu sebagai bahasa masyarakat tertentu atau bahasa resmi di negara-negara besar atau sebagai bahasa peradaban negara. Kajian berbagai tataran pemakaian bahasa dalam kehidupan setiap bahasa dan pengaruhnya terhadap konstruksi, pentingnya dan kedudukannya antarbahasa termasuk dalam kerangka linguistik historis. 5. Linguistik Kontrastif Menurut pendapat para linguis modern, pengajaran bahasa didasarkan pada beberapa prinsip; prinsip yang terpenting antara lain linguistik kontrastif. Objek kajian linguistik kontrastif – metode linguistik yang terbaru – adalah pengkontrasan antara dua bahasa atau dua dialek atau bahasa dan dialek, yaitu antara dua tataran bahasa yang semasa. Linguistik kontrastif bertujuan membuktikan perbedaan-perbedaan antara dua tataran. Oleh Linguistik Arab 31 karena itu, ia pada prinsipnya mengacu pada linguistik deskriptif. Apabila kedua tataran bahasa itu terdeskripsikan secara cermat melalui satu metode bahasa, maka setelah itu keduanya dapat dikaji melalui metode kontrastif. Konfirmasi perbedaan antara kedua tataran bahasa dapat memperjelas aspek-aspek kesulitan dalam pengajaran bahasa. Apabila seorang penutur bahasa Inggris ingin belajar bahasa Arab, maka kesulitan yang hadapi – pertama kali – merujuk ke perbedaan bahasa ibu, yaitu bahasa Inggris dengan bahasa yang ia pelajari, yaitu bahasa Arab. Ada perbedaan-perbedaan individual yang membuat sebagian mereka mampu mempelajari bahasa asing lebih cepat daripada yang lainnya. Akan tetapi linguistik kontrastif tidak memperhatikan perbedaan-perbedaan ini, melainkan memperhatikan perbedaan-perbedaan yang objektif. Oleh karena itu, ia mengkontraskan dua tataran bahasa dengan tujuan mengkaji aspek-aspek perbedaan di antara keduanya dan mengidentifikasi kesulitan yang diakibatkan oleh perbedaan itu. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para penutur bahasa Jepang dalam mempelajari bahasa Arab tidak sama dengan kesulitan yang dihadapi oleh para penutur bahasa Spayol ketika mereka belajar bahasa Arab. Demikian pula, pengajaran bahasa asing bagi orang- orang Arab, kesulitannya berbeda karena perbedaan bahasa sasaran. Menentukan kesulitan yang objektif dapat dilakukan melalui pengkontrasan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran. Inilah bidang linguistik kontrastif. Adapun transformasi hal ini ke dalam program-program aplikatif dengan menggunakan segala alat bantu pengajaran mofern itu merupakan objek linguistik terapan. 6. Linguistik dan Kajian Gramatika Ada istilah lain yang sering dipakai sebagai sinonim dengan linguistik, yaitu istilah Grammatik (gramatika) atau Linguistik Arab 32 grammire atau grammer. Pada abad 19 dan awal abad 20 banyak linguis yang menyusun buku-buku tentang gramatika komparatif. Buku-buku ini memuat fasal-fasal tentang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Dengan demikian, yang dimaksud dengan gramatika komparatif adalah sama dengan yang dimaksud dengan linguistik komparatif. Seolah-olah kedua kata itu dipakai secara sinonim yang mengandung makna yang sama. Apabila kita perhatikan buku-buku kebahasaan Eropa modern, terkadang kita amati pembicaraan mereka tentang gramatika komparatif. Juga kita dapati mereka menulis ihwal tentang gramatika deskriptif atau linguistik deskriptif. Kemudian kita dapati mereka menyusun gramatika historis atau linguistik historis. Meskipun ada perbedaan penamaan buku-buku ini, penamaan itu menunjukkan bahwa dua grammar (nahw) dan linguistik (ilmu lughah) samasama dipakai dalam kerangka kajian ilmiah. 7. Linguistik Umum Objek linguistik umum adalah teori bahasa dan metode kajian bahasa. Dasar teoretis linguistik umum adalah bahwa bahasa adalah fenomena sosial umum yang mengandung fungsi yang sama di masyarakat atas perbedaannya. Konstruksinya selalu tersusun dari bunyi-bunyi yang tersususn dari kata-kata yang membentuk kalimat-kalimat untuk menghasilkan berbagai makna. Dari titik tolak ini linguistik umum bertujuan membuat teori yang menyeluruh tentang konstruksi bahasa dan cara menganalisis konstruksi ini ke dalam unsur-unsurnya yang menjadikan sarana komunikasi dalam masyarakat bahasa dari padanya. Teori ini bukanlah hanya merupakan gagasan teoritis filosofis, tetapi ia merupakan hasil kajian metodologis dan dan terapan tentang berbagai bahasa. Karena itu, ia merupakan hasil analisis Linguistik Arab 33 konstruksi berbagai bahasa secara ilmiah dan hasilnya adalah untuk mengetahui ciri-ciri yang prinsipil yang terdapat dalam setiap bahasa manusia dan yang harus ada agar bahasa dapat memenuhi fungsinya. Juga, linguistik umum didasarkan pada deskripsi prinsipprinsip analisis bahasa secara metodologis dari aspek-aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Apabila bila bunyibunyi bahasa pertama kalinya tampak berbeda-beda dan bermasalah, maka semua bunyi bahasa keluar dari alat bunyi manusia, yaitu kolektif pada semua manusia. Oleh karena itu, ada banyak bunyi yang berulang-ulang dalam kebanyakan bahasa. Dan ada sarana yang spesifik, yang digunakan sebagai alat oleh berbagai bahasa untuk membedakan ihwal antara bunyi-bunyinya. Maka identifikasi aspek-aspek ini dan pemanfaatan pengalaman para linguis dalam berbagai bahasa untuk membuat teori yang menyeluruh tentang konstruksi bahasa itu termasuk linguistik umum. Ada sarana yang spesifik yang dipakai oleh berbagai bahasa untuk membedakan ihwal antarkata dan klasifikasinya dalam suatu kelompok dan ada sarana lain yang dapat menjelaskan cara penyusunan kata-kata dalam kalimat untuk memenuhi berbagai makna. Maka semua bahasa, misalnya, yang memiliki jumlah syarthiyah (kalimat syarat), jumlah istifhamiyah (kalimat tanya), dan sebagainya, dan identifikasi metode analisis bahasa dari aspek-aspek ini merupakan bagian dari linguistik umum. Dan ada banyak kamus yang disusun untuk berbagai bahasa yang mengkristal ketika penyiapannya dengan metode-metode yang akurat dalam karya leksikon. Prinsip-prinsip metodologis ini yang menghasilkan karya terapan merupakan bagian linguistik umum. Di samping itu, linguistik umum mengkaji penjelasan tabiat hubungan-hubungan yang mempengaruhi kehidupan bahasa di masyarakat. Maka bahasa tidak hidup dalam kekosongan, melainkan harus ada masyarakat yang memakainya sehingga Linguistik Arab 34 menjadi suatu bahasa.. Di sini linguistik umum bertujuan menjelaskan berbagai aspek peradaban yang mempengaruhi kehidupan bahasa. Ia berusaha menjelaskan faktor-faktor persebaran dan matinya bahasa, faktor-faktor pembaharuan bahasa, masalah kedwibahasaan, dan masalah-masalah lainnya yang terjadi secara berulang-ulang di berbagai kelompok manusia. Sesungguhnya setiap kajian bahasa yang memperhitungkan seputar konstruksi suatu bahasa atau fungsi-fungsinya di masyarakat merupakan kajian yang memanfaatkan linguistik umum. Oleh karena itu, berkembanglah teori bahasa umum dan metode kajiannya sejalan dengan perkembangan kajian-kajian parsial tentang berbagai bahasa dan dialek. Sesungguhnya linguisik modern – dengan mengembangkan metode-metodenya dan kecermatan ilmiah secara terusmenerus – mencoba mencapai kesimpulan yang akurat. Oleh karena itu, dalam kajian bahasa dihindari objektivitas itu yang tidak dapat dikaji melalui metode-metode yang akurat. Topik yang termasyur adalah pertumbuhan bahasa. Perhatian klasik terhadap topik ini merujuk pada agama. Di kalangan berbagai masyarakat agama telah tersusun pendapat-pendapat yang relatif mantap seputar pertumbuhan bahasa manusia. Orang-orang Yahudi terus menjadikan bahasa Ibrani sebagai bahasanya, sedangkan orang- orang Nasrani Timur menjadikannya bahasa Suryani. Para pengarang bangsa Arab kebingungan antara menjadikan bahasanya bahasa Arab atau bahasa Suryani. Apabila pemikir Arab, Ibnu Hazm telah mendapatkan bahwa sia-sialah jika kita memikirkan bahasa pertama manusia dan menisbatkannya kepada agama tanpa dalil. Linguistik modern tidak mengkaji pertumbuhan bahasa manusia karena tidak ada metode ilmiah untuk mengkaji hal yang demikian itu. Pada abad yang lalu sebagian linguis telah berusaha menyusun kembali sejumlah bahasa yang tenggelam di masa silam, seperti bahasa Indo-Eropa pertama dan bahasa Semit Linguistik Arab 35 pertama. Bahasa Indo-Eropa pertama adalah asal bahasa yang diduga menghasilkan semua rumpun bahasa Indo-Eropa yang berbeda-beda, sedangkan bahasa Semit pertama adalah asal bahasa yang diduga telah menghasilkan berbgai bahasa Semit. Akan tetapi usaha menyusun kembali bahasa Indo-Eropa pertama dan bahasa Semit pertama tidak berhasil kecuali dalam mengidentifikasi beberapa karakteristik yang tenggelam di masa silam. Akan tetapi sulit dikatakan bahwa kajian-kajian ini dapat menggambarkan ciri-ciri bahasa yang utuh yang telah musnah sejak masa silam. Oleh karena itu, para linguis modern menghindari kajian prasasti-prasasti dan teks-teks pada fase-fase yang tidak sampai kepada kita. Kajian bahasa menjadi hanya mementingkan fase-fase historis dan modern. Linguistik dimulai ketika kita mendapatkan prasasti klasik atau teks yang terbukukan. Linguis tidak mungkin berlanjut menulis sejarah rumpun bahasa sampai pada fase-fase yang mendahului pembukuan prasasti tertulis yang paling klasik. Pertumbuhan bahasa betul-betul keluar dari bidang kajian linguistik. Dalam hal ini linguistik menyerupai ilmu sejarah dalam hal bahwa keduanya dimulai dari tulisan yang paling klasik dengan membiarkan – bagi ilmu pra-sejarah – kajian fase-fase yang mendahului hal yang demikian itu. 8. Berbagai Penamaan Linguistik Dalam hal ini ada manfaatnya jika kita menjelaskan berbagai penamaan bidang-bidang linguistik dan metodenya. Dalam upaya menghindari ketaksaan yang ada di kalangan sebagian orang, itu akan ada akibatnya karena banyaknya penamaan, ketaksaan, dan interferensinya. Sebagian linguis menetapkan beberapa penamaan linguistik. 1) Fiqhullughah (filologi) (berarti linguistik bandingan atau kajian lafal-lafal Arab atau kajian lafal-lafal secara komparatif berdasarkan bahasa-bahasa Semit atau berarti kajian bunyi-bunyi Linguistik Arab 36 dalam bahasa fusha atau berarti kajian dialek-dialek klasik dan modern. 2) Ilmullughah (linguistik), berarti linguistik umum atau berarti kajian bunyi-bunyi bahasa fusha atau berarti kajian dialek-dialek atau kajian semantik. 3) Ilmullisan (Ilmu bahasa), dengan berbagai makna yang sama. 4) Lisaniyyat (jazair) ; 5) Alsuniyyat; 6) Lisniyyat untuk menunjukkan bidang-bidang yang sama; 7) Nahw muqaran (Gramatika Bandingan), berarti kajian konstruksi kalimat dalam bahasa-bahasa Semit; 8) Lughawiyyat (peniruan kata dalam bahasa Inggris, linguistik) . Dalam banyak hal, ia mengkaji latihan-latihan gramatika yang dikaji dalam bagian-bagian bahasa Inggris dengan pendengar teori bahasa dan kajian fonologi dan sejarah bahasa. Juga, kata itu dipakai di Al-Azhar setelah dilakukan usaha pengembangan. Istilah-istilah ini saling berinterferensi satu sama lain dengan interferensi yang tidak memberikan manfaat kepada ilmu. Juga, istilah-istilah ini berinterferensi dengan istilah nahwu (sintaksis) dan sharf (morfologi). Hal ini mengakibatkan terkoyakkoyaknya bidang kajian bahasa secara ilmiah dan mengabaikan banyak masalahnya serta tidak ada kejelasan dalam konsepsi dari banyak linguis terhadap aspek-aspeknya yang terpadu. Oleh karena itu, kita melihat perlunya meninggalkan makna-makna yang diwariskan dari masa lalu untuk membicarakan sejarah ilmu dan memakai penamaan yang sama (linguistik) dan jelas. Setelah itu dikhususkan komparatif, historis, deskriptif, kontrastif, dan terapan. Masing-masing mencakup bidang bunyi (fonologi) kata (morfologi), kalimat (sintaksis), dan makna (semantik). 9. Linguistik dan Psikologi Linguistik Arab 37 Hubungan antara ilmu bahasa dan ilmu jiwa merujuk kepada tabiat bahasa sebagai salah satu fenomena perilaku manusia. Apabila psikologi berkepentingan mengkaji perilaku manusia secara umum, maka kajian perilaku bahasa dianggap salah satu aspek pertemuan antara linguistik dan psikologi. Mazhab behavioristik berkepentingan mengkaji perilaku bahasa. Kajian itu mempunyai pengaruh besar terhadap kajian bahasa di Amerika pada pertengahan awal abad 20. Akan tetapi ada perbedaan antara kajian para linguis dan kajian para psikolog dalam masalah-masalah bahasa. Linguistik menaruh perhatian terhadap ungkapan lisan ketika ia keluar dari alat bunyi penutur, ketika lewat melalui udara, dan ketika diterima oleh alat audio pendengar. Ini berarti bahwa proses mentalistik yang mendahului keluarnya ungkapan lisan tidak masuk dalam kerangka linguistik. Hubungan antara alat syaraf dan alat ucap pada penutur bukanlah bagian dari bidang kajian bahasa. Karena itu, para linguis menaruh perhatian terhadap bahasa pada waktu keluarnya, tetapi mereka tidak menaruh perhatian terhadap proses mentalistik yang mendahuluinya. Itu merupakan salah satu objek kajian psikologi. Ketika bahasa itu sampai pada alat audio penerima dan mengalihkannya kepada alat syaraf, maka terjadilah proses mentalistik lain yang juga dikaji oleh psikologi. Adapun fenomena bunyi itu yang keluar dari penutur dan berlalu dalam bentuk gelombang-gelombang bunyi, lalu sampai pada penerima, maka itulah bahasa, yaitu bidang kajian linguistik. Ada perbedaan yang prinsipil antara metode para linguis dan para psikolog terhadap fenomena bahasa. Para psikolog mengerahkan tenaganya untuk menemukan kaidah-kaidah umum yang dapat menafsirkan perilaku manusia. Mereka memfokuskan usahanya terhadap fenomena-fenomena umum, seperti belajar, persepsi, dan kemampuan. Akan tetapi mereka tidak menaruh Linguistik Arab 38 perhatian terhadap isi perilaku ini sendiri. Dalam kajian masalah belajar, mereka tidak menaruh perhatian terhadap materi yang hendak diajarkan, melainkan perhatian mereka merupakan pusat proses belajar sebagai proses mentalistik. Pada tahun-tahun terakhir sebagian linguis mencoba memperhatikan bahasa dari dua aspek. Maka respom verbal tidak lagi dikaji sebagai salah satu jenis respon saja, melainkan juga dalam hal itu diperhatikan konstruksi bahasa. Ini tampak jelas dari komparasi kajian-kajian terdahulu tentang bahasa anak melalui kajian-kajian modern. Ia mengkaji objek yang sama dengan metode para linguis, yaitu menganalisis bahasa anak dari segi fonologi, sintaksis, dan semantik. Pada tahun-tahun terakhir para psikolog telah memanfaatkan metode-metode analisis bahasa dalam mengkaji bahasa. Akan tetapi hal ini tidak mencegah pembatasan bidang spesialisasi masing-masing dari kedua kelompok itu. Jadi, bidang kajian bahasa secara psikologis adalah cara penutur mengalihkan respon ke dalam lambang bahasa (to encode). Ini merupakan proses mentalistik yang berlangsung pada manusia. Proses itu berakibat mengeluarkan alat bunyi bahasa. Ketika bahasa itu sampai pada pendengar dan ia mengudar lambang-lambang bahasa dalam akal (mental) kepada makna yang dimaksud (to decode). Juga, berlangsung proses mentalistik lain, yang masuk dalam kerangka psikologi. Adapun lambang-lambang bunyi yang beralih dari penutur melalui udara ke penerima, maka ia merupakan bidang kajian linguistik. Sebagian linguis dan psikolog berpendapat bahwa kajian perilaku bahasa merupakan kontribusi yang bermanfaat, bukan untuk memahami bahasa saja, melainkan juga untuk membentuk teori umum psikologi. Secara umum, kajian-kajian bahasa dan psikologi telah berkembang untuk menjadikan cabang tersendiri dari pertemuan antara aspekaspek psikologi dan linguistik, yaitu psikolinguistik. Linguistik Arab 39 10. Linguistik dan Sosiologi Bahasa adalah fenomena sosial dan kebudayaan. Oleh karena itu, dalam kajiannya linguistik bertemu dengan berbagai ilmu sosial. Ada beberpa penamaan yang ditetapkan pada aspekaspek pertemuan antara linguistik dan sosiologi dalam kajian bahasa. Penamaan itu beraneka ragam karena keanekaragaman nama ilmu sosial dan berbagai mazhabnya. Di sini kita tidak berurusan untuk masuk dalam perbedaan penamaan antara ilmuilmu yang berinterferensi. Kita cukup menunjukkan banyak aspek pertemuan antara ilmu-ilmu sosial dan linguistik. Para sosiolog telah memanfaatkan hasil-hasil kajian bahasa dari berbagai aspek, antara lain bahwa bahasa merupakan fenomena perilaku sosial yang terpenting dan ciri nisbat sosial individu yang paling jelas. Demikian pula para linguis telah memanfaatkan kajian-kajian sosial. Kajian kata dan makna secara cermat tidak dapat dilakukan kecuali dalam kerangka sosial dan budaya. Dan perubahan bahasa tidak dapat ditafsirkan secara utuh kecuali berdasarkan kondisi budaya dan sosial. Di samping itu situasi sosial dari tataran bahasa mempengaruhi kedudukan tataran ini dan membatasi jalannya perubahan didalamnya. Ada banyak masalah bahasa yang ramburambunya tidak dapat dijelaskan secara utuh kecuali melalui kerjasama antara kajian bahasa, sosial, dan budaya. 11. Linguistik dan Pengajaran Bahasa Linguistik terapan dianggap sebagai hasil pertemuan antara linguistik dan pendidikan. Objek linguistik terapan memanfaatkan metode linguistik dan hasil kajiannya. Penerapan ini, semuanya termasuk dalam bidang pangajaran bahasa. Pada abad 19 dan awal abad 20 para linguis dalam kajiannya mengikuti metode bandingan. Tidak ada pertemuan antara kajian mereka dan ilmu pendidikan. Akan tetapi kajian bahasa secara deskriptif dam Linguistik Arab 40 kemajuan yang telah dihasilkan oleh linguistik umum pada abad 20 telah memperjelas banyak fakta tentang konstruksi bahasa dan kehidupannya. Para spesialis dalam pengajaran bahasa, khususnya dalam dua puluh tahun yang lalu, mereka mencoba menerapkan metode linguistik dan hasil-hasilnya dalam pengajaran bahasa. Karena pada tahap pertama, bahasa asing itu tidak lagi dikaji sebagai fenomena tertulis, melainkan juga sebagai fenomena bunyi. Perhatian terhadap pelafalan mulai menduduki tempat pertama dalam pengajaran bahasa, maka itulah asalnya. Adapun tulisan merupakan fenomena kemudian. Oleh karena itu, disepakati dalam linguistik bahwa pengajaran bunyi ucapan dianggap sebagai dasar bagi pengajaran "menulis". Maka dimulailah pengajaran bahasa dengan aspek bunyi, kemudian berikutnya adalah cara menulis dengan mengamati bahwa perbedaan antara konstruksi bunyi dan sisitem penulisannya membentuk kesulitan penulisan. Oleh karena itu, seyogianya kita tunjukkan bahwa fenomena bunyi itu dianggap sebagai fenomena yang bertalian dengan penulisan, bukan dengan bahasa. Apabila linguistik kontrastif berkepentingan membandingkan dua tataran bahasa dengan tujuan membuktikan perbedaan-perbedaan di antara keduanya. Maka perbandingan dialek yang diperoleh siswa sewaktu kanak-kanaknya melalui bahasa sastra yang seyogyanya ia pelajari, itu menjelaskan kepada kita kesulitan-kesulitan yang ia hadapi dalam hal yang demikian itu. Oleh karena itu, kajian kontrastif bahasa dianggap sebagai salah satu instrumen penelitian terpenting dalam membuat program pengajaran bahasa nasional. Juga, kajian bahasa itu memanfaatkan hal yang sama dalam menentukan kesulitan yang dihadapi oleh para penutur masyarakat bahasa dalam mempelajarinya. Dengan demikian kajian kontrstif dapat menentukan – dengan metode yang objektif – aspek-aspek Linguistik Arab 41 kesulitan yang diakibatkan oleh perbedaan konstruksi kedua bahasa: bahasa ibu dan bahasa sasaran. Apabila linguistik telah menjelaskan bahwa makna adalah hasil pemakaian dalam situasi ujaran dan berbagai budaya dan bahwa inspirasi lambang bahasa merupakan hasil pemakaiannya dalam situasi ini, maka pengajaran bahasa mulai mempertimbangkan bahwa makna kata atau frase tidak jelas bagi siswa kecuali apabila kata itu dikaji berkaitan dengan situasi pemakaiannya. Mendemonstrasikan daftar kosakata tidak berarti memahami nuansa makna yang dimaksud. Dan makna kata-kata tidak diperoleh kecuali dalam situasi pemakaiannya dan tidak diketahui kecuali dalam situasi seperti ini atau dengan menjelaskan situasi-situasi ini. Linguistik telah membuktikan adanya keanekaragaman pemakaian bahasa. Oleh karena itu, seyogianya ditentukan ragam bahasa yang dimaksud dan tidak menghabiskan waktu dalam belajar ragam bahasa yang saling berinterferensi tanpa memahami ragam bahasa yang dimaksud. Ragam bahasa ini harus ditentukan berdasarkan berbagai tujuan peradaban, budaya dan sosial. Pengajaran salah satu bahasa dengan tujuan berkomunikasi seharihari berbeda dengan pengajarannya dengan tujuan membaca bukubuku kedokteran. Pengajaram bahasa dengan tujuan membaca buku-buku fisika atau matematika berbeda dengan pengajarannya untuk membaca surat kabar. Maka tataran ini bervariasi dan berbeda-beda. 12. Linguistik di antara Ilmu-ilmu Lain Ada perbedaan yang mendasar antara kedudukan linguistik dalam pusaka Arab dan kedudukan linguistik di kalangan ilmuilmu modern. Apabila mazhab-mazhab linguistik yang berturutturut selama beberapa abad sangat berbeda dengan metode-metode analisis, maka perbedaan yang mendasar antara linguistik dalam Linguistik Arab 42 pusaka Arab dan linguistik modern muncul dari kedudukan linguistik di kalangan ilmu-ilmu lainnya. Kajian bahasa bagi orang Arab merupakan alat untuk memahami agama. Itu berkaitan sejak munculnya dengan kajian bahasa Alqur`an. Kaitan ini masih ada dalam lembaga-lembaga ilmiah sepanjang zaman. Secara khusus, ini tampak di kalangan pengarang umat Islam selain bangsa Arab, seprti Tsa'labi, Abu Hatim ar-Razi, Khawarizmi, dan Tahanawi. Tsa'labi berpendapat bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang terbaik dan hadir untuk memahami agama karena ia merupakan alat ilmu pengetahuan dan kunci untuk memahami agama. Abu Hatim ar-Razi telah menjadikan bahasa arab, bahasa Ibrani, bahasa Suryani, dan bahasa Persia sebagai bahasa dunia yang terbaik karena buku-buku keagamaan dibukukan dengannya. Maka kriteria agama merupakan kriteria untuk mengunggulkan satu bahasa atas bahasa lainnya. Oleh karena itu, ia juga menolak pendapat yang mengatakan: Berkat jasa bahasa Yunani dan bahasa India, lahirlah buku-buku para filosof, para ahli medis, ahli astronomi, arsitektur, dan matematika terbukukan dengannya. Ilmu-ilmu keagamaan menduduki kawasan besar perhatian ilmiah dalam bidang kebudayaan Islam. Perhatian terhadap linguistik merupakan bagian dari kajian yang bertujuan mendalami agama. Ketika Khawarizmi mengklasifikasikan ilmu-ilmu yang telah dikenal oleh kebudayaan Islam, ia menjadikannya dalam dua kelompok: 1) ilmu-ilmu syari'at dan ilmu bahasa Arab yang menyertainya, 2) ilmu-ilmu ajam dari bangsa Yunani dan bangsa selain mereka. Dalam muqadimah banyak buku, kita dapati isyarat yang menunjukkan bahwa kajian bahasa merupakan salah satu alat untuk memahami teks-teks Alqur`an dan Hadits. Misalnya, Ibnu Quthiyah mengemukakan dalam bukunya bahwa fi'il (verba) merupakan pangkal konstruksi bagi kebanyakan bahasa. Dan untuk mengetahui fi'il-fi'il itu, kita dapat memperoleh petunjuk ilmu Alqur`an dan Hadits. Ibnu Khaldun memandang bahwa Linguistik Arab 43 mengetahui ilmu bahasa Arab itu penting bagi ahli syari'at karena sumber hukum syari'at, semuanya dari Kitab dan Sunnah, yaitu dengan bahasa Arab; para pengalihnya dari para sahabat dan para tabi'in adalah orang-orang Arab; dan penjelasan permasalahannya dari bahasa mereka. Ketika Ibnu Khaldun membagi ilmu-ilmu itu ke dalam ilmu yang itu sendiri dan ilmu sebagai alat, ia menganggap ilmu bahasa (linguistik) termasuk ilmu syari'at. Oleh karena itu, kajian bahasa menurut Ibnu Khaldun bukanlah merupakan tujuan itu sendiri, bahkan ia berpendapat bahwa berkecimpung dengan ilmu sebagai alat ini adalah menyia-nyiakan umur dan sibuk dengan hal yang tidak berarti. Gagasan ini tampak jelas menurut Tahanawi yang menjadikan ilmu bahasa termasuk fardu kifayah yang bisa menggugurkan kewajiban semua orang apabila telah dilakukan oleh sebagian orang. Ilmu bahasa tidak berdiri sendiri; ia tidak lain kecuali merupakan alat untuk memahami teks-teks keagamaan atau sebagaimana pendapat Tahanawi: alat untuk memperoleh ilmu syari'at. Teks-teks ini menjelaskan sikap umum terhadap ilmu bahasa dalam kerangka kebudayaan Islam. Karena itu, mempelajari ilmu bahasa merupakan alat untuk memahami ilmu agama. Gagasan kebebasan setiap ilmu tidak tercantum dalam pikiran masa-masa pertengahan dan tujuan ilmu tidak jelas dalam mengklasi-fikasikan ilmu. Akan tetapi kemajuan ilmu pada zaman modern telah membawa ke perluasan bidang-bidang pengetahuan manusia dan mengharuskan spesialisasi bagi orang yang ingin berkecimpung dalam kajian ilmiah. Di sini ilmu bahasa (linguistik) mulai berdiri sendiri, sebagaimana halnya cabang-cabang ilmu pengetahuan lain. Apabila ada keperluan untuk mengklasifikasikan ilmu pada masa modern, maka dalam klasifikasi desimal Dewey, ilmu bahasa menduduki tempat pertengahan antara sosiologi dan ilmu alam. Dalam hal ini ada pemahaman yang jelas bagi posisi linguistik modern antara ilmu-ilmu dan pengetahuan modern. Linguistik Arab 44 Linguistik tidak lagi hanya merupakan alat untuk memahami teks-teks keagamaan atau alat untuk memahami prasasti-prasasti klasik saja, melainkan juga ia mempunyai tujuan ilmiah umum, di samping banyak tujuan praktis. Linguistik merupakan ilmu yang mendasar; artinya ia berusaha -seperti ilmuilmu dasar lain – mengungkap aspek-aspek objeknya dengan metode ilmiah yang paling akurat. Adapun tujuan praktis seperti memanfaatkan hasil-hasil linguistik dalam pengajaran bahasa dan perencanaan bahasa itu merupakan hasil yang wajar bagi kajiankajian yang mendasar. Akan tetapi linguistik tidak bertujuan secara langsung ke arah masalah-masalah praktis. Juga, ini merupakan masalah semua cabang ilmu pengetahuan lain. Linguistik telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri; tujuannya adalah mengkaji semua aspek bahasa dan kehidupan bahasa di dunia. Linguistik menyajikan hasil-hasil ini, kemudian hasil-hasil ini menjadi peluang bagi beberapa spesialisasi dan ilmu-ilmu yang memanfaatkan linguistik dan selainnya. Alangkah banyaknya ilmu yang memanfaatkan hasil-hasil kajian linguistik, antara lain: fonetik terapan, ilmu pendidikan, psikologi, sosiologi, alat komunikasi (Communication Engineering), dan sebagainya. Apabila Ibnu Khaldun dkk telah menganggap ilmu hitung itu sebagai alat untuk memahami ilmu-ilmu agama, maka siapapun tidak menganggap eksakta hanya sebagai alat untuk menyusun mu’amalah fiqih. Dan apabila eksakta telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan ilmu kedokteran yang telah menjadi fardu kifayah mempunyai banyak cabang yang beridiri sendiri dan terpadu, maka linguistik telah menjadi ilmu yang mandiri, yang mengkaji bahasa dan memanfaatkan segala cabang ilmu pengetahuan yang menerangi baginya berbagai aspek dalam kajian bahasa. Di samping memanfaatkan alat ukur bunyi, alat statistik, hasil ilmu anatomi tubuh, ilmu fungsi anggota, dan ilmu fisika bunyi, linguistik berkaitan dengan jaringan yang paling kokoh Linguistik Arab 45 dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti psikologi dan sosiologi. Oleh karena itu, linguistik dideskripsikan oleh sebagian linguis sebagai ilmu yang paling manusiawi dan ilmu yang paling teliti. FASAL III LINGUISTIK DALAM PUSAKA ARAB Sejumlah linguis Arab telah menaruh perhatian terhadap linguistik sejak gerakan ilmiah dalam kerangka daulat Islam. Mereka memiliki hasil jerih payah dalam bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan kosakata. Orang-orang yang berkecimpung dalam linguistik mengklasifikasikan dua kelompok. Kelompok pertama menaruh perhatian terhadap konstruksi bahasa, Linguistik Arab 46 sedangkan kelompok kedua menaruh perhatian terhadap kosakata bahasa dan maknanya. Bidang kajian itu oleh kelompok pertama diilustrasikan sebagai nahw (gramatika) atau ilmu bahasa Arab, sementara bidang tersebut diilustrasikan oleh kelompok kedua sebagai bahasa atau linguistik atau filologi atau inti bahasa di samping istilah-istilah ini. Masing-masing ada sejarahnya tersendiri. Ada usaha-usaha untuk mendeskripsikan ilmu-ilmu bahasa secara simultan. Lalu ilmu-ilmu itu disebut ilmul lisan (linguistik) atau ‘ulumul lisan al-‘araby (linguistik Arab) atau ilmu adab (ilmu sastra) atau ilmu-ilmu bahasa Arab. Juga, di samping itu ada usaha-usaha untuk menjelaskan saling keterkaitan cabangcabang ini dan menjelaskan susunan yang digunakan oleh masingmasing dalam kerangka kajian bahasa umum. 1. Nahwu (Gramatika) dan Ilmu Bahasa Arab Dalam mengkaji struktur bahasa dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis, para linguis mengistilahkan dua nama dalam pusaka Arab, yaitu: 1) nahwu dan 2) ilmu bahasa Arab. Istilah nahwu merujuk ke abad 2 Hijriyah. Ia masih dipakai untuk mendeskripsikan bidang kajian ini sampai sekarang. Kitab Sibawaih diklasifikasikan ke dalam kitab tentang nahwu. Abu Thayyib, linguis (351 H) menamakannya Qur`an an-Nahwi. Juga, Sibawaih dikenal sebagai orang yang paling mengetahui nahwu sesudah Khalil. Dengan pengertian ini, nahwu mencakup seperangkat kajian yang diklasifikasikan dalam linguistik modern dalam kerangka fonologi, morfologi, dan sintaksis. Sesungguhnya Sibawaih penyusun kitab tentang nahwu (gramatika) bahasa Arab yang paling klasik yang sampai kepada kita tidak membagi ktiabnya ke dalam topik-topik besar yang distingtif. Akan tetapi ia cukup menghimpun banyak bab secara berturut-turut. Ia memulai kitabnya dengan masalah i'rab dan dari masalah i'rab, ia beralih ke sejumlah masalah yang berkaitan dengan nahwu. Sesudah itu Linguistik Arab 47 ketika ia beralih ke bab-bab yang bertalian dengan struktur sharaf (morfologi), ia harus menafsirkan beberapa struktur itu berdasarkan kajian fonologi kemudian pada akhir kitabnya dicantumkan bab-bab yang bertalian dengan fonologi. Sibawaih tidak membuat istilah-istilah yang membedakan dengan jelas segmen-segmen fonologi, morfologi, dan sintaksis. Semua ini menurutnya termasuk dalam satu bidang, yaitu bidang nahwu (gramatika). Pada abad-abad pertama hijriyah, para linguis masih memakai istilah nahwu dalam banyak hal dengan makna umum ini. Dalam definisi Ibnu Jinni (391 H) nahwu mencakup skop-skop berikut: i'rab, tatsniyah, jamak, tahqir, taksir, idhafat, nasab, tarkib, dan sebagainya. Maka menurut Ibnu Jinni nahwu mencakup kajian-kajian ini yang diklasifikasikan sekarang dalam kerangka morfologi di samping hal yang berkaitan dengan sintaksis. Ilmu nahwu menurut Abu Hayyan al-Andalusi mengkaji pengetahuan tentang hukum kata-kata dalam bahasa Arab dari segi ifradnya dan tarkibnya, yakni mengkaji konstruksi satuan kata dan hubungan kata-kata dalam kalimat. Masih banyak ahli nahwu yang menganggap nahwu itu mencakup semua kajian ini. Nahwu menurut mereka mengkaji segala hal yang berkaitan dengan kata dan kalimat. Ibnu Hajib (646 H) telah menyusun kitab “Asy- Syafiyah” tentang nahwu; di dalamnya ia mengkaji masalahmasalah yang bertalian dengan i'rab dan konstruksi kalimat. Sementara itu ia mengkhususkan kitab lain untuk konstruksi kata, yaitu “Asy-Syafiyah”. Akan tetapi meskipun ada pembagian ini, Ibnu Hajib masih menganggap tashrif itu sebagai bagian dari nahwu, bukan bagian bagi nahwu. Ada para pengarang lain yang memakai kata nahwu dengan makna yang lebih sempit. Kemudian mereka membatasi pemakaian kata ini pada kajian tentang konstruksi kalimat. Dengan makna ini, istilah itu tetap ada pada abad-abad terakhir Linguistik Arab 48 bagi peradaban Arab-Islam. Dan ada istilah lain yang digunakan untuk mendeskripsikan kajian tentang struktur bahasa, yaitu istilah “al-‘Arabiyyah” atau “ilmul ‘Arabiyyah”. Dalam karangankarangan abad 4 H, dua istilah telah sampai kepada kita. Ibnu Nadim dan Ibnu Faris memakai istilah “’Arabiyah” dengan makna “nahwu”. Ketika masalah pertama tentang penyusunan nahwu itu didiskusikan, kita dapati pada keduanya kalimat berikut: (orang yang pertama kali menyusun “al’Arabiyyah). Pemakaian kedua istilah ini dalam buku para linguis di Timur pada abad-abad berikut mencerminkan fenomena yang unik dan spesifik berdasarkan apa yang kita dapati dalam karangan-karangan Ibnu Ambari (577 H). Akan tetapi orang-orang Maroko dan orang- orang Andalusia lebih mengutamakan deskripsi spesialisasi itu sebagai ‘ilmul ‘Arabiyyah (ilmu bahasa Arab). Abul Barakat telah menyebutkan istilah al-‘Arabiyyah dalam banyak tempat dengan arti nahwu sebagaimana istilah ini tercantum dalam riwayat hidup kebanyakan ulama. Para pembelajar ilmu bahasa Arab dan orang- orang yang fasih dalam i'rab bertemu dengan Yunus bin Habib. Yazidi mempelajari ilmu bahasa Arab dari Abu Amr bin Ala, Abdullah bin Ishak al-Hadhrami, dan Khalil bin Ahmad. Juga, Ibnu Ambari mendeskripsikan kitabnya “Inshaf” sebagai kitab yang paling awal yang mengklasifikasikan dalam ilmu bahasa Arab hal ihwal seputar maslah-masalah khilafiyah. Ibnu Ambari mena-makan salah satu bukunya tentang nahwu dengan “Ashar al‘ Arabiyyah”. Akan tetapi pemakaian istilah al-‘Arabiyyah dan ilmul ‘Arabiyyah dengan makna nahwu dianggap sebagai fenomena yang terbatas persebarannya di kalangan orang-orang Timur, seperti Ibnu Ambari. Adapun di Maroko dan Andalusia ada banyak teks yang menjelaskan bahwa mereka lebih mengutamakan istilah al‘ Arabiyyah. Pada abad 4 H Zubaidi (379 H) menyebutkan istilah al-‘Arabiyyah dengan makna nahwu dalam riwayatnya bagi Linguistik Arab 49 kebanyakan ulama Andalusia dan Maroko. Apabila orang-orang Masyriq (Timur) telah menulis “an-Nahwu” dan “al-Lughah”, maka Zubaidi dalam banyak tempat menyebutkan al-‘Arabiyyah dan al-Lughah. Al-‘Arabiyyah atau ilmul ‘Arabiyyah menurut Zubaidi merupakan dua istilah yang banyak beredar dalam karangan-karangannya dengan makna nahwu. Pemakaian istilah al-‘Arabiyyah dan ilmul ‘Arabiyyah menurut Zubaidi bukanlah merupakan ciri yang unik dan khusus. Kedua istilah itu terdapat dalam banyak buku di Maroko dan Andalusia. Juga, kedua istilah itu terdapat dalam riwayat-riwayat Andalusia yang yang dialihkan dalam kitab-kitab ath-Thabaqat. Dan menurut Ibnu Khaldun ada banyak tempat yang menjelaskan bahwa orang-orang Maroko dan orang-orang Andalusia dahulu telah terbiasa – hingga masanya – mengungkapkan nahwu dengan istilah al-‘Arabiyyah atau ilmul ‘Arabiyyah. Ibnu Khaldun telah mendeskripsikan kitab Sibawaih itu termasuk dalam ilmul ‘Arabiyyah dan juga al-Fiyyah Ibnu Malik termasuk dalam ilmul ‘Arabiyyah. Apabila Ibnu Khalawaih (370 H), salah seorang ulama Masyriq (Timur) telah menggunakan frase “Ahlu Shina’ah an-Nahwu”, maka Ibnu Khaldun, linguis Maghrib (Maroko) dalam makna yang sama telah menyebutkan frase “Ahlu Shina’ al-‘Arabiyyah”. Ibnu Khaldun telah menerapkan dua istilah yang bersinonim pada kaidah-kaidah nahwu, yaitu qawanin al-‘Arabiyyah dan al-Qawanin an- Nahwiyyah. Dari sini, jelaslah bahwa para linguis Maghribi (Maroko) dahulu memakai istilah al-'Arabiyyah, sementara para linguis Masyriq (Timur) cen-derung kepada istilah nahwu. Nahwu menurut para linguis Masyriqi (Timur) atau ilmul 'Arabiyyah menurut para linguis Maghribi (Maroko) masih mencakup kajian-kajian yang bertalian dengan struktur bahasa dari berbagai segi. Ketika Al-Mazini (249 H) menyusun kitab "At- Tashrif", kajiannya tidak tentang konstruksi kata (morfologi) kecuali merupakan bagian dari nahwu dengan makna yang Linguistik Arab 50 menyeluruh. Sibawaih tidak membuat istilah tersendiri bagi ilmu yang mengkaji konstruksi kata. Tampaknya, al-Mazini termasuk orang-orang terkemuka yang mengkhususkan kitab-kitab tersendiri tentang morfologi. Kitabnya "at-Tashrif" merupakan kitab tersendiri dan lengkap tentang morfologi yang sampai kepada kita. Ibnu Jinni (391 H) telah membatasi ruang lingkup kajian tashrif untuk mengetahui asal-usul kalam Arab tentang tambahan-tambahan yang masuk ke dalamnya, sedangkan tashrif adalah dasar untuk mengetahui isytiqaq (derivasi). Menurut Ibnu Jinni tashrif tidak lain kecuali merupakan bagian dari nahwu. Ibnu Ushfur al-Andalusi (669 H) telah menyusun kitab "Al-Mumti' fi at-Tashrif" tentang konstruksi kata (morfologi). Menurutnya tahsrif merupakan bagian dari kajian tentang ilmul 'Arabiyyah. Strabadzi (688 H) menjelaskan bahwa tashrif merupakan salah satu bagian dari nahwu; tidak ada perbedaan di kalangan para ahli gramatika. Adapun istilah sharaf yang masih dipakai di sekolah – sesudah itu – merupakan istilah yang relatif baru. Sikaki (618 H) memakai istilah sharaf dalam pembicaraannya tentang hukumhukum yang bertalian dengan konstruksi kata. Denan makna ini, Thasyakubra menambahkannya "ilmu sharaf". Dari kalangan para pengarang yang mutakhir ini, dapat kita amati bahwa sharaf menurut mereka bukan merupakan bagian dari nahwu, melainkan ia adalah bagian bagi nahwu. Demikianlah ruang lingkup ilmu nahwu menurut mereka masih sebagai kajian i'rab dan konstruksi kalimat kontras dengan sharaf yang mengkaji konstruksi kata. 2. Bahasa, Linguistik, dan Filologi Para pengarang bahasa Arab menggunakan beberapa istilah untuk kajian kosakata, baik penghimpunannya maupun penyusunannya. Istilah yang paling klasik ialah istilah bahasa. Abu Thayyib. Linguis (351 H) menyifati Abu Zaid, Ashma’i , dan Linguistik Arab 51 Abu Ubaidah; ia membandingkan mereka dari segi pengetahuan mereka tentang bahasa Abu Ziad adalah orang yang paling menguasai bahasa; Ashma’i menguasai sepertiga bahasa; Abu Ubaidah menguasai setengahnya; Abu Malik menguasai semuanya. Di sini yang dimaksud dengan kata “bahasa” adalah sejumlah kosakata dan pengetahuan tentang maknanya. Dengan pengertian ini kitab-kitab ath-Thabaqat membedakan kalangan orang yang berkecimpung dalam bahasa dari segi lain. Oleh karena itu Sibawaih dan Mubarrad dianggap sebagai ahli nahwu, sementara Ashma’i dan kawan-kawannya termasuk para linguis. Dengan makna ini, pemakaian kata “lughah” sudah beberapa abad. Lughawi (linguis) adalah orang mengkaji kosakata, baik mengumpulkan, mengklasifikasikan, maupun menyusun. Karena itu, Ashma’i adalah linguis karena ia menghimpun kata-kata orang nomaden dan membukukannya dalam risalahrisalah kebahasaan yang diklasifikasikan ke dalam topik-topik semantik. Khalil adalah linguis karena ia orang pertama yang berusaha mengumpulkan kata-kata dalam bahasa Arab dan membukukannya dalam sebuah kamus. Ibnu Duraid adalah linguis juga karena ia telah menyusun kamus “Jamharatul Lughah”. Azhari adalah linguis karean ia telah menyusun kamus “Tahdzibul Lughah”. Pemakaian kata “lughah” dengan makna kajian dan klasifikasi kosakta dalam kamus-kamus dan buku-buku tematik masih dominan dalam ensiklopedia selama beberapa abad. Ada istilah yang muncul pada abad 4 H menurut linguis Arab, Ibnu Faris (395 H) dan istilah itu dipelajari oleh Tsalabi (429 H). Ibnu Faris telah menamakan salah satu bukunya “Ash- Shahibi” tentang fiqhullughah (Filologi). Dengan demikian muncullah istilah untuk pertama kali dalam pusaka Arab sebagai judul buku dan penamaan bagi suatu cabang pengetahuan. Istilah ini tidak tersebar kecuali dengan ukuran yang terbatas. Orang terkenal yang memakianya sesudah Ibnu Faris adalah seorang Linguistik Arab 52 linguis dan sastrawan, yaitu Tsa’labi. Ia menamakan bukunya “Fiqhullughah wa Sirrul ‘Arabiyyah”. Kitab Ibnu Faris dan Tsa’labi dalam analisisnya sesuai dengan masalah kata-kata Arab. Maka objek fiqhullughah menurut mereka berdua adalah identifikasi kata-kata Arab dan makna-maknanya, klasifikasi katakata ini dalam topik-topik, dan kajian-kajian yang berkaitan dengan hal itu. Di samping itu, kitab Ibnu Faris mencakup seperangkat masalah teoretis sekitar bahasa. Di antara masalah yang paling menonjol adalah masalah lahirnya bahasa. Apabila para ulama telah berbeda pendapat tentang hal itu, lalu sebagian mereka melihatnya sebagai suatu istilah atau konvensi sosial, maka Ibnu Faris menolak pendapat ini dan ia menganggapnya sebagai tauqif, yaitu sebagai wahyu yang diturunkan dari langit. Objek bahasa dan objek keterkaitan bahasa dengan wahyu tidak termasuk dalam kerangka masalah-masalah linguistik modern karena tidak mungkin dikaji dua objek dengan kriteria-kriteria ilmiah yang akurat. Juga, kitab Tsa’labi mencakup bagian kedua, yaitu sirrul ‘Arabiyyah. Dalam bagian kedua Tsa’labi telah mengkaji sejumlah topik yang berkaitan dengan bangun kalimat bahasa Arab. Akan tetapi kedua pengarang itu bersepakat bahwa fiqhullughah (filologi) adalah mengkaji makna kata-kata dan mengklasifikasikannya ke dalam topik-topik. Adapun istilah ilmu lughah (linguistik) telah dipakai oleh beberapa linguis mutakhir. Maksudnya adalah mengkaji kata-kata untuk diklasifikasikan dalam topik-topik dengan mengkaji maknamaknanya. Radhi Strabadzi membedakan ihwal antara ilmu lughah dan ilmu tashrif. Objek ilmu lughah adalah kajian katakata, sedangkan objek ilmu tashrif adalah pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang bertalian dengan konstruksi kata-kata itu. Adapun Hayyan telah mengemukakan istilah ilmu lughah dalam beberapa kitabnya. Menurutnya ilmu lughah adalah kajian tentang Linguistik Arab 53 makna satuan-satuan kata. Pemakaian istilah ilmu lughah menurut Ibnu Khaldun tidak berbeda dengan pengertian ini. Maka menurutnya ilmu lughah adalah penjelasan tentang topik-topik bahasa. Maksudnya adalah makna-makna yang dibuat oleh katakata itu. Dalam pembicaraannya tentang ilmu lughah, Ibnu Khaldun menyebutkan Khalil bin Ahmad dan para penyusun kamus bahasa Arab lainnya. Masing-masing ini menjelaskan bahwa istilah ilmu lughah – menurut Radhi Strabadzi, Abu Hayyan, Ibnu Khaldun, dan lain-lain – berarti mengkaji kosakata dan mengklasifikasikannya ke dalam kamus-kamus dan bukubuku. Ada istilah lain yang digunakan oleh para pengarang pada kajian makna-makna kosakata bahasa, yaitu istilah ilmu matan lughah. Marshafi dan Fathahullah telah menggunakan istilah ini dengan makna ini. Juga, Ahmad Ridha telah menamakan kamusnya “Matnul Lughah”. Demikianlah para pengarang bahasa Arab sebelum masa modern – dan mereka diikuti oleh para pengarang terdahulu pada awal-awal abad 20 khususnya – telah menggunakan istilah-istilah: lughah (bahasa), fiqhullughah (filologi), ilmul lughah (linguistik), matan lughah (inti sari bahasa) dalam judul-judul karangan mereka atau sebagai deskripsi hasil usaha para pengarang kamus dan buku-buku tentang kosakata bahasa. 3. Ilmu Bahasa, Ilmu Sastra, dan Ilmu Bahasa Arab Usaha paling awal yang sungguh-sungguh untuk menyusun ulumul ‘Arabiyyah (ilmu bahasa) dalam satu tatanan mengacu kepada Al-Farabi. Al-Farabi telah memberikan nama yang menyeluruh pada semua ilmu bahasa, yaitu ilmul lisan (ilmu bahasa). Ilmu bahasa menurutnya tersusun dari beberapa bidang. Linguistik Arab 54 Ilmu al-alfadh al-mufradah dalam klasifikasi Al-Farabi itu sepadan dengan ilmu dalalah dalam klasifikasi modern. Kaidah-kaidah lafal ketika menjadi kosakata lepas sendiri dan ketika dalam keadaan tersusun mengkaji bunyi (fonologi), bangun kata (morfologi), dan bangun kalimat (sintaksis) secara berturut-turut. Akan tetapi Al-Farabi dalam ilmu bahasa memasukkan beberapa topik yang masuk dalam ilmu bahasa menurut pengertian modern, antara lain: ilmu al-fadh al-murakabah (ilmu susunan kata-kata) yang dibuat oleh para ahli khotbah dan para penyair mereka, yaitu kajian syair dan natsar. Juga, antara lain: kaidah tashih tulisan, kaidah tashih qiraat, kaidah-kaidah syair. Demikianlah ilmu bahasa menurut Al-Farabi mencakup ilmu-ilmu bahasa di samping ilmu-ilmu dan keterampilan lainnya. Istilah ulumul adab (ilmu-ilmu sastra) mernurut Ibnu Ambari menunjukkan ilmu-ilmu bahasa: nahwu (grmatika), lughah (bahasa), tashrif (infleksi), ilmu jadal fin nahwi (ilmu debat tentang gramatika), ilmu ushul an-nahwi (ilmu pokok-pokok gramatika) di samping arudh wal qawafi, bentuk syair, khabar, dan nasab bangsa Arab. Menurut Ambari, Ilmu adab mencakup seperangkat ilmu bahasa dan sastra serta pengetahuan yang berkaitan dengannya. Ibnu Ambari adalah orang pertama yang menganggap ilmu ushul an-nahwi, yaitu metode kajian nahwu, sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Ia telah mengarangnya dengan mengikuti cara para pengarang ilmu ushul fiqih. Ibnu Ambari mengatakan: Usul nahwi adalah dalil-dalil nahwu yang merupakan sumber bercabangnya jumlah (global)nya dan tafshil (rincian)nya. Menurut Ambari dan Yaqut al-Hamawi, adib (sastrawan) adalah orang yang berkecimpung dalam ilmu-ilmu bahasa dan sastra ini serta pengetahuan yang berkaitan dengannya. Dengan pengertian ini, Ibnu Ambari telah menyusun kitabnya “Nuzhah al- Linguistik Arab 55 Baa fi Tahbaqat al-Udaba”. Dan Yaqut al-Hamawi telah menyusun kitab “Irsyad al-Arib ila Ma’rifah al-Adib. Adapun klasifikasi Sakkaki terhadap ilmu-ilmu bahasa berdasar pada asas “matsarat al-hatha” (timbul kesalahan). Maka kesalahan bahasa dapat terjadi dalam konstruksi kata lepas. Ini merupakan objek ilmu sharaf (morfologi). Kesalahan bisa terjadi dalam susunan kosakata di dalam kalimat. Ini merupakam objek ilmu ma’ani dan ilmu bayan. Sikaki menganggap ilmu sharaf, nahwu, ma’ani, dan bayan di samping ilmu bahasa sebagai seperangkat ilmu yang terpadu dan tersusun – menurutnya dalam satu tahapan. Abu Hayyan, ahli nahwu adalah orang pertama yang menetapkan istilah ulum al-lisan al-‘Araby pada “ulmul lughah”. Ia diikuti oleh Ibnu Khaldun dalam pemakaian istilah ini. Menurut Abu Hayyan, ulumul lisan ‘Araby (ilmu-ilmu bahasa arab) mencakup ilmu lughah (linguistik), ilmu tashrif (morfologi), dan ilmu nahwu (sintaksis). Ilmu lughah mengkaji makna satuansatuan kata: ilmu tashrif mengkaji hukum-hukum makna satuan kata sebelum disusun. Adapun ilmu nahwu mengkaji hukumhukum satuan dalam keadaan tersusun. Dengan demikian menurut Abu Hayyan, istilah ulumul lisan dahulu mencakup ilmu-ilmu bahasa para linguis Arab tanpa ilmu-ilmu lainnya. Ruang lingkup ulumul lisan al-‘Araby menurut Ibnu Khaldun tidak terbatas pada nahwu (gramatika) dan lughah (bahasa) saja, melainkan mencakup juga ilmu bayan dan ilmu adab. Dengan demikian Ibnu Khaldun tidak membedakan ihwal antara ilmu lughah dalam arti yang spesifik dan kajian sastra. Klasifikasi Thasykubra Zadah tentang ilmu-ilmu bahasa dan kajian-kajian yang berkaitan dengannya berdasar pada asas pembedaan antara kajian kosakata lepas dari satu sisi dan kajian kosakata tersusun dari sisi lain. Thasykubra Zadah mengemukakan bahwa kajian kosakata lepas mengkaji lima bidang. Linguistik Arab 56 Pertama, ilmu makharaj al-huruf. Istilah ini dianggap penamaan awal yang spesifik dan mencakup ilmu ashwat (fonetik) pada masa modern. Apabila kajian fonetik itu telah lama dalam pusaka Arab, maka Sibawaih, dan Khalil, dan orang-orang sesudah mereka tidak membuat penamaan khusus baginya dan menyeluruh sampai datang Thasykubra Zadah. Dalam mengklasifikasikan ilmu-ilmu, ia berusaha mengkhususkan kajian ini. Kemudian ia menamakannya “ilmu makharij al-huruf”. Ia menjadikan ilmu ini bidang kajian bahasa yang paling awal. Dengan demikian Thasykubra Zadah sesuai dengan apa yang dikenal oleh para linguis modern setelah beberapa abad. Ilmu makharij al-huruf mengkaji pengetahuan mengoreksi makharij al-huruf – kualitas dan kuantitasnya – dan sifat-sifatnya yang melekat padanya sesuai dengan tuntutan tabiat bangsa arab. Ia bersandar pada ilmu alam dan ilmu anatomi tubuh. Dari pembatasan Thasykubra Zadah tentang tempat ilmu makharij al-huruf dalam bidang kajian bahasa yang paling awal, jelaslah pemahamannya yang dalam terhadap pentingnya ilmu ashwat (fonetik), bahkan pemahamannya terhadap hubungan kajian fonetik dengan ilmu alam dan ilmu anatomi tubuh dianggap orang yang mendahului masanya dan banyak orang yang datang kemudian. Di samping ilmu makharij al-huruf, kajian kosakata menurut Thasykubra Zadah mencakup ilmu lughah. Ia mengkaji substansi kosakata dan tingkahnya dari segi situasinya untuk menunjukkan makna-makna parsial – juga mencakup ilmu wadha’ – (situasi) dan mengkaji tafsiran situasi dan membaginya ke dalam subjektif, kualitatif, umum, dan khusus, maksudnya adalah mengkaji makna-makna kata. Juga, ia mencakup ilmu isytiqaq (derivasi). Objeknya adalah cara keluarnya kata-kata satu sama lainnya. Bidang kajian kosakata yang terakhir adalah ilmu sharaf (morfologi). Oleh karena itu, menurut Thasykubra Zadah kajian kosakata sepadan dengan fonetik/fonologi, morfologi, dan Linguistik Arab 57 semantik dalam bidang linguistik modern. Adapun konstruksi kalimat (sintaksis) dijadikan oleh Thasykubra Zadah sebagai objek kajian pertama dalam susunan kata. Menurutnya, kajian susunan kata mencakup nahwu (sintaksis), ma’ani, bayan, badi’, ‘arudh wal qawafi, dan seterusnya. Dengan demikian Thasykubra Zadah telah menggabungkan kajian-kajian sastra ini dengan ilmu nahwu dalam satu kerangka. Tahanawi dalam mengklasifikasikan ulumul ‘Arabiyyah sangat sesuai dengan klasifikasi ilmu-ilmu ini menurut Thasykubra Zadah. Akan tetapi Tahanawi tidak mengkhususkan bagian tersendiri bagi ilmu ashwat (fonetik) sebagaimana yang diperbuat oleh Thasykubra Zadah, melainkan ia mulai membatasi ulumul ‘Arabiyyah dengan ilmu lughah (linguistik), ilmu sharaf (morfologi), ilmu isytiqaq (derivasi), ilmu an-nahwu (sintaksis), ilmu ma’ani, ilmu bayan, ilmu arudh, ilmu qafiyah, dan lain-lain. Istilah ulumul ‘Arabiyyah masih dipakai oleh budayawan salaf di dunia Arab modern. Syeikh Husen Marshafi telah mengklasifikasikan ulumul ‘Arabiyyah ke dalam ilmu matan lughah, fiqhullughah, ilmu sharaf, dan ilmu nahwu. Perbedaan antara ilmu matan lughah dan fiqhullughah adalah bahwa yang pertama mengkaji kata-kata dengan mempertimbangkan perbedaannya dalam makna-makna yang dibuatnya. Jelasnya, ilmu matan lughah adalah ilmu untuk mengetahui makna hakikat katakata, sedangkan fiqhullughah adalah mengkaji perbedaanperbedaan dalam makna. Demikianlah penamaan-penamaan itu digunakan dalam bidang-bidang kajian bahasa itu bervariasi pada berbagai fase sejarah. Oleh karena itu, istilah-istilah ini dianggap sebagai bagian dari sejarah kajian bahasa. Seyogianya istilah-istilah ini ditinggalkan untuk memperbincangkan sejarah ilmu dengan syarat istilah-istilah modern harus berdasar pada asas teori linguistik modern. Linguistik Arab 58 FASAL IV PERPUSTAKAAN NAHWU Dalam “Akhbar an-Nahwiyyin al-Bashariyyin” Sirafi mengemukakan kisah dua buah kitab yang dinisbatkan oleh sebagian linguis kepada Isa bin Umar (149 H), yaitu kitab “al- Jami’ wal Mukmil”. Kemudian Sirafi mengatakan – sesudah itu – Linguistik Arab 59 kedua kitab ini tidak sampai kepada kita dan saya tidak melihat seorangpun yang menyebutkan bahwa ia telah melihat kedua kitab tersebut. Ibnu Nadim memperkuat hal ini dengan pendapatnya: orang-orang telah kehilangan kedua kitab ini sejak masa yang panjang; tidak ada seorangpun yang kita ketahui dan tidak seorangpun memberitahu kita bahwa ia telah melihat kedua kitab itu. Apabila kita berasumsi akan kebenaran apa yang dinisbatkan kepada Isa bin Umar, maka kajian ilmiah tidak dapat mengatakan sedikitpun dua kitab yang tidak ada pengaruhnya. Para penyusun kitab-kitab ath-Thabaqat menaruh perhatian terhadap kidah penyususnan nahwu dan Ibnu Nadim mencoba mengkaji kisah ini dengan mengatakan: Dan saya melihat dalil yang menunjukkan bahwa nahwu dari Abul Aswad. Inilah hikayatnya, yaitu 4 lembar yang saya kira dari lembar as-Shin: terjemahannya ini: di dalamnya ada pembicaraan tentang fa’il dan maf’ul dari Abul Aswad …, kemudian tatakala orang ini meninggal dunia, kami kehilangan khazanah dan apa yang ada di dalamnya, maka kami tidak mendengar lagi beritanya. Yang dimaksud dengan lelaki itu adalah salah seorang pemilik khazanah para penulis. Linguis tidak dapat mengeluarkan sedikitpun dari berita ini tentang hasil jerih payah Abul Aswad tentang nahwu meskipun ia memiliki hasil karya tentang hal itu pada umumnya. 1. Kitab Sibawaih dan Para Ahli Nahwu Penduduk Basrah Kitab Sibawaih dianggap kitab nahwu Arab yang tertua yang sampai kepada kita. Di samping pendapat-pendapat pengarangnya, Abu Basyar Amr bin Usman, kitab Sibawaih mencakup hasil karya para ahli nahwu lain yang mendahului Sibawaih. Ia memperkenalkan pendapat-pendapat mereka, lalu menyebutkannya dalam kitabnya. Para ahli nahwu ini adalah: Linguistik Arab 60 1) Abdullah bin Ishaq al-Hadhrami (117 H) ; 2) Isa bin Umar ats-Tsaqafi (149 H) ; 3) Abu Amr bin Ula (154 H) ; 4) Khalil bin Ahmad (174 H) ; 5) Yunus bin Habib (183 H) . Ahli nahwu yang tertua ini adalah Abdullah bin Ishaq al- Hadharami yang dianggap oleh Ibnu Salam, penyusun Thabaqat asy-Syu'ara, sebagai orang pertama yang menggali nahwu dan membuat qiyas serta menjelaskan illat-illat. Tidak syak lagi bahwa yang terpenting di antara mereka ini adalah Khalil bin Ahmad, guru Sibawaih yang paling banyak mempengaruhi pikiran-pikiran ilmiahnya. Kitab Sibawaih telah menentukan rambu-rambu kajian dan metode analisis masalah-masalah nahwu bagi generasi-generasi ahli nahwu selama berabad-abad. Pikiran mereka masih berada dalam kerangkanya dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan parsial yang sederhana yang dijadikan dasar mazhab nahwu. Kitab Sibawaih sejak disusunnya pada pertengahan kedua abad 2 H merupakan dasar kajian di seluruh penjuru dunia Islam. Sirafi mengatakan: Kitab Sibawaih karena kemasyhurannya dan kelebihannya menjadi suatu ilmu di kalangan para ahli nahwu. Katanya di Basrah: Fulan telah membaca kitab itu, maka ia mengetahui bahwa itu adalah kitab Sibawaih; ia membaca separoh kitab itu; tidak syak lagi bahwa itu adalah kitab Sibawaih. Orang yang menelusuri sejarah para ahli nahwu Arab mencatat bahwa para ahli nahwu yang memiliki spesialisasi tentang nahwu dan mengetahui kualitasnya dan pengajarannya dengan baik. Akhfasy Said bin Mus'idah (221 H) adalah orang pertama yang mengajarkan kitab Sibawaih. Sirafi mengatakan: Jalan menuju kepada Kitab Sibawaih adalah Akhfasy. Itu karena kitab Sibawaih tidak kita ketahui seorangpun yang membacakannya dihadapan Sibawaih dan Sibawaih tidak membacakannya Linguistik Arab 61 kepadanya. Akan tetapi tatkala Sibawaih wafat. Akhfasy membacakannya kepada Abu Hasan. Dan di antara orang yang membacanya adalah Abu Umar al-Jirmi Salih bin Ishak, Abu Usman al-Mazini Bakar bin Muhammad, dan selain mereka berdua. Dengan demikian murid-murid Akhfasy merupakan kelompok ahli nahwu pertama yang berguru kepada Sibawaih. Setiap orang di antara mereka mempunyai perhatian khusus terhadap kitab itu. Abu Umar al-Jirmi (225 H) menaruh perhatian terhadap kajian bentuk-bentuk sharaf yang terdapat dalam kitab Sibawaih. Dari situ ia menyusun banyak kitab yang tidak kita ketahui kecuali nama-namanya. Juga, ia menyusun "Tafsir Gharib Sibawaih" dan kitab lain dengan judul "Al-Farkh", yaitu Farkh Kitab Sibawaih. Tidak satu pun dari kitab-kitab Al-Jirmi yang masih ada. Akan tetapi kitab-kitabnya termasuk sumber terpenting yang menjadi acuan syarah-syarah Sibawaih berikut. Adapun Abu Ishak Ziyadi (249 H) adalah orang pertama yang menyusun sebuah kitab yang berjudul "Syarah Kitab Sibawaih". Dari kitab ini hanya tinggal beberapa kutipan dalam kitab-kitab kutipannya. Kitab "At-Tashrif" karya Al-Mazini dianggap sebagai kitab kedua tentang nahwu Arab yang sampai kepada kita sesudah kitab Sibawaih. Abu Usman Al-Mazini (248 H) telah berguru kepada Akhfasy. Ia membacakan kitab Sibawaih kepadanya. Juga, ia mengkaji bentuk-bentuk sharaf (morfologi) sebagaimana yang diperkuat oleh temannya, Al-Jirmi. Kitab "At-Tashrif" karya Al- Mazini telah sampai kepada kita dengan diberi syarah oleh Abu Fatah Usman bin Jinni (392 H). dan kitab "At-Tashrif" adalah satu-satunya kitab yang paling dahulu tentang bentuk-betnuk sharaf yang sampai kepada kita. Para penyusun kitab-kitab Ath-Thabaqat bersepakat bahwa Abu Abbas Muhammad bin Yazid al-Mubarrad (285 H) adalah ahli nahwu mazhab Basrah terkemuka pada abad 3 H. Al- Mubarrad telah menyusun sejumlah besar kitab kebahasaan secara Linguistik Arab 62 menyeluruh. Akan tetapi kitab yang terpenting adalah kitab "Al- Muqtadhib", yaitu kitab yang menyeluruh, yang mencakup semua aspek nahwu (sintaksis), sharaf (morfologi), dan bunyi (fonologi) yang dibahas oleh Sibawaih. Kitab inilah yang merupakan kitab kedua sesudah kitab Sibawaih dalam membahas semua aspek ini. Ada banyak masalah gramatika dan kebahasaan yang dibahas oleh al-Mubarrad dalam kitab-kitab lainnya, khususnya dalam kitab "Al-Kamil". Di samping kitab-kitab karya Al-Mubarrad yang sampai kepada kita, ia mempunyai kitab lain yang hilang yang disebutkan oleh kitab-kitab Ath-Thabaqat dan At-Tarajim dengan "Ar-Radd 'ala Sibawaih". Karya AL-Mubarrad tentang kitab dengan judul ini berarti ia – ia adalah orang Basrah – tidak setuju dengan ahli nahwu Basrah terkemuka, Sibawaih, yaitu unit mazhab Basrah adalah masalah yang relatif. Perbedaan sudut pandang Al-Mubarrad terhadap Sibawaih dalam beberapa masalah telah mengakibatkan lahirnya kitab yang membela Sibawaih dan menyanggah Al-Mubarrad, yaitu kitab "Al-Intishar Li-Sibawaih min Al-Mubarrad" karya ahli nahwu Mesir, Ibnu Wallad (332 H). Telah belajar kepada Al-Mubarrad sejumlah besar ahli nahwu terkemuka yang berpengaruh terhadap misi pusaka nahwu, kajian dan komentar tentang nahwu. Murid yang terpenting adalah Abu Bakar bin Siraj (316 H) dan Abu Ishak (311 H), serta Ibu Drastawiah (330 H). 2. Para Ahli Nahwu Mazhab Kufah pada Abad 2 dan Abad 3 Ada banyak nama yang disebutkan oleh kitab-kitab Ath- Thabaqat dan kitab Al-Fihrasat bagi para ahli nahwu dan para linguis Kufah. Ibnu Nadim mengkhususkan bagi mereka fasal tersendiri yang mencakup berita-berita ahli nahwu dan para linguis Kufah. Kisai, Farra, dan Tsa'lab merupakan nama para linguis yang paling umum dalam kitab-kitab nahwu Arab. Tidak sampai Linguistik Arab 63 kepada kita satu kitab pun yang lengkap yang menjelaskan metode analisis nahwu para linguis Kufah. Karena itu, kita tidak mengetahui kitab mereka yang menyerupai kitab Sibawaih atau kitab Muqtadhib karya Al-Mubarrad. Akan tetapi kita dapat mengenal pendapat-pendapat kebahasaan mereka dari kitab-kitab mereka yang mencakup berbagai topik, diantaranya masalahmasalah nahwu dan bahasa. Kisai (197 H) adalah ahli nahwu Kufah yang masyhur yang semasa dengan Sibawaih. Di antara keduanya ada perbedaanperbedaan dan perselisihan-perselisihan. Dari karang-an-karangan Kisai hanya tinggal risalah kecil tentang "Lahn al-'Ammah". Kitab-kitab lainnya telah hilang; kita tidak dapat mengenali pendapat-pendapatnya kecuali melalui kitab-kitab nahwu yang mengutip pendapat-pendapat ini dan meme-liha-ranya dari kepunahan. Ibnu Nadim telah menyebutkan banyak kitab Farra tentang ilmu-ilmu bahasa, antara lain kitab "Al-Hudud" tentang kitab ini telah hilang. Dari kitab ini hanya tinggal daftar topiknya. Ibnu Nadim telah mengutipnya dalam kitab Al-Fihrasat. Sumber yang terpenting untuk mengenali pendapat-pendapat Farra tentang nahwu dan bahasa adalah kitab "Ma'ani Al-Qur`an" yaitu kitab terpenting yang sampai kepada kita. Kitab "Ma'ani Al-Qur`an" bukanlah dalam menafsirkan dengan makna langsung, melainkan ia merupakan kitab tentang bahasa yang menjadikan Al-Qur`an sebagai objeknya. Telah sampai kepada kita tiga kitab lainnya karya Farra, yang mengkaji objek-objek kebahasaan, yaitu Al- Mudzakkar wal Muannats, Al-Manqush wal Mamdud, dan Al- Ayyam wal Layaly, wasy-Syuhur. Ahli nahwu Kufah terkemuka ketiga adalah Tsa'lab (291 H). Abul Abbas Tsa'lab di antara kedua temannya yang semasa sering menjadi tempat perbandingan dengan Abul Abbas Al- Mubarrad. Al-Mubarrad adalah ahli nahwu terkemuka Basrah, Linguistik Arab 64 sementara Tsa'lab adalah ahli nahwu terkemuka Kufah pada periode masa yang sama. Beberapa kitab Tsa'lab telah sampai kepada kita, yang terpenting adalah kitab Al-Fashih, yaitu kitab tentang mufradat (kosakata). Akan tetapi pendapat-pendapatnya tentang nahwu dan bahasa juga terdapat dalam kitab Majalis Tsa'lab. Ada banyak ilmuwan yang disebutkan oleh kitab-kitab Ath-Thabaqat. Hasil karya mereka tentang ilmu-ilmu bahasa terbatas pada pengumpulan kosakata, penentuan bentuk-bentuk sharafnya, pengklasifikasikannya, dan pembukuan catatancatatannya. Di antara mereka ini adalah Abu Amr asy-Syaibani, penyusun kitab "Al-Jim", yaitu kamus bahasa, Abu Ubaid al- Qasim bin Salam, penyusun "Al-Gharibul Mushannaf", yaitu kitab tentang kosakata, Ibnu Sikit, penyusun "Ishlah al-Manthiq", yaitu kitab tentang pembudayaan bahasa. Masing-masing ini menunjukkan bahwa usaha para ulama Kufah berpaling ke kajian dan klasifikasi kosakata. Perhatian mereka terhadap konstruksi bahasa tidak lain kecuali merupakan perhatian skunder yang tidak sampai kepada tataran mazhab Basrah. Oleh karena itu, hanya pendapat para ulama Basrah-lah tentang nahwu Arab yang dominan, pada abad-abad berikutnya. Pada mulanya metode nahwu dan pengajaran nahwu berdasar pada pendapat-pendapat ulama Basrah. 3. Ahli Nahwu pada Abad 4 H Abad 4 H mengenal sekelompok ahli nahwu; kebanyakan mereka di Bagdad. Yang paling terkemuka adalah Ibnu Siraj (316 H), Zajjaj (311 H), Ibnu Drastawaih (wafat sesudah 330 H), Abu Said as-Sairafi (368 H), Abu Ali al-Farisi (377 H), Rammani (385 Linguistik Arab 65 H), dan Ibnu Jinni (391 H). banyak kitab yang sampai kepada kita dari karangan para ahli nahwu ini. Ibnu Siraj (316 H) menaruh perhatian besar terhadap kitab Sibawaih. Ia mengajarkan kitab Sibawaih. Ia mengomentari berbagai naskah kitab Sibawaih, kemudian menbandingkan naskah-naskah yang beredar pada masanya. Ia membuktikan sejumlah perbedaan di antara naskah-naskah ini. Kitab Sibawaih hingga waktu itu merupakan dasar pengajaran nahwu. Oleh karena itu, banyak naskah dan banyak pembuatan klise serta perbedaan. Ibnu Siraj yang dilahirkan sesudah wafat Sibawaih kurang dari 100 tahun merasa perlu berhadapan untuk meng-kontraskan berbagai naskah untuk mencapai naskah yang benar. Kemudian ia melakukan hal itu dan membukukan komentar-komentarnya sekitar perbedaan naskah kitab Sibawaih dalam kitab “Ushul an- Nahw”. Kitab Ushul an-Nahw karya Ibnu Siraj dianggap kitab ketiga sesudah kitab Sibawaih dan kitab al-Muqtadhib karya Mubarrad. Apabila Ibnu Siraj adalah orang pertama yang berupaya mewujudkan kitab Sibawaih, maka di samping itu ia adalah penyusun Ushul an-Nahw (Dasar-dasar Nahwu). Lebih dari satu kitab dari kitab-kitab Abu Ishaq Az-Zajjaj (311 H) yang sampai kepada kita. Karangan yang terpenting yang masih ada pada kita adalah kitab “Sirr an-Nahw”. Kitab ini membahas topik “Al-Mamnu’ min ash-Sharf”. Dari komparasi kitab ini, jelaslah bahwa ia menyusunnya untuk memudahkan memahami kitab Sibawaih, lalu menyusun kitab “Sirr an-Nahw”. Hal itu ditunjukkan oleh kenyataan bahwa susunan topik “Sirr an- Nahw” adalah sama dengan susunan bab kitab Sibawaih tentang topik al-Mamnu’ min ash-Sharf. Susunan dalamnya adalah sama dalam kedua kitab itu. Pada pertengahan abad 4 H Bagdad mengenal tiga orang yang termasuk para linguis dan para ahli nahwu. Abu Said as- Sirafi (368 H) terkenal dengan syarahnya yang besar terhadap Linguistik Arab 66 kitab Sibawaih. Juga, Rammani (385 H) terkenal dengan syarahnya terhadap kitab Sibawaih. As-Sirafi dan Rammani samasama kagum terhadap Sibawaih dan keduanya mengikuti metode para ahli nahwu Basrah. Akan tetapi kedua syarah itu berbeda. Sirafi mengemukakan banyak bukti dan pendapat nahwu dan menyajikan dalam kitabnya pengetahuan tentang nahwu dan kebahasaan yang mendalam. Adapun syarah Rammani tidak mencerminkan perhatian terhadap bukti-bukti atau pendapatpendapat para ahli nahwu yang hidup sesudah Sibawaih. Seolaholah ia cukup mensyarahi kandungan kitab Sibawaih dengan metode logika. Syarah Sirafi mempunyai keistimewaan dengan menaruh perhatian terhadap topik-topik yang belum memperoleh perhatian yang di kalangan para ahli nahwu yang semasa dengannya. Pada akhir syarahnya tentang kitab Sibawaih, Sirafi mengkhususkan bab khusus tentang kajian ashwat (fonologi) menurut pendapat para ahli nahw. Adapun ahli nahwu yang ketiga adalah Abu Ali al-Farisi (377 H). Banyak kitabnya yang sampai kepada kita, antara lain “Al-Masail asy-Syiraziyyat” di samping kitabnya tentang ilmu qiraat “Al-Hujjah fi al-Qiraat”. Abul Fatah Usman bin Jinni (392 H) telah berguru kepada para ahli nahwu yang terkemuka ini sehingga ia menjadi ahli nahwu Bagdad terpenting pada masanya. Ibnu Jinni telah menyusun banyak kitab tentang ilmu bahasa, antara lain kitab “Al- Khashaish” yang mencakup sejumlah masalah sharaf (morfologi), dalalah (semantik) dan nahwu (sintaksis). Dan kitab “Sirr Shinaah al-I’rab” karya Ibnu Jinni bukan i'rab nahwi, melainkan ia merupakan kitab bahasa Arab pertama yang berdiri sendiri tentang kajian fonologi. maka i'rab menurutnya adalah ibanah (kejelasan) pengucapannya. Ilmu-ilmu bahasa dimulai pada abad 4 H di Mesir dan Andalusia sebagai perpanjangan hasil usaha para ulama Bagdad. Ibnu Wallad (332 H) dan Abu Ja'far an-Nahhas (338 H) telah Linguistik Arab 67 belajar kepada Az-Zajjaj. Mereka berdua merintis ilmu nahwu di Mesir. Ibnu Wallad adalah ahli nahwu pertama di Mesir. Beberapa kitabnya telah sampai kepada kita, seperti “Al-Maqshur wal Mamdud” dan “Al-Intinshar li Sibawaih min Mubarrad”. Adapun Abu Ja’far an-Nahhas telah menaruh perhatian terhadap[qiraat dan kitab Sibawaih, dan menyusun kedua kitab itu. Di Andalusia ilmu-ilmu bahasa mulai mengambil bentuknya yang jelas dengan hijrahnya Abu Ali al-Qali (356 H) sesudah ia belajar ilmu bahasa di Bagdad. Dengan demikian Abu Ali al-Qali mengutip kajian kitab Sibawaih dan mengajarkan bahasa dan sastra kepada Andalusia. Atas jasa dialah mulai muncul mazhab ilmu bahasa di Andalusia. 4. Buku-buku Ajar Nahwu dan Nadham Abad 4 H telah mengenal kecenderungan baru bagi penyusunan buku-buku ajar nahwu. Kitab pertama dalam kelompok ini adalah kitab “Al-Jumal” karya Zajjaji (337 H). dalam kitab “Al-Jumal” Zajjaji telah menampung semua bab nahwu dan sharaf dengan gaya bahasa yang mudah dan singkat. Dan Ibnu Siraj telah menyusun kitab ta’lim (buku ajar) dengan judul “Al-Mujaz fi an-Nahw”. Kemudian Abu Ali al-Farisi (377 H) menyusun dua buku ajar, yaitu “Al-Idhah” tentang nahwu dan “At-Takmilah” tentang sharaf. Ibnu Jinni (391 H) menyusun buku ajar, yaitu “Al-Lama’”. Buku-buku ini secara simultan berbeda dengan kitab-ktiab nahwu sebelumnya. Buku-buku ajar merupakan buku-buku singkat dan jelas bukti-buktinya serta mencakup semua bab dalam sajian yang mudah dan bahasa yang jelas. Oleh karena itu, pengajaran nahwu seputar kitab-kitab itu berlangsung selama beberapa abad. Maka banyaknya syarahnya karena keaneka-ragaman buku-buku ajar ini. Penduduk Andalusia mempelajari kitab “Al-Jumal” karya Zajjaji, Linguistik Arab 68 kemudian mereka menyusunn lebih dari 20 syarah atas dasar kitab itu. Buku-buku ajar tentang nahwu pada abad 5 H dan abadabad berikutnya semakin bertambah. Dan muncullah usaha-usaha lain untuk membuat buku ajar dalam bentuk Nadham supaya dihafalkan oleh para siswa. Di antara hasil karya yang terma-syhur ini adalah “Al-Fiyyah Ibnu Malik” (672 H). Ibnu Malik berusaha menyusun semua kaidah nahwu dalam bentuk qasidah yang mudah dihafal. Hasil jerih payah Ibnu Malik terfokus pada perumusan dan pengukuhan pendapat ahli nahwu atas yang lainnya. Ibnu Malik dan putra-putra sezamannya merupakan orang yang paling menjauhi pengamatan perubahan bahasa dan pencatatan korpus baru atau peninjauan terhadap korpus lama dengan metode baru. Orang-orang yang sezamannya mengaguminya sebagaimana abad-abad berikutnya mengagumi keunggulan Ibnu Malik dalam merumuskan Al-Fiyyahnya yang mengungguli Al-Fiyyah-Al-Fiyyah lainnya. Karena itu, guru-guru nahwu menaruh perhatian terhadap syarahnya. Gerakan penyusunan syarah terhadap kitab Al-Fiyyah berlangsung terus tanpa terputus lebih dari 5 abad. Di antara syarah yang termasyhur ini adalah syarah Ibnu Aqil (769 H) dan Al-Asymuni (929 H). ash- Shabban (1206 H) telah membuat hasyiat (footnote) atas syarah Al-Asymuni. Nadham, syarah, dan hasyiat masih menduduki jam- jam nahwu di kebanyakan lembaga ilmu yang mementingkannya. 5. Ensiklopedia Nahwu dan Syarah Fenomena penyusunan ensiklopedia nahwu menyamai penyusunan buku-buku ajar dan nadham. Ensiklopedia nahwu yang dimulai dengan “Al-Mufashshal” karya Zamachsyari (538 H) ditandai dengan penekanan yang kuat dan usaha pengumpulan pendapat para ahli nahwu serta perhatian terhadap pembagian topik-topik secara internal. Perumusan yang menekankan buku- Linguistik Arab 69 buku ini telah membawa pentingnya buku-buku tersebut diberi syarat agar dapat dipahami. Seolah-olah buku-buku itu disusun secara singkat agar dihafalkan. Kitab “Al-Munfashshal” karya Zamachsyari merupakan kitab yang terfokus mencakup semua bab nahwu Arab antara dua sampulnya. Al-Munfashshal telah disyarahi 10 kali; di antaranya tidak dicetak kecuali syarah Ibnu Ya’isy (643 H). Sesudah Ibnu Hajib (646 H) menyusun dua matannya untuk bahan ajar: “Al-Kafiyah” tentang nahwu dan “Asy- Syafiyah” tentang sharaf, pensyarah mulai mengkaji kedua buku itu dengan rinci dan komentar. Atas dasar masing-masing dari keduanya telah disusun 10 syarah dalam bahasa Arab dan bahasa Turki. Syarah Al-Kafiyah dan Asy-syafiyah yang termasyhur adalah syarah Radhi Strabadzi (688 H) terhadap kedua kitab itu. Ada banyak hasil usaha untuk mengomentari syarah Strabadzi terhadap kitab Al-Kafiyah dan menjelaskan syawahidnya. Yang termasyhur adalah kitab “Khizanatul Addab” karya Abdul Qahir al-Bagdadi. Tidak syak lagi bahwa hasil karya ensiklopedia yang terbaik pada masa ini adalah kitab “ Mughni Labib” karya Ibnu Hisyam (762 H). Ibnu Hisyam mengikutsertakan anak-anak sezamannya dalam menaruh perhatian terhadap penyusunan dan pensyarahan matan ajar. Kemudian ia menyusun matan “Syudur adz-Dzahab”, matan “Qathr an-Nada dan syarahnya, dan kitab Ibnu Hisyam “Audhhul Masalik” syarah Al-Fiyyah Ibnu Malik. Akan tetapi kitabnya yang paling penting adalah kitab Mughni Labib karena ia merupakan kitab tentang kalimat bahasa Arab dan analisisnya secara nahwi. Suyuti ikut serta menyusun ensiklopedia nahwu dengan beberapa karangan besar yang didalamnya mencakup pendapatpendapat para pendahulunya. Karena itu Suyuti dalam semua kitabnya adalah seorang linguis dengan mengikuti metode Linguistik Arab 70 kompilasi dan komposisi. Ia menghimpun segala pendapat dalam berbagai kitab tentang topik yang sama. Didalamnya ia menyusun sebuah kitab besar. Dan di antara hasil karyanya tentang nahwu adalah kitab “Ham’ul Hawami’. Kemudian mensyarahinya dengan kitab ensiklopedia, yaitu “Jam’ul Jawami’, kemudian mensyarahinya dengan kitab ensiklopedia, yaitu “Ham’ul Hawami’”. Pentingnya kitab “Ham’ul Hawami’” adalah untuk mencatat banyak pendapat dan perbedaan nahwu dan perhatiannya terhadap para ahli nahwu Andalusia yang buku-bukunya telah memberikan peluang kepadanya. Dalam Ham’ul Hawami’ dalam ratusan tempat kita dapati nama-nama para ahli nahwu Andalusia dan Maghribi (Maroko_ mutakhir, seperti Ibnu Ushfur, Ibnu Khuruf, Ibnu Tharrawah, dan Syalaubin. Sekarang kita tidak mengetahui pendapat-pendapat mereka ini kecuali sekedar kita ketahui melalui kutipan-kutipan Suyuti dari kitab-kitab mereka. Kitab “Al-Asybah wa an-Nadhair” karya Suyuti mencakup banyak kebohongan dari kitab-kitab nahwu Timur dan Barat yang tersedia bagi Suyuti. Gerakan penyusunan nahwu Arab masih berlangsung pada Usman dalam kerangka pembuatan syarah terhadap matan-matan dan nadham-nadham buku ajar. Nilai suatu karya tulis tentang nahwu terfokus pada ketercakupannya jika ia menyusun syarah ensiklopedia atau dalam susunannya yang baik jika ia mensyarahi matan bahan ajar. Abdul Qadir al-Baghdadi dinggap sebagai model pensyarah syawahid. Ia menyusun dua kitab, yaitu 1) Kitab Khizanatu Adab dalam menjelaskan syawahid al-Kafiyah; 2) dalam mensyarahi syawahid Mughni Labib. Kedua kitab itu merupakan ensiklopedia besar yang mencakup banyak data tentang bahasa, nahwu, dan sastra. Dan ada banyak syarah sebagai bahan ajar yang telah disusun oleh guru-guru nahwu di Al-Azhar, Syeikh Hasan al-‘Aththar. Sebagian mereka ini membahas syawahid buku-buku ajar, kemudian mereka men-syarahinya, Linguistik Arab 71 seperti syarah syawahid syarah Ibnu Aqil karya Jurjawi dan syarah syawahid syarah syudzur adz-Dzahab karya al-Bayumi. Perhatian para guru nahwu di Al-Azhar masih terbatas pada kerangka syarah-syarah yang mendalam yang belum mendatangkan hal yang baru. Bukan suatu kebetulan jika orang pertama yang menaruh perhatian terhadap kitab Sibawaih pada masa modern dan mentahqiqnya secara ilmiah adalah orientalis Perancis Doranbor. Gerakan pembaharuan dalam penyajian nahwu Arab dalam bentuk modern berkaitan dengan kitab “At- Tuhfah al-Maktabiyyah li Taqribil Lughah al-‘Arabiyyah”. Rifa’ah Thahthawi telah menyusun kitab ini berdasarkan pola karangan nahwu linguis Perancis. Ketika Rifa’ah Thahthawi tinggal di Perancis, ia kagum dengan metode para linguis Perancis dalam menyajikan nahwu. Kemudian berdasarkan metode para linguis yang semasa dengannya, ia tampil memberikan syarah (penjelasan), hamiys (footnote), ta’liq (komentar), dan taqrir (ketetapan). Dan ia menyusun sebuah kitab yang sederhana bahasanya dan mudah penyajiannya; ia tidak bermatan dan tidak bersyarah, melainkan ada satu teks untuk dibaca, lalu dipahami. Dengan demikian mulai bermunculan buku-buku ajar modern tentang nahwu Arab. Kemudian sesudah itu, muncullah gerakan mentahqiq pusaka nahwu dan kitab-kitab nahwu dasar yang sedini mungkin mulai tampak melalui tahqiq oleh para ulama Arab. FASAL BAHASA ARAB DI JAZIRAH ARAB Linguistik Arab 72 1. Prasasti Bahasa Arab Klasik Kajian lapangan yang telah dilakukan oleh sejumlah orang Eropa di daerah Utara Jazirah Arab mulai dari pertengahan abad 19 sampai sekarang telah menemukan ribuan prasasti. Perlu dicatat bahwa sebagian prasasti ini terulis dengan penuh perhatian dan ketelitian. Setiap huruf mempunyai bentuk yang jelas dan distingtif. Akan tetapi ada sebagian prasasti ini tidak tertulis secara hati-hati. Oleh karena itu, tidak setiap huruf memiliki ciri-ciri yang jelas dan distingtif. Jenis prasasti pertama dinamakan inskripsi (inscription), sementara jenis prasasti yang kedua dinamakan grafiti. Prasasti-prasasti yang banyak ini dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok. Yang terpenting adalah kelompok prasasti Tsamud, kelompok prasasti Shafat, dan kelompok prasasti Lihyan. Pembagian ini didasarkan pada beberapa kriteria yang terpadu, yang terpenting adalah tempat adanya prasasti, karakteristik bahasa, dan karakteristik tulisan. Semua kriteria ini membatasi bagi kita keberadaan prasasti itu sendiri sebagai prasasti Shafat atau Tsamud atau Lihyan. Prasasti Tsamud Prasasti Tsamud bernisbat kepada kabilah Tsamud yang namanya tercantum dalam prasasti-prasasti ini. Juga, namanya tercantum dalam banyak ayat Al-Qur`anul Karim dan di dalamnya ada kisah penduduknya. Sebagian linguis telah memunculkan masalah bahwa para penulis prasasti ini adalah satu kabilah atau beberapa kabilah yang berkomunikasi dengan bahasa yang sama. Pertanyaan ini tidak ada jawabannya karena prasasti merupakan satu-satunya sumber bagi kita tentang sejarah para penulis prasasti ini. Dan tidak ada pembatasan yang jelas bagi kata kabilah. Apabila setiap masyarakat manusia merasakan semacam nisbat yang mengakar, yang dapat dianggap suatu kabilah, maka satu kabilah dapat terbagi menjadi dua kabilah atau lebih. Akan Linguistik Arab 73 tetapi terbukti bahwa orang-orang Tsamud telah membentuk satu masyarakat bahasa. Inilah yang menjadi perhatian kita dalam kerangka kajian bahasa. Prasasti Tsamud ditemukan di daerah Madain Shalil di Barat Laut Jazirah Arab dan daerah-daerah lain yang berdekatan dengannnya, seperti Madinatul Ula (dia ada dalam sejarah lama). Juga, prasasti ditemukan di Hail, Taima, dan Tabuk. Dan ada beberapa prasasti yang ditemukan di luar Jazirah Arab; prasasti yang terpenting adalah di Semenanjung Jazirah Sinai. Kebanyakan prasasti Tsamud mencakup hal-hal yang bersifat pribadi yang tidak berkaitan dengan konteks sejarah atau kejadian-kejadian penting yang memungkinkan menulis prasasti ini dalam sejarah. Oleh karena itu, tidak mungkin kita menentukan waktu pembukuan kebanyakan prasasti ini secara langsung. Satu-satunya sejarah yang dapat dipastikan adalah sejarah prasasti Tsamud yang menyamai prasasti Nabaten; keduanya dari tahun 162 sesudah runtuhnya daulat Nabaten. Orang-orang Arab Utara Jazirah Arab mencatat sejarah jatuhnya daulat Nabaten tahun 105 M, yaitu prasasti Tsamud yang dimaksud merujuk ke tahun 267 M. para linguis cenderung kepada sejarah prasasti Tsamud karena mengacu pada konteks lain yang bertalian dengan bentuk-bentuk huruf. Huruf-huruf yang serupa adalah dari satu periode masa. Manakala bentuk-bentuk huruf itu beragam, maka itu adalah dari periode waktu yang saling berjauhan. Sesuai dengan kriteria ini, prasasti Tsamud yang paling klasik pada abad 5 SM dicatat dalam sejarah dan prasasti yang paling baru pada abad 4 M, yaitu prasasti tersebut membentang sesuai dengan penilaian ini kira-kira 9 abad. Prasasti Shafa Prasasti Shafa bernisbat kepada tempat ditemukannya. Di dekat Jabal Shafa yang terletak Tenggara Damaskus ditemukan sekelompok besar prasasti ini. Kemudian prasasti itu dinamakan Linguistik Arab 74 prasasti Shafa. Sesudah itu, ditemukan banyak prasasti di daerahdaerah yang berdekatan dengan daerah ini. Akan tetapi prasasti itu sesuai dengannya dalam tulisan dan karakteristik bahasanya. Oleh karena itu, ia juga dianggap bagian dari prasasti Shafa. Kebanyakan prasasti Shafa bebas isyarat historis apapun. Akan tetapi sebagiannya menunjukkan beberapa kejadian yang terkenal. Prasasti-prasasti itu telah menyebutkan banyak kejadian pada abad 2 H. tidak syak lagi bahwa penduduk Shafa dahulunya berada di daerah ini sebelum kejadian-kejadian ini dalam waktu yang lama. Ada sekelompok prasasti yang mempunyai nama-nama beberapa orang yang terkenal dalam sejarah daerah ini. Kemudian raja Udzainah pernah memerintah Tadmur pada pertengahan abad 3 M. namanya ada dalam prasasti-prasasti yang semasa dengannya. Prasasti-prasasti lain yang di dalamnya ada nama-nama Rumania, seperti Alexander Severus, Septimus Severus, merujuk ke abad 3 M juga. Dan ada prasasti yang mempunyai sebutan terhadap Umruul Qais, raja bangsa Arab. Jika ini benar, maka ia mulai dari awal abad 4 H. Demikianlah sebagian prasasti dapat menentukan waktu pembukuannya pada abad 2 atau abad 3 atau awal-awal abad 4 M. Akan tetapi permulaan penulisan prasasti Shafa masih diliput ketaksaan. Prasasti Lihyan Prasasti Lihyan bernisbat kepada daulat Lihyan yang disebutkan oleh prasasti itu sebagai situasi politik yang menguasai daerah Barat Laut Jazirah Arab. Di daerah Al-Ula (Didan) telah ditemukan sekelompok prasasti. Tampaknya, lahirnya kerajaan Lihyan berkaitan dengan jatuhnya daulat Main, yaitu daulat Arab Selatan yang ada pemakaiannya di Utara. Pada abad 2 SM daerah Didan mulai merasa bebas, kemudian mereka mulai menulis secara distingtif. Dan ada prasasti-prasasti Lihyan yang berlangsung sampai kepada kita hingga akhir abad 3 M, yaitu Linguistik Arab 75 prasasti-prasasti ini ditulis selama 5 abad yang dimulai dengan kemerdekaan Lihyan dan berkahir dengan berakhirnya kerajaan Lihyan di tangan Rumania. Khat (Tulisan) Prasasti Tsamud, Shafa, dan Lihyan ditulis dengan khat abjad yang berdasar pada asas khat Arab klasik Selatan. Meskipun ada perbedaan yang mencolok dalam bentuk sebuah huruf dalam setiap kelompok prasasti yang banyak, namun semua bentuk huruf ini dianggap rentangan langsung bagi bentuk huruf dalam khat Arab klasik Selatan. Ada prasasti-prasasti yang ditulis dari kanan ke kiri dan prasasti lainnya ditulis dari kiri ke kanan. Arah tulisan itu berbeda dari satu prasasti ke prasasti lain. Dan ada prasastiprasasti yang ditulis dengan boustrophedon, yaitu baris pertama ditulis dari kanan ke kiri kemudian baris kedua ditulis dari kiri ke kanan, kemudian baris ketiga ditulis dari kanan ke kiri. Demikianlah. Semua prasasti Arab klasik dalam menuliskan bunyi-bunyi sama. itu ,). ... ... seperti: konsonan, ( Setiap bunyi mempunyai huruf yang distingtif. Akan tetapi perbedaan yang prinsipil antara tulisan prasasti dan tulisan Arab sekarang adalah bahwa prasasti-prasasti ini tidak menuliskan harakat thawilah (vokal-vokal panjang), terutama tidak menuliskan harakat qashirah ,)..((vokal-vokalpendek).Ketikadalamsalahsatuprasastiada maka mungkin yang dimaksud adalah kata yang )..( menunjukkan nisbat kabilah. Mungkin juga maksudnya adalah .Bisajugamaksudnyaadalah ).? >(yangmenunjukkan ).¬*(kata
.Iniberartibahwasanyaadalahsulitbagikitauntuk ). "(harfjar
mengidentifikasi pengucapan suatu kata secara utuh, yang ada
dalam prasasti-prasasti ini. Harakat thawilah (vokal panjang) itu
tidak lengkap dan harakat qashirah (vokal pendek) juga tidak
lengkap. Ciri ini mempengaruhi tidak menonjolnya wazan-wazan
Linguistik
Arab
76
yang utuh. Maka perbedaan antara wazan ( )dan wazan ( )
@* *
terbatas pada adanya fathah qashirah (vokal a pendek) sesudah
prasasti-prasastiini. Keduanya tidakditulis dalam kedua. ) .(
ditulisdenganhuruf ) @ (danfi’il ) (Olehkarenaitu,fi’il
Iniberartibahwabahwasanyaapabila .) .– .– .(yangsama
maka tentu ia menunjukkan bunyi ditulis, ). ..(ditemukan
konsonan, bukan harakat thawilah (vokal panjang). Demikian juga
ituditulis,makaiamenunjukkanbunyikonsonan ). .(apabila
di dalamnya )¬E! (,)....(Misalnya, vokal. bukan
menunjukkan bunyi konsonan yang (diiringi fathah). Tidak
ditulisnya harakat qashirah (vokal pendek) mengakibatkan kita
tidak mengetahui tabiat harakat-harakat itu, baik di dalam maupun
di akhir kata. Atas dasar itu, masalah tanda i'rab tidak dikaji.
Apakah ada tanda i'rab atau tidak adanya itu berdasarkan prasastiprasasti
ini. Demikian tanwin tidak ditulis dalam prasasti-prasasti
ini sebelum kita mengasumsikan adanya tanwin itu di dalamnya.
Atas dasar itu, cara penulisan prasasti-prasasti ini menyebabkan
pemanfaatannya untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik
bahasa itu menjadi terbatas, ia ber-manfaat dalam
mengidentifikasi adanya beberapa kata dalam prasasti-prasasti ini
dan dalam mengidentifikasi makna-mak-nanya di dalamnya dari
konteksnya. Juga, ia bermanfaat dalam mengidentifikasi beberapa
karakteristik kalimat.
Bahasa
Ketika linguis menemukan seperangkat prasasti di Utara
Jazirah Arab dekat daerah Syam dan Irak, yang selalu melontarkan
beberapa hipotesis sekitar bahasa dalam prasasti ini, mungkin
bahasa itu adalah bahasa Arab; bisa juga bahasa Kan’an, dan
mungkin saja bahasa Aramea. Bisa saja bahasa itu merupakan
perluasan bahasa lain dari luar daerah ini, seperti bahasa Arab
Linguistik
Arab
77
Selatan. Kajian-kajian lapangan tentang bahasa prasasti ini telah
membuktikan bahwa bahasa itu adalah bahasa Arab. Prasastiprasasti
ini dapat dibaca tanpa kesulitan dengan pertimbangan
bahwa prasasti itu adalah berupa teks-teks bahasa Arab.
Dalam prasasti-prasasti ini terdapat sejumlah fi’il yang kita
kenal bentuknya dan maknanya dalam bahasa Arab. Fi’il-fi’il yang
terpenting adalah:
Dalam prasasti-prasasti ini, kamus isim mencakup banyak kata
.:)* . 8G ..F
... .yangdikenaldalamkehidupanSahara,seperti:
Prasasti-prasasti mencakup sejumlah harf yang dikenal dalam
.Demikianlah. " .( . 9 ..
. .. J . .. I .bahasaArab,antaralain:
prasasti-prasasti itu dari segi leksikonnya sama dengan bahasa
Jahiliyyah.
Ada dua fenomena yang perlu dicatat dalam prasasti
danpemakaian ).(prasastiini,yaitu:1)pemakaianisimmasushul
Keduaciriiniterdapatdalambeberapadialek .).(adawatta'rif
ditulis terkadang ).(
Arab. Adapun yang dalam prasasti itu
dan terkadang ).. ......(i'rabnya bertashrif dari segi
mengharuskan salah satu kasus tersebut tanpa tashrif i'rab.
Meskipun demikian, tidak syak lagi bahwa pemakaian kata ini
sebagai isim maushul adalah apa yang dahulunya telah dikenal
oleh kabilah Thai. Para ahli nahwu mengemukakan bahwa kabilah
Thai dahulu menggunakan kata sebagai isim maushul.
)..(
sebagai adawat ta'rif dengan ). .(Adapun pemakaian
mengandung makna isyarat, maka itulah pemakaian yang dikenal
oleh banyak dialek Arab di Syam dan Jazirah Arab hingga
.).
'M(dan ). (sekarang ketika mereka mengatakan
Sesungguhnya karakteristik bahasa prasasti Tsamud, Shafa, dan
Lihyan membuktikan bahwa para penuloisnya adalah dari
lingkungan bahasa Arab. Dan isim-isim ‘alam (nama-nama diri)
yang terdapat dalam prasasti-prasasti ini membuktikan bahwa para
Linguistik
Arab
78
penulisnya adalah orang-orang Arab Jahiliyyah, para penyembah
berhala. Di dalamnya kita temukan nama-nama dalam bahasa
didalamnya kita Juga, .N
...* .7
.(< seperti: Arab temukan isim-isim murakkab yang dinisbatkan kepada sembahan @ (' . ..¬ )O .@ .¬* .@ sembahanJahiliyyah,seperti: Ini nama-nama Para .¬R ... 9¬R . adalah Jahiliyyah. pemiliknya hidup dengan kehidupan yang memberikan kesaksian bahwa nama-nama itu adalah nama-nama kabilah. Para penulis prasasti ini menyebutkan nasabnya dan mengenalnya secara rinci. Maka silsilah nasab merupakan prasasti yang paling menonjol. Para penulis prasasti ini menisbatkan dirinya kepada kabilahkabilah mereka dalam sejumlah besar prasasti dengan menggunakan kata yang mengungkapkan nisbat kabilah. Demi )..( kianlah karakteristik bahasa prasasti ini dan isim-isim ‘alam yang terdapat di dalamnya serta silsilah di dalamnya membuktikan bahwa para penulis prasasti ini adalah orang-orang Arab dan dialek mereka sehari-hari masuk dalam kerangka dialek Arab. 2. Dialek Arab dan Bahasa Fusha Sumber-sumber klasik yang membantu kita dengan beberapa fenomena bahasa dalam dialek-dialek Arab klasik terbagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu: 1) kitab-kitab nahwu dan 2) kitab-kitab bahasa dan kamus. Kebanyakan korpus yang terapat dalam kitab-kitab nahwu dan bahasa dikumpulkan dari dialek-dialek Gurun Sahara pada abad pertama dan abad kedua. Para linguis yang mengimpun korpus ini mencoba melihat – dengan kriteria salah benar – semua fenomena bahasa yang mereka kenal pada masanya. Oleh karena itu, mereka menolak mengambil bahasa dari kabilah-kbailah yang hidup di daerahdaerah yang berbatasan dengan perkotaan di gurun Sahara Syam atau Irak. Juga mereka melihat dialek-dialek Arab di Selatan dengan penuh keraguan dan mereka tidak mengambil bahasa dari Linguistik Arab 79 padanya. Mereka tidak berusaha menghimpun fenomenafenomena itu dengan tujuan mengkajinya secara menyeluruh yang menisbatkan kepada setiap kabilah segala fenomena yang ada padanya. Sesungguhnya mereka itu hanya membatasi cita-cita mereka pada pencatatan beberapa fenomena yang meng-alihkan pandangan mereka pada beberapa kabilah. Di sini kita dapat mengatakan bahwa kitab-kitab nahwu dan bahasa tidak menyajikan kepada kita kecuali sebagian kecil dan terbatas dari kehidupan bahasa sampai abad 2 H. Bagian inilah yang merupakan beberapa dialek Badwi. Para ahli nahwu dan para linguis mempelajari bahasa dari beberapa kabilah di Semenanjung Jazirah Arab. Mereka menghindari sejumlah besar kabilah yang bercampur dalam kehidupannya selain dengan orang-orang Arab. Demikian pula mereka menghindari dialek-dialek yang muncul di perkotaan yang ditaklukkan. Juga mereka enggan mempelajari bahasa dari kabilah-kabilah Selatan. Pemerhati kitab-kitab nahwu dan bahasa mengamati bahwa kebanyakan korpus yang dibawa kitab-kitab ini dinisbatkan kepada dialek-dialek Hijaz, Tamim, Hudzail, dan Thai. Ada banyak fenomena yang muncul tanpa dinisbatkan kepada kabilah tertentu. Para penghimpun bahasa mengambil sikap yang berbeda dengan sikap linguis modern. Mereka memandang dialek-dialek ini dan menganalogikannya dengan kriteria bahasa fusha yang benar dan bahasa menyimpang dari kaidah-kaidah serta kerusakan bahasa yang tidak boleh diterima di kalangan orang terdidik. Oleh karena itu, mereka mengabaikan dialek-dialek itu di mana perbedaan antara dialek dan bahasa fusha menjadi jauh. Dan mereka tidak memperhatikan kecuali dialekdialek yang dalam karakteristiknya mendekati bahasa Arab fusha. Inilah dialek Hijaz, Tamim, Hidzail, dan Thai. Kita akan mecoba mengkaji beberapa fenomena yang terdapat dalam kitab Sibawaih, yang dinisbatkan kepada dialek- Linguistik Arab 80 dialek ini dengan kajian kebahasaan secara deskriptif. Kita akan mulai dengan fonologi, kemudian sesudah itu beralih ke morfologi, kemudian sintaksis. Hamzah antara Tahqiq dan Takhfif Hal yang pertama kali diperhatikan dalam dialek Hijaz dari segi fonologi adalah bahwa dialek itu tidak mengenal tahqiq hamzah, yaitu mengucapkan hamzah sebagai konsonan. Kitabkitab yang berbahasa Arab selalu berbicara tentang tahqiq hamzah dan mensbatkannya kepada dialek Tamim dan berbicara tentang takhfif hamzah atau pengucapan hamzah dengan pengucapan antara tahqiq dan takhfif dan menisbatkannya kepada dialek Hijaz. Sibawaih mengatakan: Ketahuilah bahwa setiap hamzah yang difathahkan yang sebelumnya fathah, maka kau jadikan dia apabila kau ingin mentakhfifkannya antara hamzah dan alif dalambahasapendudukHijazapabila ) .(Misalnya: sakinah. kau tidak mentahqiq sebagaimana Bani Tamim mentahqiqnya. Dari teks ini jelaslah bahwa mentahqiq hamzah menurut Bani Tamim adalah kontras dengan mentakhfif menurut penduduk Hijaz. Sibawaih mengatakan hamzah yang ditakhfif dengan mengatakan bahwa hamzah itu diucapkan dengan pengucapan yang membuatnya ada di antara hamzah dan alif sakinah. Apabila kita mencoba memahami pembicaraannya secara fonologis, maka kita amati bahwa hamzah itu – yakni hamzah yang ditahqiq – hanya diucapkan akibat pertemuan yang utuh yang menimbulkan tertutupnya sesaat pada pangkal tenggoraokan yang diikuti oleh kelapangan yang mendadak, lalu keluarlah bunyi ini berbeda secara prinsipil dengan pengucapan fathah thawilah, yaitu apa yang dinamakan alif oleh Sibawaih. Maka fathah thawilah adalah salah satu harakat (vokal). Harakat itu berbeda dengan bunyibunyi konsonan dalam kelapangan makhrajnya. Tidak terjadi kesempitan yang berat yang menyebabkan hambatan dalam Linguistik Arab 81 jalannya arus udara. Munculnya hambatan ini, kemudian merenggangnya termasuk karakteristik pengucapan bunyi-bunyi konsonan. Adapun pengucapan vokal, arus udara bisa lewat dari dalam ke luar tanpa hambatan sedangkan hamzah termasuk bunyi konsonan. Akan tetapi vokal panjang yang dalam khat Arab ditulis dengan alif tidak termasuk bunyi konsonan. Menurut Sibawaih takhtif penutupan seketika dalam pangkal tenggorokan itu lewat tanpa terhalangi oleh penutupan paringal. Imalah Di antara fenomena-fenomena yang disebutkan oleh Sibawaih adalah fenomena imalah. Imalah adalah salah satu fenomena yang bertalian dengan pengucapan vokal panjang dengan pengucapan yang menjadikannya berada di antara fathah yang nyata dan kasrah yang nyata. Dalam hal ini Sibawaih mengatakan: Alif diimalahkan apabila sesudahnya ada huruf yang dikas-rahkan. Sesungguhnya mereka .@ 6 .@ 9 .( : .(J . S.... Misalnya: mengimalahkannya karena kasrah yang ada sesudahnya, yang mereka ingin menekannya dengannya. Bentuk jamak ini tidak diimalahkan oleh penduduk Hijaz. Dari teks ini jelaslah bahwa imalah merupakan salah satu fenomena mumatsalah (asimilasi). Mumatsalah berarti bahwa salah satu bunyi pada satu kata atau yang menyerupai kata mempengaruhi bunyi lain pada kata yang sama, lalu ia menjadikan pengucapannya mendekati pengucapan bunyi itu, yaitu menjadikan pengucapannya sama dengan pengucapan bunyi itu. Dalam menjelaskan fenomena ini, Sibawaih beralasan bahwa imalah fathah thawilah hanya terjadi akibat dekatnya dengan kasrah. Kemudian Sibawaih berbicara tentang alif, sedangkan kita berbicara tentang fathah thawilah. Sibawaih menganggap alif yang tidak diimalahkan itu adalah pokok sedangkan imalah adalah Linguistik Arab 82 cabang, sedangkan kita berbicara tentang perbedaan dialek. Maka imalah dalam contoh-contoh yang dikemukakannya adalah ( ) @ 9 yangberartipengucapan alifpanjangdengan suatu )@ 6 (dan varian yang membuatnya mendekati – dalam pengucapannya – kasrah yang mengiringi ( )dan ( ). Ini berarti bahwa fathah . .. I. thawilah yang diimalahkan hanya ada dalam konteks bunyi tertentu tanpa yang lainnya. Dari sini kita berbicara tentang varian bunyi-bunyi satuan bunyi (fonem). Dalam dialek-dialek itu, fathah thawilah mempunyai dua varian, yaitu varian tanpa imalah dan varian dengan imalah. Keduanya merupakan satu fonem. Dialek Hijaz klasik tidak mengenal imalah. Kita masih menunjukkan contoh akhir yang disebutkan Di siniimalah menurut tafsiran .)(J . S(yaitu olehSibawaih, seolah-olah )(J . S(Sibawaihadalahpengaruhkasrah.Padakata ia membayangkan kasrah sebagai suatu masalah, sedangkan ( ) . . adalah soal lain. Kenyataannya, pendangan para ahli nahwu Arab terhadap khat itu membuat mereka membayangkan bahwa apa )¬ .(yangkitanamakankasrahthawilahadalahkasrah,kemudian sakinah. Oleh karena itu, Sibawaih tidak mencatat bahwa imalah atau kasrah ). .(terjadi karena pengaruh memanjangkan thawilah. Ia cukup mendapatkan kasrah di sini dan di sana. Yang tepat adalah bahwa imalah terjadi karena pengaruh kasrah thawilah. Ini, Sibawaih memberikan alasan bahwa fenomena imalah itu untuk mencari keringanan. Pendapat inilah yang merupakan tafsiran yang dominan dalam linguistik hingga sekarang. Maka setiap perkembangan dapat ditafsirkan dengan kemudahan dalam banyak bahasa. Marilah kita lanjutkan sedikit bersama Sibawaih ketika berbicara tentang imalah. Sibawaih mengatakan: Ini suatu bab yang mencegah mengimalahkan alif-alif. Maka huruf-huruf yang tidak boleh diimalahkan ada tujuh, yaitu: ) . .. .. .. .. .. . Linguistik Arab 83 Apabilasalahsatuhurufsebelumalifyangmengiringinya, ..( maka contohnya: ( ). 7 @ .[ Z ., ( .+ @ .. Z3 . ( .. 9 Sesungguhnya huruf-huruf ini tidak boleh diimalahkan karena merupakan huruf-huruf isti’la ke langit-langit atas. Dan apabila alif itu keluar dari posisinya, maka ia beristi’la ke langit-langit atas. Apabila ia ada bersama huruf-huruf isti’la ini, maka ia mendominasinya, sebagaimana kasrah mendominasi kata ( ). ( : Kita tidak tau, jika ada orang yang mengimalahkan alif kecuali orang tidak dijadikan pegangan bahasanya. Teks ini jelas bahwa imalah adalah varian bagi pengucapan fathah thawilah; pengucapannya terpengaruh oleh lingkungan bunyi. Maka ia diimalahkan karena mendekati kelompok bunyi itu. Apabila kita perhatikan bunyi-bunyi itu yang disebutkan oleh Sibawaih, yang tidak boleh diimalahkan, maka kita mencatat didalamnya adanya semua ) . . .. & . .yaitu: bunyiithbaq, ). R yaitu: bunyi-bunyihalq, Juga kita .. < . .. \ . .. / .( .Tampakbahwadialek-dialekyangmegimalahkankarena .. E .( kasrah dan kasrah thawilah itu mengucapkan fathah thawilah tanpa imalah apabila ia mendekati bunyi-bunyi ithbaq atau halq. Ini menegaskan apa yang kami kemukakan bahwa dialek-dialek itu mengenal dua varian bagi pengucapan fathah thawilah. Masing-masing tampak dalam konteks bunyi tertentu. Pernyataan terakhir dalam teks Sibawaih tadi menunjukkan sikap para linguis dari beberapa dialek, karena itu ia tidak mencatatnya kecuali beberapa dialek. Ia enggan mengambil dari dialek lain. Tampak bahwa beberapa dialek yang ditolak oleh Sibawaih itu mengenal imalah dengan varian yang lebih banyak, tetapi sampai batas mana? Inilah yang tidak dapat kita ketahui, karena ini muncul dari orang yang bahasanya tidak dapat dijadikan pegangan. Oleh karena itu, Sibawaih sendiri tidak perlu mencatatnya dan mengkajinya. Linguistik Arab 84 Ithba’ = Tawafuq Haraki (Vowel Harmony) Di antara apa yang dicatat oleh Sibawaih dalam kitabnya adalah fenomena itba’. Para linguis modern dalam menamakannya vowel harmony (tawafuq haraki). Fenomena ini termasuk juga bab asimilasi (mumatsalah). Di sini ia berasimilasi penuh dengan harakat (vokal) lain. Karena itu dalam bahasa Arab fusha kita Kemudian kita menjadikan .(' >– 7 5– .4 >mengucapkan:
harakat yang mengiringi ( )dhammah. Akan tetapi kita
. .kemudian kita menjadikan harakat ,6> .@! > . >mengucapkan:
kasrah,sedangkandhamirtetapdhamir. ). .(yangmengiringi
Maka mengapa terjadi perbedaan ini? Marilah kita baca fasal yang
telah diberi judul oleh Sibawaih dengan pendapatnya: Dalam hal
dikasrahkan,yagnmerupakantandadhamir.Ketahuilah ). .(ini
bahwa asalnya adalah dhammah dan sesudahnya adalah ( )
. ..
karena dalam semua ujarannya demikian. Dan tidak ada halangan
bagi mereka apa yang saya sebutkan kepadamu untuk
itu ). .(mengeluarkannya berdasarkan asalnya. Maka
Sebagaimana ataukasrah. )¬ .(dikasrahkanapabilasebelumnya
mereka mengimalahkan alif dalam beberapa tempat karena
ini. ). .(dianggapringan,demikianjugamerekamengkasrahkan
Maka di sini kasrah seperti imalah dalam alif karena
mengkasrahkan apa yang sebelumnya dan apa yang sesudahnya,
(
. .6 " .misalnya:Yangdemikian itu . I. .@ ] seperti:
,sedangkanpendudukHijazmengucapkan: ¬ _ .(
. .6 ... _
) E
J' 6 .6 ... .Merekamembaca:(
. .6 7
* . ¬ ( .). ) 9(melekatpada ). .....(
. Apabila ( dalam tanda jamak,
maka kaukasrahkan dia karena tidak senang dengan dhammah
Linguistik
Arab
85
sesudah kasrah. Tindakah kau lihat keduanya selalu mengharuskan
satu huruf. Jika Anda mengkasrahkan ( ), maka Anda
. ) 9
sebagaimana kau lakukan yang )¬ .(menjadi ). ..(menukar
demikian itu dalam ( ).
. .
Teks ini penting, karena itu Sibawaih menganggap bahwa
asalnya dalam dhamir ghaib itu diiringi oleh dhammah thawilah.
sebagaimana ). ..(Dalam halini, ia selalu berbicara tentang
yangdiiringioleh ). .(dhammiritumerupakankomponendari
tempat-tempat telah membatasi .)...
( Sibawaih untuk
dikasrahkan apabila ). .(Maka ini. ). .(mengasrahkan
atau Jadi, fenomena ini )¬ .sebelumnya
( kasrah. termasuk
fenomena mumatsalah (asimilasi), tetapi mumatsalah harakat
dengan harakat. Ketika kita berbicara tentang ( , harakat
) >
adalahkasrahthawilahyangmendatangkankasrah ). J .(sesudah
,)@! >Ketika kita mendiskudikan kata .). .(sesudah
( bunyi
rangkap (ay) menjadikan dhammah itu sebagai kasrah. Ini juga
merupakan semacam tawafuq haraki (vowel harmony).
Tampaknya, tawafuq haraki membedakan beberapa dialek
dengan dialek lain. Beberapa dialek mengenal tawafuq haraki
sebagaimana yang dikenal oleh bahasa Arab fusha. Akan tetapi
dialek Hijaz betul-betul menjauhinya sebagaimana kita lihat
jauhnya dari imalah dalam teks Sibawaih tentang tawafuq haraki.
dengan )6>(Karena itu penduduk Hijaz tidak mengucapkan
)6>(melainkan mereka mengucapkan ,). .(mengasrahkan
dengan mendhammahkannya atau sebagaimana tertulis dalam
kitab Sibawaih ( ). Mereka mengucapkan ( ( )
...dengan ) ¬ 6
yang didahului dengan dhammah. Masalah ini tidak terbatas pada
hal ini, melainkan juga bacaan mereka akan al-Qur`an mencerminkan
dialek yang tidak mengenal tawafuq haraki, sementara
dengankasrah ) E
J' 6 >.6 .. .....(yanglainnyamembaca
Linguistik
Arab
86
sesudah
). .(
. Penduduk Hijaz memakai dhammah tanpa
denganmengasrahkan . .]4 3 ..[ .6E * .
). a
adapunpendudukHijazmenjarrkan . – 4b:). .(dan memerlukantawafuqharaki.
Tampaknya, tawafuq haraki termasuk ciri dialek Tamim. semua ini berdasarkan qiyas.
Itu yang kita dapati dalam bahasa fusha, sementara dialek Hijaz Kesulitan rumusan teks ini, isinya jelas. Buku-buku yang
dua bahasa
) *(
dan
huruf mudhara’ah sebaliknya dengan apa yang kita kenal dalam
jauh dari tawafuq haraki. Akan tetapi beberapa dialek dalam
) *
). J .(dengan mengasrahkan ) *(dan ). J
.
berbahasa Arab menyuguhkan kepada kita
dengan
tawafuq haraki telah menerobos lebih jauh daripada apa yang
memfathahkan (
dikenal oleh bahasa fusha. Sibawaih mengatakan: Ketahuilah
terhadap sejumlah besar kosakata. Bentuk yang terakhir
bahwa sekelompok orang dari kabilah Rabi’ah mengucapkan:
mencerminkan salah satu varian tawafuq haraki. Maka kasrah
.). ) 9(serta ). .(dan ). ) 9(dengan mengasrahkan )(' 9(
mendatangkankasrahyangmendahului ). (thawilahsesudah
Mereka mengikutkannya pada kasrah. Menurut mereka, tempat
bagiorangyangmengetahuitawafuqharaki.Olehkarenaitu, ).(
sukun itu tidak menjadi batas pemisah. Ini bahasa yang jelek.
) *(
dialek Hijaz yang tidak mengenal imalah atau tawafuq haraki
mengatakan
Ini bertalian dengan dialek Tamim. Adapun
Apabila Anda memisahkan ( )dan ( ), maka tetaplah
.
.. .
.
pada asalnya.
dengan memfathahkan ) *(mengajukan kepada kita bentuk
dengan )(' 9
( me-
Dialek Rabi’ah memakai bentuk
). J .(
ngasrahkan ( )dan ( ), sementara bahasa fusha sekarang
. ) 9. .
.
padapendudukHijaz,seperti: ) *(Demikianjuga,wazan
tidak mengenal kecuali mendhammahkan ( )dan ( ), yaitu
. ) 9. .
4b
apa yang telah ditetapkan oleh Sibawaih juga. Karena itu dialek
Wazan inidalam dialekTamim kontras . –
Rabi’ah mencerminkan pase yang lebih jauh daripada bahasa
dalam ). ) 9(Makakasrahsesudah fushadalamtawafuqharaki.
menjadikankeduaharakatdhamirituduakasrahmeskipun )(' 9(
hal itu jauh. Di sini muncul Sibawaih yang ingin membuat aturan
bagi kehidupan bahasa, maka ia mengatakan: Ini bahasa yang
jelek.
Juga, Sibawaih mencatat adanya tawafuq haraki dalam
) *(
. Apabila huruf kedua dari enam
beberapa bentuk isim. Sibawaih mengatakan: Dalam
ada
dengan mengasrahkan ( )dan mengasrahkan ( ). Di sini
. . J .
bahasa fusha – sebagaimana kita ketahui – sesuai dengan dialek
Hijaz. Yang perlu dikaju adalah kita memperhatikan kamus bahasa
Arab yang merupakan warisan berdasarkan perbedaan-perbedaan
ini.
Mengasrahkan Huruf Mudhara’ah
Semua dialek yang diakui oleh Sibawaih dengan ketepatan
pengambilan bahasa dari dialek-dialek itu mengasrahkan huruf
) *(
huruf (huruf halq) berlaku umum di dalam keduanya, maka ia
bahasa Arab fusha sekarang. Penduduk Hijazlah yang tidak
) *(
). J .(,maka ) *(
) *(
tidak menerima kasrah dalam
dan
. Dan apabila mengenal mengasrahkan huruf-huruf fi’il yang menyerupai isim
) *(
bahasa Tamim, seperti:
demikian dalam
dikasrahkan dalam sebagaimana ia mengasrahkan huruf kedua ketika Anda
atau
(mengucapkan :). I.(denganmengasrahkanhuruf ) ` 9(
.
.
)
.
Yang demikian itu terdapat dalam bahasa
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
87 88
. ! ]"
.
Sibawaih mengatakan:
(b(
6 ] "7
)
dan
semua bangsa Arab kecuali penduduk Hijaz. Misalnya:
.
.
.] M
denganmengasrahkan . b
)dengan mengasrahkan .] .@! 9; . .( ). Karena iut, mereka menyerupakan hal ini dengan
6 ] "., ..(
dengan mengasrahkan .(( )). .]4
. dan ). .(7 M I]5( )yang mereka tampakkan dalam . Jadi, fenomena
. Demikian pula setiap fi’il yang lam . ' .( )ini adalah sebagaimana yang kita dapati dalam beberapa dialek
.
.[ f(
hamzah;
. .
. _
fi’ilnya atau ‘ain fi’ilnya mengandung huruf
dengan mengasrahkan
Arab modern. Fenomena ini tidak terbatas pada percakapan sehari
. ..(
denganmengasrahkan / M e] M.a.
/ "Misalnya: fi’ilmudha’af.
(
)
)
. .
dan
, dan
hari pada kabilah Thai. Karena itu kenyataannya, fenomena ini
terdapat dalam beberapa dialek lama dan bait-bait syair Jahili dan
. .(
denganmengasrahkan ]E.
.
)
,!' '4 denganmengasrahkanhamzah; ,a M e] .,a ";
syair Islami. Itu berlaku dalam dialek-dialek Arab modern.
. ' .(
bahasa penduduk Hijaz; itulah yang asal. Apa Dialek Hijaz itu?
Dari contoh-contoh yang dikemukakan oleh Sibawaih Dialek-dialek klasik itu berbeda dalam kasus i'rab bagi
(
). Semua itu difathahkan dalam
jelaslah bahwa mengasrahkan huruf-huruf mudhara’ah itu berlaku
)
( . ' 5
, yaitu khabarnya dalam keadaan manshub.
isim kedua sesudah
. Dialek Hijaz menjadikan isim
umum dalam fi’il tsulatsi dalam semua dialek kecuali dialek Hijaz.
)( (
kedua sesudah isim
. .( . ..(
mengenal mengasrahkan huruf mudhara’ah juga. Dialek Hijaz
)
)
Dan fi’il naqish atau ajwaf yang mengandung
tau
Adapun dialek Tamim menggunakan isim ini dalam keadaan
marfu’. Sibawaih mengatakan: Ini bab yang diberlakukan seperti
lebih dekat dalam aspek ini kepada bahasa Arab fusha.
Muthabaqah (Kesesuaian) Fi’il dan Fa’il
Di antara fenomena dialek yang terpenting yang telah
) O(
kemudian ia kembali ke asalnya. Haraf itu adalah
dalam beberapa tempat dengan bahasa penduduk Hijaz,
)( (
. Kita
mengatakan:
(
( @
...., .
)dan (
( .¬
.
)
Adapun Bani
.
.( (
; di dalamnya tidak ada
)
).*(
Tamim memberlakukannya seperti
dan
. Itulah analogi
dicatat oleh Sibawaih dan memberikan gambaran tentang
konstruksi kalimat adalah fenomena kesesuaian fi’il madhi yang
) O(
Adapun penduduk Hijaz menyerupakannya dengan
(
.) .
)
karena ia seperti fi’il
.
diiringai oleh fa’ilnya dalam tatsniyah dan jamak.
) O(
. Misalnya, firman Allah SWT:
karena
Sebagaimana kita ketahui dalam kitab-kitab nahwu Arab
) O(
dalam bahasa penduduk Hijaz, sedangkan Bani Tamim
)(
maknanya seperti makna
bahwa fi’il yang diiringi oleh fa;ilnya menhadirkan bventuk yang
sama sebelum fa’il mufrad, mutsanna, dan jamak. Bentuk inilah
(
. .6a
.
)( (
itu
merafa’kannya kecuali orang yang mengetahui bagaimana
yang merupakan bentuk mufrad ghaib, seperti:
7 .
–
7 ..: *
7 .]
.
–
7 ..
: .
–
Adapun kesesuaian yang utuh
dalam Mushaf.
Di samping ayat yang telah disebutkan oleh Sibawaih kita
(
..:I .
dalam ‘adad (bilangan) dan jenis antara fa’il dan fi’il dalam kitab
kitab nahwu Arab dinisbatkan kepada beberapa dialek. Sebagian
( . .( . 9
(
)
dibaca
dapati fenomena ini dalam ayat lain, yaitu
. .
)
oleh penduduk Hijaz dengan mengasrahkan
, yaitu dengan
linguis mengemukakan bahwa kesesuaian yang utuh termasuk
menganggap khabarnya manshub. Adapun penduduk Tamim
karakteristik dialek Thai. Mereka menamakan karakteristik ini
R5
)
)( (
.
merafa’kannya sebagai fungsi merofa’kan khabar sesudah
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
89 90
Demikianlah kita amati bahwa dialek Hijaz sesuai dengan
bahasa Arab fusha yang kita ketahui berlaku umum dalam syair
Jahili dan Al-Qur`an dalam beberapa fenomena dan berbeda
dengannya dalam fenomena-fenomena lain sebagaimana dialek
Tamim tidak mencerminkan bahasa fusha dalam semua
fenomenanya.
3. Masalah Pemakaian Bahasa Fusha dan Dialek
Kitab-kitab lughah (bahasa) dan nahwu (gramatika)
membuktikan adanya perbedaan-perbedaan dalam dialek-dialek
yang dominan di Utara Jazirah Arab dan pertengahannya pada
masa cemerlangnya Islam dan abad 1 dan abad 2 H bahasa Arab
fusha – sebagaimana kita ketahui dalam syair Jahili – berbeda
dalam diskriminasi tertentu dengan dialek-dialek Arab klasik
sehingga sulit bahasa Arab fusha dianggap rentangan langsung
bagi salah satu dialek. Karena itu, yang konsisten ialah bahwa
bahasa fusha itu adalah bahasa yang dipakai dalam syair. Sejak
akhir abad 19 H sebagian linguis telah memunculkan masalah
bahasa percakapan sehari-hari di Jazirah Arab pada periode ini.
Sebagian linguis mempertanyakan apakah bahasa fusha itu adalah
bahasa syair saja atau juga merupakan bahasa komunikasi dalam
urusan di luar urusan sehari-hari dan bahasa komunikasi
antarkabilah. Pertanyaan lain berkaitan dengan pertanyaan ini
sekitar bahasa yang pernah dipakai oleh Rasulullah SAW dalam
membaca Alqur`an. Apakah beliau membaca Alqur`an dengan
dialek Hijaz ataukah sesuai dengan karakteristik bunyi bahasa
fusha, yaitu bahasa syair Jahili.
Yang dikenal oleh para linguis Arab dahulu dan para
linguis modern hingga akhir abad 19 ialah bahwa bahasa syair
Jahili dan bahasa Alqur’an mencerminkan bahasa Arab fusha.
Maksudnya ialah bahwa bahasa ini tidak hanya merupakan sastra,
melainkan juga merupakan bahasa komunikasi tinggi dan bahasa
Linguistik
Arab
91
komunikasi di kalangan berbagai penutur kabilah. Vollres,
spesialis Jerman dalam bahasa Arab telah menimbulkan banyak
keraguan sekitar keberadaan bahasa Arab yang telah dipakai
dalam percakapan sehari-hari atau dalam komunikasi lisan pada
masa disusunnya syair Jahili. Oleh karena itu, Vollers menolak
penamaan bahasa ini dengan nama “al-Arabiyyah al-Fusha”
(bahasa Arab fusha). Dia menyarankan penamaannya dengan
nama bahasa kriteria yang dikenal sekitar bahasa Arab fusha dan
kriteria yang telah dicatat dalam contoh-contoh yang ada dalam
buku-buku nahwu sebagai hasil karya buatan yang dilakukan dan
diserukan oleh para ahli nahwu untuk memakainya. Ini berarti
menurut pendapat Vollres bahwa bahasa percakapan sehari-hari
pada masa penyusunan syair Jahili dan permulaan Islam dahulu
bebas dari sejumlah ciri yang dinisbatkan kepada bahasa fusha.
Misalnya, antara lain i'rab. Karena itu, Vollres berpendapat bahwa
para linguis Arab telah membuat fenomena i'rab padahal
sebelumnya tidak ada wujudnya yang hakiki. Adapun Al-qur`anul
Karim – menurut pendapat Vollres dengan mengacu pada mushafmushaf
yang berbeda dengan mushaf yang beredar dan mengacu
kepada beberapa qiraat – dibaca pada masa permulaan Islam
secara lokal, yaitu sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan bunyi
penduduk Hijaz di Mekah dan Madinah. Adapun bacaannya sesuai
dengan kriteria bahasa fusha, itu merupakan karya mutakhir. Ini
simpulan pendapat Vollers.
Pendapat ini berdasar pada informasi yang dibawa oleh
kitab-kitab lughah (buku-buku bahasa) dan nahwu (gramatika)
serta kitab-kitab Ath-Thabaqat dengan pura-pura tidak mengetahui
beberapa kitab lainnya. Pada abad 2 H para linguis Arab tidak
mengacu kepada syair dan Alqur’an saja, melainkan juga
bersandar pada bahasa orang-orang Arab Badwi yang fasih.
Orang-orang Arab Badwi termasuk ciri terpenting, yang diamati
oleh para linguis Arab di kalangan para perawi mereka. Mereka
Linguistik
Arab
92
menganggap para
penuturnya
sebagai hujjah dalam masalah
yaitu pemakaian
).
(
dengan dhamir muannats sebagai
bahasa. Seandainya bahasa percakapan sehari-hari di kalangan
kabilah ini bebas dari i'rab, maka tentu ia tidak dapat dijadikan
acuan. Tidak mungkin pemakaian tanda i'rab secara teratur dalam
syair dan Alqur`anul Karim dengan berlaku umum seandainya
bahasa ini merupakan buatan. I’rab itu berlaku umum dalam syair
Jahili dan qiraat Alquranul Karim dengan cara yang membuat kita
merasa puas bahwa i'rab bukan bagian hasil karya para ahli
nahwu, melainkan ia merupakan refleksi bagi kenyataan bahasa
yang hidup. Besar kemungkinan bahasa fusha dahulu dipakai
dalam tujuan-tujuan seni, komunikasi tinggi di kalangan para
pejabat di kabilah-kabilah dan komunikasi di kalangan berbagai
penutur kabilah. Apabila bahasa syair tidak berbeda karena
perbedaan kabilah-kabilah, melainkan perbedaan itu terbatas pada
pemakaian bahasa dari seorang penyair ke penyair lain pada
kerangka tataran pemakaian bahasa yang sama, maka wajarlah
jika tartil Al-qur`an dengan bahasa fusha ini yang dihormati dan
digunakan untuk berkomunikasi oleh para penutur berbagai
kabilah dalam segala urusan yang serius. Apabila Alqur`an
,makatidakdiantisipasijika6!
.@
6 _(
menyatakanbahwaia
sesudah ini ia memiliki warna lokal. Yang paling mendekati tabiat
segala hal adalah qiraat Alqur`an dan pemakaian bahasa dalam
Alqur`an itu sesuai dengan – secara umum – yang dikenal dalam
bahasa fusha ketika itu.
Dialek-dialek klasik telah mengenal seperangkat fenomena
lokal yang berlebihan, seperti kasykasyah, kaskasah, ‘aj’a-jah, dan
sebagainya. Yang dimaksud dengan kasykasyah adalah menukar
kataini )@! b(–alih syin dari kafkhithabmuannats.Makaalih
diucapkan ( )dalam dialek-dialek yang mengenal
@! i
.)6idan )('i(Demikianjuga kasykasyah.
( Dan ada pola-pola
kasykasyah yang masih terdengar dalam dialek-dialek Badwi
sekarang. Yang mendekati kasykasyah adalah fenomena kaskasah,
Linguistik
Arab
93
,).) )_(Alih-alih .). .(ataumelekatpada ). .(pengganti
fenomena-itu, Karena .).) )j(beberapa kabilah mengucapkan
fenomena bunyi lokal ini termasuk hal yang membangkitkan
perhatian para linguis Arab. Akan tetapi bukti-bukti yang mereka
bawa untuk menjelaskan karakteristik ini adalah bukti-bukti syair
yang jumlahnya terbatas dan berulang-ulang dalam semua buku.
Seolah-olah ia adalah refleksi yang sesuai dengan dialek lokal.
Dengan mengalihkan perhatian dari fenomena-fenomena yang
terbatas pengaruhnya dalam syair Jahili, bahasanya tidak berbeda
karena perbedaan kabilah. Tampaknya, bahasa fusha sesuai
dengan apa yang telah dikenal oleh kaum pada waktu itu, yang
sebaiknya bahasa fusha itu dari fenomena-fenomena lokal
semacam ini. Oleh karena itu, wajarlah jika umat Islam mencoba
pada masa permulaan Islam menghindari pemakaian ciri-ciri lokal
yang berlebihan dalam membaca Alquranul Karim. Dan wajarlah
jika contoh bahasa yang dimaksud dalam bahasa Alqur`anul
Karim jauh dari dialek lokal dalam karakteristik bahasa mengenai
contoh yang jauh dari fenomena lokal dalam isi penalarannya.
Oleh karena itu, tidak mungkin kita bayangkan bahwa bahasa
Alquran Karim mencerminkan dialek Hijaz atau dialek lain
apapun, melainkan yang paling mendekati realita yang
sesungguhnya adalah dengan bahasa fusha yang dihormati oleh
semuanya.
Vollers meragukan adanya bahasa lisan dalam Fajrul Islam
yang bersistem A’rabi dan jelas rambu-rambunya. Ia mengira
bahasa lisan itu bebas tanda i'rab. Noldeke menyanggah Vollers
dengan seperangkat argumen kebahasaan untuk membuktikan
ketidakbenaran pendapat Vollers. Tanda-tanda i'rab, baik rafa’,
nashab, maupun jarr, itu berlaku umum dalam bahasa Akadis
sebagaimana berlaku umumnya dalam bahasa syair Jahili dan
Alqur`anil Karim serta bahasa kabilah-kabilah yang merupakan
Linguistik
Arab
94
sumber pengambilan bukti-bukti kitab nahwu. Yang tepat adalah
bahasa Arab itu, ahli warisnya sama dengan ahli bahasa Akadis
dari bahasa Semit pertama. Di antara tanda-tanda i'rab yang masih
ada dalam bahasa Habsyi (Ethiopia) adalah tanda nashab. Tanda
itu betul-betul sesuai dengan tanda nashab dalam bahasa Arab.
Maka segala yang pada pada ahli nahwu Arab dianggap sebagai
rekaman bagi realita yang ditafsirkan oleh apa yang ada dalam
prasasti-prasasti bahasa Akadis dan teks-teks bahasa Habsyi.
Apabila ada keraguan dalam harakat akhir bagi fi’il madhi –
fi’il Sementara itu .) (misalnya ia diakhiridengan fathah
tersebut diakhiri bukan oleh fathah dalam dialek-diaelk Arab,
maka bahasa Arab fusha dahulunya telah mengenal tanda bentuk
ini dengan fathah sebagaimana ia dikenal dalam bahasa Anharia
hingga sekarang. Noldeke telah membuktikan bahwa keraguan
dalam tanda i'rab bagi isim dan harakat bagi fi’il itu tidak berdasar
pada dalil. Ia – melalui komparasi bahasa Arab dengan bahasa
Akadis dan bahasa Habsyi bagi fi’il – membuktikan bahwa tanda
i'rab ini tidak mungkin termasuk buatan para ahli nahwu,
melainkan hasil jerih payah para ahli nahwu adalah untuk
merekamnya. Juga, mereka mendapatkannya dalam syair Jahili
dan Islam dan Al-qur`anul Karim serta kalangan kabilah yang
diakui kefasihannya.
Linguistik
Arab
95
FASAL VI
KECENDERUNGAN PERUBAHAN
DALAM BENTUK DAN LEKSIKON
1. Perubahan dalam Bentuk
Ketika Sibawaih pada abad 2 H menulis bukunya “Al-
Umda fin Nahwi”, linguis besar itu mengamati bunyi ( )
. & .
termasuk bunyi-bunyi yang sulit, yang tidak mudah selain oleh
orang Badwi. Ia berbicara tentang pengucapan lain tentang bunyi
.). & ..
itu yangia namakan
( Di sini kita tidak ingin
memerinci pendapat tentang cara pengucapan lam tentang ( )
. & .
Badawiyah karena ini masih merupakan ajang perselisihan di
bagaimanapun ). & ..
(kalanganparalinguis.Akantetapi
merupakan hasil salah satu pengaruh asas bahasa. Bahasa-bahasa
yang mendahului bahasa Arab di Syam, Iran, Mesir, dan Moroko
–ketikaSibawaih masihhidup –Irak .). & .(tidakmengenal
merupakan tempat pertemuan bagi berbagai kaum; kebanyakan
mereka berbicara dengan dialek Aramea yang tidak mengenal
Olehkarena itu, upaya mereka .). & .(bunyiyang namanya
Linguistik
Arab
96
.Bunyiitulahyang ).(masihkurangmengakibatkanpengucapan
olehSibawaih. ). & ..
(dinamakan
Barangkali sebagian linguis membayangkan di Mesir atau
).(iniyangdiucapkansekarangadalah ). & .(diIrakbahwa
yang pernah diucapkan oleh Umruul Qais atau Zuhair sebelum
Islam atau Ka’ab bin Zuhair pada masa permulaan Islam atau
Khalil bin Ahmad pada abad 2 H. Ini tidak benar. Pengucapan
pencampuran yang membuat para siswa mencampurkannya dalam
tulisan antara ini dan itu. Fenomena ini tidak lahir sesaat,
melainkan menghilang sesaat dengan menetapnya bahasa Arab di
Irak. Ada sejumlah besar risalah; kebanyakannya dari Irak dan
Maroko. Para pengarangnya di sana berusaha membedakan ihwal
dan kata-kata yang memiliki ). & .(antarkata yang memiliki
Seandainyatidakadapercampuranitu,tentutidakperlu .). \ .(
disusun risalah-risalah ini.
diucapkan yaitu . \ .(dan ). & .(Di Irak
)sama,
.). .(pengucapan yang di dengar oleh para penutur Mesir
Adapun di Mesir ada perkembangan yang ( )dan
. & .sama.
diucapkan Sekarang bahasa amiyah kita ). \ .(
sama. dalam
.). & .(sepertikatayangmengandung ).*(mengucapkankata
Sekarang kita tidak ingin membataasi waktu pencampuran ini. Di
sini singkatnya usaha kita adalah menjelaskan bahwa pengucapan
terapkan pemahaman ilmiah dan akurat terhadap teks-teks
Sibawaih pada kajian fonetik, tentu kita keluar dari hal ini bahwa
lama adalah apa yangbetul-betul sesuai ). < .(pengucapan dengan pengucapan ( )( ) Bunyi di sekarangdiMesir. . & . . & .adalahbunyi ). & .(.Kecualiitu ). ..(Mesirdiucapkanseperti bunyighair ithbaq. Dahulu Sibawaih ). ..(sedangkan ithbaq, pernah mengatakan, seandainya tidak ada ithbaq, tentulah ( ) . < .keluardariujaranitukarena ). & .(….dantentu )..?(menjadi tidak ada masalah dalam posisinya selainnya. Jadi, telah terjadi sulit, itu ). & .(perkembangan dalam sejumlahbunyi. Bunyi karena itu berubah menjadi pengucapan baru dan telah terjadi perubahan pengucapan ( ). . < . Ada masalah yang dimunculkan oleh kebanyakan linguis sekitar pengucapan ( ). Sibawaih telah menyifati pengucapan . / . bunyi ini dengan sifat yang membuatnya termasuk bunyi-bunyi yang ketika diucapkan, kedua pita suara bergetar keras. Bunyi semacam ini dinamakan bunyi majhur (bersuara). Akan tetapi pengucapan bunyi ini sekarang dalam membaca bahasa Arab fusha tidak menjadikan bunyi itu majhur, yaitu kedua pita suara tidak bergetar dengan getaran yang berarti ketika kita dalampengucapannyayangtradisionalpada ). / .(mengucapkan tataran bahasa fusha. Bagaimana perbedaan itu muncul? Apakah ). / .( yanglama. ). / .(sebagaibunyiithbaqyangkontras dengan non-majhur (mahmus)?Bagaimana keadaan ). & .(pengucapan dibayangkan oleh sebagian penutur Mesir dengan yang bunyi itu telah berkembang dari bunyi majhur ke bunyi ). / .(yangithbaq Sebagian linguis melihat ). ..(.AkantetapiSibawaihmenjadikanbunyi ). ..( ). / .( Badwi. Pembaca yang budiman hendaklah yang lama ini adalah itu adalah ( ), bukan ( Di sini ada perbedaan antara .). & .. < . Badwi yakni ). 8 .( pengucapan lama dan pengucapan baru. Ithbaq dalam istilah para kembali untuk mendengar orang Badwi mengucapkan: ) . : . " linguis fonetik terdahulu dan modern adalah menjadikan ujung Bisa inibetul-betulmajhur. ). 8 .(Sesungguhnya ...] :! M >(
lidah dan pangkalnya dalam posisi tinggi ke arah langit-langit atas
yangdikenalolehSibawaih.Sebagianlinguis ). / .(jadi,itulah
dengan terjadinya bagian dalam di tengah lidah. Seandainya kita
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
97 98
menolak tafsiran ini dengan mengatakan bahwa
). / .(
lama
100 nama. Dan apa yang diperbuat oleh pemikir Andaluisa dengan
meyerupai ( )sekarang, yaitu menyerupai pengucapan ( )
. / .. R
dalam bahasa amiyah sekarang di Sudan, Kuwait, dan Teluk
Arabia.
Sebagian linguis berpendapat bahwa bunyi ini adalah
). / .warisanhakiki
( yang lama.
Kata-kata Baru
Adapun perkembangan kata-kata adalah lebih terjangkau
dan lebih jelas. Sesungguhnya wazan ( )dan wazan ( )
(J . @*
serta wazan-wazan lainnya adalah masih itu juga; hampir tidak
terjadi perubahan bentuk. Akan tetapi perubahan dalam wazanwazan
ini terdapat dalam konstruksi kata-kata baru yang tidak
dikenal oleh masyarakat Badwi lama. Marilah kita perhatikan
selintas korpus pengumpulan dalam “Lisanul ‘Arab” dengan
membandingkannya dengan korpus yang sama dalam kamus
Dozy. Sebagaimana kita ketahui bahwa semua korpus yang
terdapat dalam Lisanul ‘Arab yang disusun pada abad 7 H telah
memanfaatkan kamus-kamus yang pernah disusun pada fase-fase
sebelumnya. Pada gilirannya kamus-kamus ini telah mengambil
korpusnya dari risalah-risalah kebahasaan yang membuahkan
gerakan pengumpulan bahasa di Gurun Sahara pada akhir-akhir
abad pertama, kelanjutan abad 2 dan pada awal-awal abad 3. satusatunya
pengecualian di sini adalah kamus “Tahdzibul Lughah”
karya Azhari, yang diambil oleh penyusun kamus “Lisanul
‘Arab”. Pada abad 4 H Azhari sendiri telah membukukan korpus
bahasa di Gurun Sahara. Jadi, sesung-guhnya korpus bahasa
adalah korpus Badwi dan kebanyakannya merujuk ke abad 2 H.
Maka apa yang diperbuat oleh peradaban Arab-Islam, ilmu-ilmu
modern, dan masyarakat perkotaan di Irak, Syam, Mesir, Maroko,
lebihdari ). 8)*(danAndalusiadengankamusiniyangmengenal
Linguistik
Arab
99
nama bagi ( )?
..
Kata-kata baru muncul sejalan dengan keperluan peradaban
baru. Seandainya tidak ada pembaharuan-pembaharuan,
tentu kita tidak mengenal peradaban Arab-Islam dalam aspekaspeknya
yang ma’tsur. Ketika para orientalis Eropa mencoba
membaca pusaka Arab-Islam, bahasa Arab tidak membantu
mereka dalam memahami kata-kata secara teliti ketika mereka
berlama-lama berpikir. Dan mereka mencoba melalui komparasi
memahami konteksnya sehingga mereka mengetahui maksudnya
dengan pengetahuan yang terkadang benar dan terkadang salah. Di
sini lahirlah kebutuhan akan penyusunan kamus yang melengkapi
kamus-kamus yang berbahasa Arab. Orientalis, Dozi menyusun
kamus ini. Di sini yang mengherankan adalah kita
membandingkan salah satu entri bahasa, seperti bahasa Gurun
Sahara dengan apa yang dikumpulkan oleh Dozi sebagai model
bagi kata-kata yang dipakai pada masa peradaban Arab-Islam.
Untuk melengkapi gambaran itu, marilah kita perhatikan kamus
yang berharga yang disusun oleh ilmuwan Hendi Jalil pada abad
13 H, yaitu At-Tahanawi. Kamus inilah yang merupakan
pengungkap peristilahan seni.
Bahasa Badwi telah membantu masyarakat peradaban
Islam dengan berbagai entri bahasa. Di sini yang kita maksud
dengan enttri-entri itu adalah kata-kata dasar. Juga, ia telah
membantunya dengan sejumlah pola atau wazan, tetapi ia tidak
memerlukan pemakaian semua wazan dari setiap kata. Misalnya,
wazan ( )dari entri ( ), yaitu ( ). Kata itu tidak ada
.]8)G:)G.]J *
dalam Lisanul ‘Arab, tetapi ia dipakai di Andalusia-Islam. Muqri
mengatakan: ( ).
.]8) M@! ". 'J .wazan-dan ,). .(,). @*(,). '!*(,). '!"(Wazan
wazan lainnya yang jarang. Juga, kata itu tidak datang dari entri
.):)G
( Akan tetapi masalahnya bukan masalah adanya kata itu.
Linguistik
Arab
100
Kata adalah sebagai lambang bunyi yang tidak bernilai tanpa
pemakaian, sedangkan makna merupakan unsur kedua setelah
adanya lambang. Lambang bahasa tidak akan menjadi lambang
kecuali apabila ia mempunyai makna. Berikut ini kita akan
mencoba menelusuri perkembangan beberapa kata yang masuk
dalam entri ( ).
:)G
bahwaiamerupakan ):)G(BahasaArabmengenalkata
hasil penggabungan sesuatu ke dalam sesuatu atau kata itu
). 8)G(.Juga, ):) @ 5( . ' .(merupakansinonimdengankata
adalah ). .(itu, adalah kaum yang berkumpul. Selain
bermacam-macam kurma. Akan tetapi ilmu-ilmu Arab-Islam
sebagaiistilah.Setiapilmumengenal ). 8)G(memakaiistilahkata
makna istilah ini. Ini menjelaskan kepada kita kitab At-Tahanawi,
menurutpara ahli ). 8)G(pengungkapperistilahan seni. Maka
hitung adalah menambah jumlah kepada jumlah lain, yaitu apabila
Dan .):)G(kita menambahkan 5+6 =11, maka iniberarti
,yaitudidalamnyaterkumpulbanyakhal.Dankata ) . .: ( 5(
.). / (atau ). .(sebagaiisimberarti ). 8 ( 5
( Ada perbedaan
antara pemakaian lama dan pemakaian baru. Kita mengenal
;. 8 ( 5.? I( 5sekarang sebagai arus politik, yaitu ). 8 ( 5(
sebagai ;. 8 ( 5.
6 5seperti organisasiinternasional, sebagai
lembaga akademik, seperti ( ); sebagai lembaga ilmiah
: ( 5. / .
.
non akademik, seperti ( ).
. 8 ( 5. a
5
tampakpemakaiannyaitubanyak ,):) @5(Adapunkata
dan umum dengan makna yang spesifik dan baru pada masa
peradaban Islam. Sesungguhnya Lisanul ‘Arab mengenal kata itu.
adalahkumpulanmanusiaataupohonatau ). 8) @5(Menurutnya
tumbuh-tumbuhan. Akan tetapi apabila kita perhatikan kamus
Dozi, maka kita amati bahwa kebanyakan contohnya sekitar kata
yangdiambildarikaranganorang-orangAndalusiadan ):) @5(
orang-orang Maghribi (Maroko). Dalam pemakaian kata itu, Dozi
( . .
' 5.
menyebutkan:
).. *.
' 5.. 8) @5(
,
).
.,)
seandainya kita menambahkan 5 + 5 = 10, tentu menurutnya hal
. 8) @5
,).
. .6 8) @5(,):) @ 5. )
!) (,).(
. 8) @5(,.(
. 8) @5
(
):)G(menyebutkan At-Tahanawi Juga, .).& 3(itu adalah
berartibarisan ). 8) @5(danlain-lain.Disinijelaslahbahwakata
menurut para ulama usul fiqih. Mereka inilah yang menaruh
). 3.? I(_(
Khaldun, Abu Hayyan, orang-orang Maghribi lainnya. Marilah
menurutmerekaadalahmemadukanpokokdengan ). 8)G(kata
:) @5
cabang karena ilat yang sama di antara keduanya agar qiyas itu kita pikirkan sejenak pemakaian kata ( )dalam bahasa
Islam
. Semua ini dikutip Dozi dari Muqri, Ibnu
perhatian terhadap masalah-masalah metode fiqih Islam. Maka
). 2.:5(
berbagai makna dan bentuk. Juga, istilah yang sama kita jumpai di perubahan dalam makna kata itu.
kalangan ahli badi’, ahli sharaf ahli logika, dan ilmuwan-ilmuwan Ada sejumlah kata yang tidak dikenal dalam bahasa Arab
hingga abad 2 apabila kita berasumsi bahwa Lisanul ‘Arab telah
telahdipakaisecaraistilah ):)G(lainnya.Demikianlahkatalama
dan bervariasi. memberikan kepada kita gambaran yang terpercara. Kata ( )
:) 5
tidak dikenal dalam Lisanul ‘Arab. Pertama kali kata itu kita
Marilah kita berhenti sejenak pada kata ( ). Kata ini
. 8 ( 5
:) 5
dipakai sebagaimana diberitakan dalam Lisanul ‘Arab sebagai dapati dalam kamus Dozi. Di bawahnya ia menyebutkan )
.Akantetapisekarangkitamenggunakankataitusecara .. *.
! (sifat bagi muannats dan sebagaiisim. Sebagai sifat, misalnya
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
101 102
menurutparaahlinahwumemiliki ). 8)G(Adapunkata benar.
amiyah sebagai kinayah dari
agar kita dapat mengamati
istilah umum. Kemudian kita berbicara tentang: ( )( atau ( )atau ( )di kalangan
.: ) ..
' @! 9.?: ) ..?: ) @ 5. 8) 5. ) ( 5
bagi salah satu perseroan yang bersaham, tentang )ahli nahwu.
. 8) 5. ( 5
Barangkali tidak dapat dibayangkan jika sekarang orang
sebagai kelompok yang dan k( 9. ) 4 .(
anggota bersaham
Akantetapikataini .)(8 )G(terdidikArabtanpamemakaikata
sebagai organisasi ):) 5.? . )'\) 5,
¬5(berpartisipasi,
tidak dikenal oleh Lisanul ‘Arab. Pemakaiannya yang paling
). 8) 5. a
@ 5
(
.). 8) 5.? I 5(dan tentang ,). 8) 5. .] 5(tentang
kebaikan, tentang
sebagai majlis perwakilan,
dahulu yang kita kenal adalah apa yang dibukukan oleh Dozi,
yang dikutip dari Jughrafi Shaqli yang terkenal Idrisi. Barangkali
Demikianlah kata itu muncul dan dipakai secara umum.
Demikian juga tentang kata ( ). Kata ini tidak dikenal
.: ) .
Idrisi adalah orang pertama yang mengenal kata ini yang pada
masa modern menjadi istilah penting. Demikian pula dengan kata
dalam Lisanul ‘Arab, tetapi disebutkan oleh Dozi dari Abul Fida
( Sekarang ) dan
. )8) G. !)_(kita berbicara tentang .)(8)G
dengan arti “pertemuan”. Kemudian dikhususkan oleh At
. ..(
dan ). 8) G( . ' .(ini?Ya,iamengenalnya,tetapidenganarti
.
.MakaapakahbahasaGurunSaharamengenalkata ). )8) G
Tahanawi dalam “Kasysyaf Isthilahat al-Funun” dengan sajian
di ).: ) .(Dia berbicara tentangkonsep yangpanjanglebar.
.Makna-maknainimerupakandasar )]/< 5.? / ..( G.?: ) .( kalangan ahli astronomi dan kalangan ulama ilmu kalam serta para ahli nahwu. Setiap ilmu ada istilahnya; sekarang apabila kita kita: segera terlintas dalam pikiran ).?: ) .(mengatakan kata adalahpertemuansekelompok ).: ) . ( manusia di suatu tempat pemakaian baru. Di samping itu, sekarang kita mengenal kata ( ) . )8) . sebagai isim yang berdiri sendiri. Demikian pula kata ( ) (8) @5 sebagai isim lain, tetapi kata itu dahulunya telah dikenal. Kata atau kesepakatan mereka terhadap sesuatu. Barangkali sebagian orang ingat akan ( ). Ilmu baru ini yang menggunakan @! 9.?: ) . kata lama untuk memberi nama yang sama dalam bahasa Arab. Barangkali terlintas dalam pikiran salah seorang pembaca dan dalamLisanul‘Arabadalahapayangdihimpundarisini ). )8) .( dan dari sana meskipun tidak dijadikan sebagai objek yang sama. dahulunyatidakdikenalsebagaiisim ). )8) @5(Akantetapikata yang berdiri sendiri, melainkan sebagai sifat. Marilah kita baca adalah kata ).: ) @ 5departemen sosial. Maka kata ( dari contoh-contoh dari Dozi: .).: ) .(adalahdari ).: ) @_(Kata yang terakhir .).: ) @_( Akan tetapi sekarang kata itu telah berubah dalam pemakaian baru ). I7 5atau ). ) .. ..?: ) @ 5(Barangkali kita ingat akan menjadi isim yang berdiri sendiri. Semuainiadalahdarikatayangtidakdikenaloleh ..?: ) @ 5( Inilahkata yang .).8)G(Akhirnyakitakemukakan kata bahasa Badwi hingga abad 2. apakah masyarakat Badwi pantas umum dalam pemakaian modern dan kata yang tidak dikenal oleh ). I7 5.?: ) @ 5(). I7 5.?: ) @ 5( mengetahui atau . Semua ini kamus-kamus lama dan bukan merupakan usaha-usaha untuk adalah dari kata yang tidak dikenal oleh bahasa Badwi hingga abad 2. apakah masyarakat Badwi pantas mengetahui ) . I7 5 Linguistik Arab 103 menyempurnakannya. Seolah-olah kata ini merupakan bentukan baru bagi entri lama dalam bentuk lama. Apabila entri itu lama dan berbagai wazan juga lama, maka pemakaian bahasa yang lama tidak memerlukan bentukan semua wazan dan musytaqqat Linguistik Arab 104 (derivasi-derivasi) dari entri ini. Maka perkembangan yang terjadi terdapat dalam bentukan kata baru dari wazan yang dikenal dan entri yang dikenal. Demikianlah dari kedua unsur ini muncul kata baru. Juga, muncul perkembangan dalam pemakaian kata lama untuk memenuhi makna baru yang ingin diungkapkan oleh ilmu pengetahuan atau peradaban. Karena itu, dalam kata lama terdapat kemungkinan yang taat untuk mengembangkannya melalui pemakaian dalam makna baru, kemudian makna baru itu dimanfaatkannya. Kita menjadi tidak mengenalnya kecuali dalam pemakaian baru. Struktur Gramatika Baru Di samping itu, ada banyak fenomena yang kita amati struktur kalimat bahasa Arab modern. Itu hampir tidak tampak karena itu, adalah sulit jika kita mengacu kepada buku-buku para ahli nahwu terdahulu untuk mengenal tabiat gaya bahasa yang telah dikenal oleh natsar Arab-Islam. Sekarang kita amati beberapa fenomena yang terdapat dalam natsar itu, tetapi kita tidak melihatnya dalam karangan-karangan yang pada prinsipnya berdasar pada kajian bahasa syair. Hukum-hukum kita ini masih relatif sampai kajian itu menjelaskan relativitas umumnya fenomena-fenomena ini dalam syair dan natsar secara historis. Inilah yang ditempuh oleh nahwu (gramatika) historis bahasa Arab. Natsar dalam bahasa Arab modern mengenal kecenderungan untuk membuka kasis idhafat dengan memakai harf jarr. Fenomena ini umum yang kita biasakan dan kita pahami siang malam. Kemudian kita berbicara tentang salah satu gambaran . / . .denganmengatakan:umumdalamkaidah-kaidahyangdihasilkanolehparaahlinahwu dari bahasa pada abad-abad pertama. Kalimat bahasa Arab modern . .('\ @ . ! .: 5..( ( 5 8 ( 5 .('\ ..: 5: ( 5. / . .secaraterperincibagikalimatsingkat: – sebagaimana kita ketahui dalam tulisan-tulisan, karangan- Marilah kita bandingkan kedua kalimat itu. Dalam kalimat kedua, karangan dan pers mengenal kumulasi mashdar yang dahulunya )..: 5(kata ;)..: 5(diidhafatkan kepada )('\ (kara tidak dikenal dengan ukuran persebaran yang sama. Sekarang kita Akan tetapi pertama .): ( 5diidhafatkan kepada ( kalimat disuatudaerah.Kata ).N ) .7 .N .(bacaungkapanataufrasa mengenal pengudaran kasus idhafat dengan memakai harf jarr, yaitu ( )) ('\ antaramudhafdanmudhafilaih.Alih-alihdari . I. ).N ) .( )7 .( sebelumnya diidhafatkan kepada kata yang sesudahnya. Dari )N .( , dan , semuanya adalah mashdar yang kata , ).. 8 5alih-alihdari dan )('\ .: 5(katakan: kita ..: 5( siaran radio kita dengar: .Akantetapiseyogyanya ). .: 5.. 8 ( 5(kitakatakan: . 8 ( 5( . 4 5(' G]a .N .6 ( .. .Z *. di sini kita amati juga bahwa mudhaf tersebut dalam semua kasus Kata ( ), ( ), dan ( ), semuanya adalah mashdar . 4 .('G]a .N . yang kata sebelumnya diidhafatkan kepada kata sesudahnya ). I.( mudhaf ilaih. Oleh karena itu, kita berbicara tentang – ) ('\ @ . ini telah disifati, kemudian datanglah kemudian setelah itu menurut cara yang tidak dikenal oleh bahasa klasik secara ). ) ¬ .Demikianjugatentang: ! .: 5..( ( 5– 8 ( 5. / . .(kumulatifini.Dalamhalini,seyogianyakitakemukakanbahwa ). ) . *,). )J .. .– a .. ...(,. .– ?... .. l .(kajianbahasaolehparaahlinahwuArabhanyaberdasarpadaasas dialek-dialek beberapa kabilah, bahasa syair Arab pada abad 2 H. .Dalam )..( . .– 8 ( 5. . .. 6 5(,atau . E .– k. ..( Kajian-kajian ini tidak membuat teks-teks natsar Arab yang semua kasus ini, mudhaf tadi disifati dan kasus idhafat diudar cemerlang sesudah ini dalam kerangka analisis bahasa. Oleh Linguistik Arab Linguistik Arab 105 106 terdapat dalam berbagai tataran bahasa modern. Setiap tataran dengan . I.( ). Apabila kita lebih mem-perhatikan contoh-contoh memakai adawat pengudaran khusus. Fenomena itu tidak lagi merupakan hal yang jarang atau bertalian dengan syair yang bertalian dengan peng-udaran kasus idhafat dengan ( , ). I. maka kita dapapi bahwa mudhaf tadi berada dalam banyak sebagaimana yang telah dibukukan oleh para ahli nahwu ('\) 5..( 9 keadaan dalam kasus idhafat baru. Kita mengatakan: terdahulu. ('\) 5. 6 5.(. . . 6 5(padamudhafilaih ) .Makaungkapanyangsederhana. ) 4 . ! 6 5 Di samping itu, bahasa Arab fusha dalam pemakaiannya ). I. dan dengan masuknya mudhaf ilaih baru yang diidhafatkan kepada mengungkapkan apa yang diungkapkan dalam ilmu bahasa dengan ( ) telah diudar dengan masuknya yang baru telah mengembangkan beberapa sarana untuk ) mudhaf pertama. Kemudian kita berbicara tentang: ('\) 5..(9 tankir (non definit). Sebagaimana kita ketahui bahwa bahasa Arab mengenal beberapa jenis ma’rifat (definit). Tanwin masih .. ..: ) . .. – .. ) .. 4)/ " ... (.,.. (.. . Demikianlah kita amati bahwa fenomena pengudaran kasus ) ) . I .. . 5 , dan merupakan fungsi tanda tankir (non definit). Akan tetapi ( ( .N ) pemakaian modern juga mengenal pemakaian kata dan ). I.( ilaih lama berkaitan dengan pengkhususan mdhaf lama, baik muannatsnya idhafat dengan memakai antara mudhaf lama dan mudhaf ( .N . ), yang diidhafatkan kepada kata yang dengan sifat maupun dengan mudhaf ilaih baru. sesudahnya untuk menyatakan tankir (non definit). Hal ini kita Di samping itu, kita amati pengudaran kasus idhafat temukan dalam frase-frase berikut: .N .. & . – .N .: .. a . 5 – .N . . – .N ..( ¬ ). I. . fenomena ini berlaku umum dalam ( 7 . .6 e( 9 – dengan memakai harf jarr . Kita membaca: .N . – .N .. 43 .N .. ) ... – .N .. J . 4 6 5 ( . a 5 atau (... . .( 6 ]a . ) – . )/ ( ... 5. diidhafatkan kepada bentuk jamak natsaar modern. Ia hampir tidak dikenal dalam pemakaian lama. Bagaimanapun fenomena pengudaran kasus idhafat dalam natsar Maka kata ( .N .( Arab modern menyamai pengudaran kasus idhafat dalam bahasa yang mengirinya. Semua struktur itu, maknanya adalah makna Ibrani modern dan dialek Arab modern. Dalam bahasa Ibrani mufrad nakirah (tunggal non-definit). Demikian pula pemakaian ) ) .N atau lama, mudhaf dan mudhaf ilaih merupakan struktur yang jelas kata )( ( sesudah mufrad untuk menyatakan keadaannya sebagai J ¬ 3 ( . J *¬ 3(tetapiungkapanbaruadalah ) J ¬ 3( . .. .,yakni: ) rambu-rambunya, seperti: , yaitu: . Akan nakirah. Ungkapan ini ada dasar-dasarnya dalam Alqur`anul ) Karim: ( (l I( ) . Hal itu kita dapati berlaku umum dalam natsar . 3 Seandainya kita lebih teliti, tentu kita menerjemahkan .e 3( ()¬ .( .7 M( ( o( ( , dan lain-lain. Demikianlah bahasa Arab pada masa ) ), ) Arab modern, seperti , , , kalimaat itu ke dalam bahasa amiyah Mesir dengan mengatakan: ). Maka kasus idhafat itu terurai di sini dan di )+. ./ : .(mengatakan:
dalam bahasa Arab sampai menduduki sedikit demi sedikit kata:
kata dalam bahasa Aramea ( )
6 6
).. 3..,
.(
dengan makna yang lebih cermat, fathah thawilah merupakan
, sedangkan
atau
.)
.
( Sesungguhnya pembicaraan tentang sejarah kehidupan
suatu kata merupakan sejarah yang panjang. Maka kata itu hidup
dalam bahasa )6 6 (tanda ta’rifdalam bahasa Aramea. Makna
dan berinteraksi, sedangkan makna merupakan hasil kondisi yang
) n .7
.. .,
. .7bahasaArabdenganduabentuk:
Aramea adalah
. Kata ini masuk dalam
merupakan tempat hidupnya kata itu.
Sesungguhnya bahasa Arab mempunyai kemampuan yang
cekatan dalam mencerna kata-kata asing dan menjadi-kannya
.DalambahasaArabkataitumempunyaimaknayangsama:
) !
.(
dalam bahasa Yunani yang majemuk Philosoph; artinya yang
pertama adalah pencinta kebijaksanaan. Kata itu masuk dalam
bahasa Arab dengan sejumlah kata peradaban dan kebudayaan
Yunani. Ia dikenal oleh bahasa Arab pada masa peradaban Islam.
Akan tetapi bahasa Arab tidak cukup dengan pemakaian kata itu
melainkan membentuk kata-kata baru dari kata tersebut. Ia
seperti kata-kata asli di dalamnya. Kata
adalah kata
.Ini,IbnuDanil 6 ..
M.. .6 . !E
. .( . ) . ... .6 . .
dalam khayalbayangan untuk )6 6>(telah menggunakan istilah
menyatakan bagian atau fasal. Sesungguhnya kata-kata dalam
bahasa Aramea yang masuk ke dalam bahasa Arab itu banyak dan
bervariasi. Banyak kata yang masuk dari bahasa Yunan lewat
bahasa Aramea. Oleh karena itu, kajian bahasa Aramea dapat
menjelaskan kepada kita banyak aspek sejarah kosakata bahasa
Arab.
) !
J5(
. Semua kata ini dibentuk sesuai dengan kaidah bahasa
).J!
3(
membentuk fi’il
dan membentuk kata
dan kata
Masalah kata-kata dalam bahasa Qibti di Mesir adalah
mirip dengan bahasa Aramea di Syam dan Irak. Oleh karena itu,
). ) J!
J5(
Arab dari entri kata asing. Kebanyakan kata dalam bahasa Yunani
sejumlah besar kata dalam bahasa Qibti telah masuk ke dalam
telah masuk ke dalam bahasa Arab melalui dialek-dialek Aramea
yang dominan di Syam dan Irak sebelum Islam, terutama kata-kata
dalam Suryani yang mendorong kebudayaan Yunani kepada
bangsa Arab.
Di samping itu, ada sejumlah kata dalam bahasa Aramea
yang masuk ke dalam bahasa Arab. Sesungguhnya kehidupan
Gurun Sahara lama tidak mengenal pertanian:
. J .. .. .. .. 8) 2. .. 4) q. .. E .. ..
( .. .. J
3.
Linguistik
Arab
113
bahasa Arab. Maka nama-nama bulan dalam bahasa Qibti )
. .dikenal oleh setiappetanidiMesir sebagaimana setiap .6 6>(
.Kemudiannama-).¬! . .N2¬
.. .
.(petaniSuriahmengenal
nama bulan yang beredar di Irak dan Syam telah dikenal oleh
orang-orang Aramea pada umumnya dengan bentuk yang sama.
Dan urutannya sebagaiamana penduduk Mesir dalam perjanjian
Linguistik
Arab
114
.Danadabanyakkata. ..6 6> .. . . b .6
( . .Qibtiadalah
kata-kata yang dibentuk – pada masa Turki di Mesir – dari unsur
dalam bahasa Qibti yang masih dikenal dalam bahasa percakapan
6
9 .6/ ._ .6 .. .. . ..! . .sehari-haridiMesir,seperti:
.8q .( . .]' . . ! . ...N 5. . ......
Kita akan berkata panjang seandainya kita berbicara
tentang unsur-unsur asing yang masuk ke dalam pemakaian
diKairo.Ia )( . 5. )
¬ .(unsurbahasaPersia.Kitamengenal
didirikan pada abad yang lalu dengan mengandung nama ini. Kata
mempunyaitanda akhir bahasa Persia yangberkaitan )(
¬ .(
dengan jamak. Oleh karena itu, kata itu adalah ( ).
( . 5. )
Z
dankitatidakcemas )
. ....(Kitamasihmemakaifrase
bahasa di masyarakat Arab, tetapi kita cukup dengan beberapa
bahasa. Bahasa Turki pernah menjadi bahasa lapisan elit dari segi
sosial. Pengaruh ini adalah masuknya kata-kata dalam bahasa
atau ).s(TurkikedalambahasapercakapandiduniaArab.Kata
.Ituadalah ).
..(atau ). >(atau )(!S(,maknanyaadalah ). .(
kata-kata bahasa Turki. Kata ( )maknanya adalah : )
*. I.masukkedalambahasaArabdaribahasaTurki, 6
@ 5.. .@' ¬5(
fi’ilini dalam percakapan sehari-hari. Dan ).*(lalu menjadi
menjadi bertashrif, seperti fi’il-fi’il lainnya dalam dialek Arab.
sebagaifi’ildenganarti )6!i(ParapenuturSyammengenalkata
)6 I(n(.KenyataannyakatainiberasaldaribahasaTurki: )6 .(
dengan arti yang sama. Kata itu telah disingkat dan di dalamnya
terjadilah qalb makani (tukar tempat) dengan saling bergantian
).. 3.. ' .(
tidaklain kecuali merupakan bentukjamak. Di sini ). ....(
bentuk jamak adalah dengan tanda akhir bahasa Persia .
)..(
Bahasa Persia dahulu pernah menjadi bahasa yang dikenal oleh
kaum terdidik pada daulat Utsmaniyah; ia dipelajari sebagai
bahasa klasik di beberapa lembaga ilmu di Mesir pada abad yang
lalu sampai masuknya Inggris.
Bahasa Turki pernah menjadi jembatan yang mengalihkan
berbagai kata Eropa kepada kita. Kita mengenal kata ( );
..6 .
aslinya adalah Vapour. Bagaimana V itu bisa berubah menjadi
iniditafsirkan melaluipemakaian tulisan ?Kenyataannya )...(
Arab oleh orang-orang Turki. Kemudian mereka mengungkapkan
dalam bahasa mereka. Apabila ). ..(huruf bunyi(V)dengan
memakai
dalam mudhaf ilaih. Ini karena kata
). a (
asing yang mengandung bunyi (V), maka mereka menuliskannya
.Kataitutelahdipakaisebagaimanasuatu )...(menjadi .(
Olehkarena itu, mereka menulis .). ..(dengan menggunakan fi’ildipakaidalamdialek-dialekArabdiSyamdalamberbagai
tashrif. kata ( )demikian dan mereka meng-ucapkannya, seperti
..6 .
). I.(
). ..Maka )...] .] ..(
mereka ingin menulis sebuah kata dalam bahasa Turki atau bahasa
dan
tempatnya, seperti:
) 6 .(
meskipun beberapa unsurnya berasal dari kata dasar bahasa Arab.
bahasa Arab, lalu diucapkan ( ). Atau penutur arab ketika itu
..6 .
Kita mengenal ( ), yaitu tempat kedamaian di istana-istana
.
I(!b
yangorangTurkitidak ). ..(berkeyakinanbahwaasalnyaadalah
di mana para prajurit berbaris untuk menghormati ( ). Kata itu mampu mengucapkannya. Dari sanalah kata dalam bahasa Arab
.
Demikianpulaapayangkitalihatdalam .). ..(masukdengan ) b(dalam bahasa Arabdan silabel ) I.(tersusun darikata
dalam bahasa Turki, yaitu memberikan pengertian hal tempat.
dengan ) ' (buku-bukuabad19ketikamerekamenuliskanisim
Maka ( )adalah tempat kedamaian ( ). Dan ada
( ..
I..
I(!b
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
115 116
Ada kata-kata yang masuk dalam bentuk bahasa Turki
. Kemudian kata itu beralih bentuknya yang tertulis ke
.Fenomenainimenjelaskankepadakitaadanya ).¬' (,yaitu ). ..(
beberapa nama diri dalam bahasa Arab. Orang-orang Turki telah
dari Arab. Akan tetapi . N .(mengambil isim
)orang-orang
seperti mereka tidak ). ..mereka mengucapkan
( (V);
mengucapkan bunyi halq
). 4 .(
karena ia tidak terdapat dalam
). N .(bahasa mereka. Dari sini muncullahisim baru yaitu
seperti ( ). Dari sini muncullah isim baru yaitu ( ).
.J ..J .
Demikianlah bahasa Arab hidup dan berkembang bentuknya
dalam interaksi yang kontinyu sejalan dengan tabiat hubungan
sosial, peradaban, politik, dan agama yang dominan di masyarakat
Arab lewat sejarah.
Linguistik
Arab
117
BAHASA DAN KEHIDUPAN BAHASA
Ada banyak definisi bahasa, antara lain definisi yang dikemukakan oleh Ibnu Jinni. Menurut Ibnu Jinni (391 H), bahasa adalah bunyi yang diungkapkan oleh setiap kaum untuk menyatakan tujuannya. Ini merupakan definisi yang cermat, yang menyebutkan banyak aspek distingtif bahasa. Pertama-tama Ibnu Jinni menegaskan tabiat bunyi bahasa; mengemukakan fungsi sosial bahasa dalam ekspresi dan mengalihkan pikiran; dan mengemukakan bahwa bahasa dipakai di masyarakat. Maka setiap kaum memiliki bahasa. Para linguis modern mengemu-kakan berbagai definisi bahasa. Semua definisi modern ini menegaskan tabiat bunyi bahasa, fungsi sosial bahasa, dan variasi konstruksi bahasa dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
1. Tabiat Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang. Nilai lambang bahasa berdasar pada hubungan antara pembicara atau penulis sebagai pemberi pengaruh dan pendengar atau pembaca sebagai penerima. Bahasa merupakan sarana interaksi/komunikasi dan pengalihan pikiran antara pemberi pengaruh dan penerima. Lahirnya lambang bunyi bahasa ini adalah untuk memenuhi makna yang spesifik dan distingtif, yang dimaksud oleh pembicara dan dipahami oleh penerima (pendengar). Artinya ada kesepakatan kedua belah pihak dalam menggunakan lambang-lambang ini untuk menyatakan makna yang dimaksud. Bahasa merupakan sarana interaksi sosial pertama di masyarakat. Adapun sarana komunikasi lain, seperti isyarat bunyi atau pemandu tidak lain kecuali merupakan usaha alternatif bagi sistem bahasa. Pada dasarnya bahasa berdasar pada sistem bahasa. Oleh karena itu, tanpa sistem itu tidak ada bahasa.
Bahasa dan Tulisan
Lambang bahasa adalah lambang bunyi. Ini berarti bahwa tabiat bahasa – pertama-tama – memanfaatkan varian bunyi yang diucapkan (lisan) dan didengar. Maka tulisan merupakan upaya untuk mengungkapkan bahasa dalam realita bunyi. Tulisan merupakan upaya untuk mengalihkan fenomena bunyi yang dapat didengar ke fenomena tulisan yang dapat dilihat. Maka bahasa didengar dengan telinga, sedangkan tulisan dilihat dengan mata. Tulisan merupakan upaya untuk menerjemahkan fenomena bunyi yang didengar ke dalam fenomena tulisan yang dilihat. Dan tulisan merupakan upaya untuk mengalihkan bahasa dari dimensi waktu ke dimensi tempat. Karena itu, fenomena bunyi beriringan dengan waktu, sedangkan huruf yang tertulis beriringan dengan tempat. Apabila bahasa dahulunya merupakan fenomena bunyi, maka wajarlah jika kajian bahasa mengkaji bahasa dalam bentuk bunyinya.
Kita harus selalu membedakan tabiat bunyi bahasa dan cara pembukuan/penulisan bahasa ini. Maka khat (tulisan) Arab merupakan suatu masalah, sedangkan bahasa Arab adalah soal lain. Khat Arab mempunyai fasilitas tertentu yang berupaya untuk menyatakan realita bunyi. Khat Arab membukukan bunyi danvokalpanjang,yaitu: konsonan,seperti:
dhammah thawilah, fathah thawilah, dan kasrah thawilah dengan huruf tulisan Arab. Khat berinteraksi dengan huruf, sedangkan linguistik berinteraksi dengan bunyi. Khat Arab dengan suatu bentuk mencoba membukukan bunyi-bunyi bahasa Arab, kecuali vokal pendek, yaitu dhammah, fathah, dan kasrah tidak mempunyai huruf dalam khat Arab. Oleh karena itu, penulisannya merupakan masalah manasuka. Akan tetapi vokal-vokal pendek – seperti halnya vokal panjang dan konsonan – merupakan unsur pokok dalam pembentukan sistem bahasa Arab dan semua bahasa. Perubahan vokal dapat mengakibatkan perubahan makna, maka perbedaan antara bentukaktifdan bentuk.
pasif merupakan perbedaan vokal yang membawa ke peralihan bentuk dan perubahan makna. Ada perubahan yang mendasar antara jumlah huruf dan jumlah bunyi dalam banyak pola kata dalam bahasa Arab. Fi’il madhi: berakhir dengan alif yang tidak .
mempunyai indikasi bunyi apapun. Sebaliknya dari fenomena ini, kita dapati huruf-huruf yang dipakai untuk menuliskan banyak kata lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan bunyi-bunyi yang membentuknya. Beberapa vokal panjang tidak ditulis dalam beberapa kata, seperti:. Dan ada perbedaan lain antara huruf dan bunyi. Perbedaan ini tampak jelas melalui pengamatan dalam khatArab dilambangkan dengan kitabah wahuruf dua fenomena bunyi yang berbeda dalam bahasa Arab. Maka dilambangkan dengan bunyikonsonan dalam penulisan yang dalam bahasaArab, sementara kata-kata:
sama dilambangkan dengan vokal panjang dalam penulisan katakata:
dalamb ahasa Arab. Demikian pula huruf .dalam khat Arab; ia terkadang dilambangkan dengan bunyi konsonan dalam kata-kata: dan terkadang
dilambangkan dengan vokal panjang dalam kata-kata:
Oleh karena itu, dalam mengkaji bahasa Arab atau bahasa lain sekalipun kita tidak boleh berkomunikasi dengan huruf-huruf tertulis, melainkan kita harus mengkaji bunyi-bunyi bahasa yang membentuk bahasa ini dengan mencoba menjelaskan realita bunyi bahasa sambil memperhatikan sejauhmana perbedaan antara bahasa sebagai fenomena bunyi dan penulisannya dengan huruf.
Sistem Bahasa
Lambang-lambang bunyi yang dipakai untuk berkomunikasi oleh para penutur kelompok sebuah bahasa itu terbatas. Kebanyakan bahasa, masing-masing berinteraksi dengan kira-kira 30 lambang bunyi. Secara simultan semua bahasa manusia berinteraksi dengan tidak lebih dari 50 lambang bunyi; setiap bahasa ada bagiannya. Akan tetapi lambang-lambang yang terbatas ini dalam setiap bahasa dari bahasa-bahasa yang banyak ini dapat mengungkapkan sebanyak mungkin apa yang hendak diungkapkan oleh manusia dalam segala bidang kehidupan dan pikiran. Kira-kira 30 lambang bunyi dalam setiap bahasa dapat membentuk ribuan kata, kemudian jutaan kalimat untuk mengalihkan berjuta-juta makna dan nuansa makna. Lambang-lambang bunyi yang terbatas ini dapat membentuk konstruksi bahasa tersusun konsonan dan vokal sama. Di sini dari yang dan adalah konsonannya adalah vokalnya kasrah dan fathah serta tanda i'rab. Hanya saja vokal-vokal ini pada kedua kata tadi menjadikan dua susunan yang berbeda. Pemakaian lambang-lambang bunyi yang terbatas dalam setiap bahasa di dunia dalam berbagai susunan (pola) membe-rikan peluang kepada lambang-lambag itu untuk membentuk ribuan kata dan berbagai bagian dalam sistem bahasa dalam setiap lambang bunyi ada fungsinya dalam kata; setiap kata ada fungsinya dalam frase dan kalimat. Seyogianya kita mematuhi susunan yang disepakati dalam lingkungan bahasa yang sama. Jika tidak, maka lambang itu kehilangan kemampuannya dalam pengalihan dan pemberian inspirasi. Susunan bahasa ini mengandung urutan bunyi di dalam kata dan urutan kata dalam kalimat. Di sini misi linguis adalah menjelaskan tabiat lambang-lambang bunyi ini dan berbagai pola yang dibentuknya untuk membentuk kata. Dengan menjadikan berbagai susunan terbatas. Keduakata:
Kemudian ia menjelas-kan juga berbagai pola untuk menyusun kata-kata ini untuk membentuk berbagai kalimat.
Bahasa merupakan fenomena immateri (non-fisik) seperti halnya konvensi dan tradisi. Ada perbedaan yang mendasar antara kajian fenomena materi (fisik) pada suatu masyarakat dan kajian fenomena immateri (non-fisik) pada masyarakat yang sama. Fenomena fisik dapat dipahami, seperti bentuk tempat tinggal, pakaian, dan peralatan kerja, dengan mendeskripsikan segala objek ini secara langsung. Akan tetapi pembelajar fenomena nonfisik menghadapi sejumlah unsur yang terlihat. Parsial-parsialnya telah berinterferensi penuh. Ini urusan linguis dalam mengkaji bahasa dan sosiolog dalam mengkaji tradisi – misalnya. Keduanya dituntut mengamati ribuan parsial yang membentuk sistem bahasa atau sistem konvensi. Ia dituntut untuk menjelaskan parsial-parsial ini, mengklasifikasikannya secara jelas, dan mengkristalisasikan hubungan-hubungan yang ada di antara parsial-parsial yang terpadu ini. Maka linguis mengamati, mencatat/merekam, mengklasifikasikan, dan mengkristalisasi untuk mengungkap struktur bahasa yang ia kaji.
Lambang Bahasa dan Makna
Lambang-lambang bahasa memperoleh kemampuannya dalam inspirasi melalui pemakaian. Kata merupakan unsur bahasa yang mengandung makna. Tidak ada makna yang spesifik bagi bunyi atau bunyi lainnya. Ketika orang mendengar bahasa asing yang tidak ia ketahui, maka ia dapat pertama-tama – membedakan berbagai kata yang ia dengar. Maka sampai anak itu memperoleh dasar bunyi bahasa ibu. Fase ini berkaitan dengan situasi pemakaian setiap kata dan setiap ungkapan yang didengarnya. Karena itu, ia tidak mendengar bunyi-bunyi yang membentuk kata-kata dan ungkapan-ungkapan hanya dari konteksnya, melainkan ia mendengar ungkapanungkapan tertentu pada situasi tertentu. Dengan demikian setiap kata dan setiap ungkapan dalam akal pemeroleh bahasa atau pemakainya berkaitan dengan situasi khusus dan kondisi tertentu.
Makna tidak lain kecuali merupakan situasi tempat digunakannya lambang bahasa. Oleh karena itu, sarana ilmiah untuk mengetahui makna kata atau ungkapan dapat dirangkum dalam mengkaji kondisi dan situasi tempat diguna-kannya kata itu, lalu diperoleh maknanya dan kemampuannya secara inspiratif. Tidak ada hubungan yang alamiah antara lambang bahasa dan maknanya dalam realita lahir. Satu-satunya hubungan yang ada antara lambang bunyi dan maknanya adalah hubungan lambang. Maka kata dilambangkan dengan sesuatu yang konkrit atau abstrak. Oleh karena itu, tidak ada hubungan yang alamiah yang dalam menghubungkan bunyi-bunyi pembentuk kata bahasa atau kata “Tisch” dalam bahasa Jerman dan antara dalam bahasaArab adalah sebagai realita kongkrit dan kata muannats, tidak karena ada ta’nits dalam khasyab (kayu) mindhadah (meja), tetapi karena itu diakhiri dengan. Dalam bahasa Arab merupakan tandata’nits. Makata’nitsdi sini bukanlah untuk mindhadah sebagai realita kongkrit, dalam bahasa Arab. Kata ini melainkan untuk kata ia mendengar rangkaian bunyi yang berturut-turut. Ini urusan anak sebelum memperoleh bahasa. Ia mendengar bahasa hanya sebagai bel bunyi yang takdistingtif rambu-rambunya. Kemudian anak mulai membedakan lambang-lambang bunyi yang ia dengar sedikit-demi sedikit. Anak belum matang dalam menirukannya kontras dengan kata der Tisch dalam bahasa Jerman. Kata ini dalam bahasa Jerman diklasifikasikan ke dalam mudzakkar. Oleh karena itu, klasifikasi dalam satu bahasa merupakan sistem bahasa yang berdiri sendiri dari makna-makna objek ini dalam realita lahir. Segala apa yang menghubungkan kata dengan maknanya adalah hubungan lambang. Ini berlaku bagi semua fenomena dan kata dalam bahasa manusia. Maka bahasa memiliki “sistem dalam”. Sistem ini bukan merupakan cerminan langsung bagi realita lahir, melainkan ia merupakan pandangannya dengan suatu cara. Tanda lambang itu berlaku bagi semua kata dalam semua bahasa. Maka tidak ada hubungan yang alamiah antara beberapa bunyi dan maknanya dalam realita lahir.
Sebagian orang mengira dalam sejumlah kata, seperti:
Sebagai peniruan alam. Ibnu Jinni menamakan, kata-kata ini “isim ashwat yang didengar, sedangkan dalam bahasa Inggris kata-kata ini dinamakan “Onomatopoetic Words”. Akan tetapi kata-kata ini tidak berbeda sedikitpun dengan kata-kata lainnya dalam bahasa itu dari segi maknanya karena kata-kata itu tidak memperoleh nilainya dari segi lambang kecuali dalam lingkungan bahasa tertentu. Maka makna kata-kata ini tidaklah bersifat alamiah dan sama dalam semua bahasa, melainkan masing-masing mempunyai nuansa tertentu pada masyarakat mempunyai dalam lingkungan, Kata tertentu. ( makna bahasa Arab dan bernuansa dengan bunyi air yang memancar dan berlimpah. Akan tetapi ini tidaklah mempunyai makna atau kemampuan inspiratif di luar lingkungan bahasa Arab. Barangkali sebagian orang menyangka adanya hubungan alamiah antara dalamdialek ) makna mengiyakan dan menyetujui dan kata Arab di Kairo. Seandainya kata itu diucapkan hanya kepada orang Amerika, tentu ia akan memahami nama wilayah Amerika dari kata itu dan seandainya kata tersebut diucapkan di hadapan orang Jerman, tentu ia tidak akan memahami apa-apa sama sekali dari kata itu. Semua ini menunjukkan hubungan makna kata ini dan kata-kata lainnya dengan pemakaian bahasa di lingkungan bahasa tertentu. Tidak ada hubungan alamiah antara bunyi bahasa atau kata dan maknanya. Maka makna adalah hasil pemakaian kata di lingkungan satu bahasa.
Ada konsepsi yang dominan di beberapa lingkungan yang
beperadaban dan di semua lingkungan yang kurang beperadaban
terhadap beberapa kata. Menurut mereka mengucapkan kata
berarti menghadirkan sesuatu; seolah-olah kata dan sesuatu yang
ditunjukkannya merupakan satu unit yang bersifat alamiah.
Konsep ini membawa ke penghindaran diri dari penyebutan namanama
penyakit dan nama-nama binatang buas sehingga tidak
mendapat tempat diucapkannya nama-namanya. Oleh karena itu,
penamaan binatang buas dalam kelompok satu bahasa menjadi
bervariasi. Masyarakat bahasa di Utara Eropa meng-hindari
secara terus terang. Mereka ). .(penyebutan nama
melambangkannya dengan penamaan lain yang bersifat figuratif
Jugaorang-orangArab itutidakhadir. ). .((majazi)sehingga
berusaha menjauhi kehadiran ( )dengan menamakannya
..
dengan banyak penamaan lain yang bersifat figuratif sehingga kata
Meskipunadanyabanyakcontoh tidakmendapattempat. ).. (
untuk yang demikian itu di berbagai lingkungan perkotaan, namun
realita bahasa menetapkan bahwasanya tidak ada hubungan antara
lambang bahasa dan penunjuknya di dunia realita kecuali
hubungan lambang. Dalam hal itu semua lambang adalah sama.
2. Fungsi Bahasa
Lambang bahasa berkaitan dengan lingkungan tertentu
yang dinamakan masyarakat bahasa. Ketika orang mendengar
bahasa asing yang tidak dikenalnya, ia mendengarnya sebagai
bunyi-bunyi yang tidak distingtif. Baginya bunyi-bunyi itu tidak
memiliki klasifikasi yang jelas dan tidak memiliki makna
simbolik. Sesungguhnya ia mendengar untaian bunyi yang tidak
mempunyai satuan-satuan yang distingtif. Akan tetapi penutur asli
atau orang yang mengenalnya tidak hanya mendengar untaian
bunyi, melainkan ia membedakan komponen-kompo-nennya dan
memahami kandungan maknanya.
Linguistik
Arab
8
Bunyi-bunyi bahasa lisan dapat dikaji dari segi
karakteristik fisika. Materi bunyi merupakan salah satu pokok
bahasan analisis dalam fisika. Analisis fisika dapat mengungkap
banyak aspek dari karakteristik alamiahnya, yang memanfaatkan
juga segi aplikasi dalam merancang peralatan telepon, telegram,
dan pesawat penerima radio, dan merancang bangunan tempat
terjadinya bunyi secara berulang-ulang, dan lain-lain. Akan tetapi
kajian bahasa tidak mengkaji karakteristik fisika sebagai tujuan itu
sendiri, melainkan mengkaji materi bunyi sebagai sarana untuk
menyampaikan informasi. Oleh karena itu, ia tidak melihatnya
hanya untuk pengumpulan bunyi sebagaimana tampak bagi orang
asing dan direkam oleh peralatan bisu, melainkan ia melihat di
dalamnya sistem yang spesifik dari lambang-lambang yang
distingtif, yang mengandung suatu makna.
Karakteristik fisika bunyi itu berbeda karena perbedaan
individu dan situasi ujaran di dalam masyarakat satu bahasa.
Setiap tindak tutur ada karakteristiknya. Karakteristik ucapan dan
fisika satu ungkapan itu berbeda karena perbedaan individu.
Terkadang seseorang mengucapkan ungkapan yang sama dengan
ucapan yang berbeda karena perbedaan keadaan jiwanya.
Pengucapannya berubah karena bertambahnya usia. Meskipun
demikian, masyarakat bahasa adalah masyarakat yang di dalamnya
terdapat kesamaan sejumlah ungkapan yang dipakai
berkomunikasi oleh para penuturnya dengan cara yang
memungkinkan mereka memahami secara bersama-sama (mutual
intelligibility). Sejumlah ungkapan yang dipakai pada masyarakat
bahasa itu lahir dari satu konstruksi bahasa yang menghubungkan
semua anggota masyarakat. Masyarakat bahasa dapat ditentukan
dengan mempertimbangkan kesamaan sejumlah ungkapan yang
dipakai untuk berkomunikasi oleh para penuturnya. Maka
komunikasi mereka dengan bahasa itulah yang menjadikan sebuah
masyarakat bahasa di kalangan mereka.
Linguistik
Arab
9
Bahasa Fusha dan Lahjat (Dialek-dialek)
Di banyak masyarakat bahasa di dunia terdapat lebih dari
satu ragam bahasa. Seseorang berserikat pada setiap ragam bahasa
sesuai dengan situasi ujaran dalam kehidupannya. Situasi ujaran
dalam bidang kehidupan sehari-hari berbeda dengan situasi ujaran
dalam bidang budaya atau bidang politik. Per-bedaan ini terkadang
ada dalam kerangka satu bahasa seba-gaimana halnya kaum
terpelajar dari kalangan para penutur asli bahasa Jerman atau
bahasa Perancis atau bahasa Inggris dalam berkomunikasi dengan
bahasa mereka. Terkadang perbedaannya lebih dari itu – dalam
kerangka satu bahasa – ketika dialek dan bahasa fusha dipakai
secara berdampingan. Ada berbagai ragam kedwibahasaan.
Pemakaian bahasa membatasi fungsi yang dilakukan oleh setiap
ragam bahasa. Tidak ada ciri-ciri dalam konstruksi bahasa dari
segi fonologi, morfologi, sintaksis, atau semantik yang
mengharuskan adanya salah satu ragam sebagai bahasa fusha dan
yang lainnya sebagai bahasa amiyah. Keduanya sesuai dengan
definisi bahasa sebagai sistem lambang bunyi. Akan tetapi para
penutur masyarakat bahasa itu menyikapi bahasa fusha dengan
sikap yang berbeda dengan sikap mereka terhadap bahasa amiyah.
Kemudian bahasa fusha dihormati secara sosial dan kaidahkaidahnya
dihormati oleh kaum terpelajar. Juga model-model
sastra dan buku-buku kebudayaan serta buku-buku ilmiah
mendukung kedudukan bahasa fusha. Dalam banyak hal, ini
membuat bahasa fusha dipakai secara resmi atau hampir resmi
oleh semua penuturnya. Jika mereka saling berpisah secara
geografis dan sosial, maka perbedaan daerah dalam pemakaian
bahasa fusha masih dalam konvensi struktural dan leksikal bagi
bahasa itu. Akan tetapi bahasa amiyah menurut para pemakainya
dianggap tidak standar dari segi sintaksis meskipun setiap dialek
Linguistik
Arab
10
ada kaidahnya yang bertalian dengannya. Para penutur masyarakat
bahasa tidak menyikapi bahasa amiyah dengan sikap
menghormati. Oleh karena itu, bahasa amiyah tidak dipakai dalam
tulisan resmi dan tidak pula dalam bidang budaya dan bidang
keilmuan dengan membiarkan hal yang demikian untuk bahasa
fusha.
Bentuk Variasi Bahasa
Ada masyarakat yang memakai lebih dari satu bahasa;
masing-masing berkaitan dengan bidang-bidang tertentu. Dalam
banyak hal ada istilah-istilah untuk mendeskripsikan berbagai
tataran pemakaian bahasa. Bahasa resmi (Official Language)
adalah bahasa yang dipakai dalam bidang-bidang resmi di kene
garaan.
Biasanya undang-undang menentukan bahasa resmi di
setiap negara. Bahasa resmi itu bisa bahasa nasional sebagaimana
halnya di banyak negara di dunia. Bisa juga bahasa resmi itu
adalah kepanjangan bahasa resmi pada masa kolonialisme.
Keadaan ini banyak di banyak negara baru di Afrika dan Asia.
Bahasa resmi di Murtania adalah bahasa Perancis, padahal bahasa
Perancis itu bukanlah bahasa penduduk Murtania karena mereka
adalah bangsa Arab dan Barbar. Di sejumlah negara Afrika bahasa
Inggris masih menjadi bahasa resmi. Dan ada negara-negara yang
mengakui keanekaragaman bahasa resmi karena kondisi historis.
Bahasa Perancis dan bahasa Valmanakia merupakan bahasa resmi
di Belgia; bahasa Inggris dan bahasa Afrika merupakan bahasa
resmi di Kanada; dan bahasa Jerman, Perancis, dan bahasa Italia
merupakan bahasa resmi di Saussure.
Bahasa yang dipakai di bidang pendidikan dan kebudayaan
serta teknik disebut bahasa pendidikan/pengantar
(Educational Language) atau bahasa budaya (Cultural Language)
atau bahasa teknik (Technical Language). Bahasa resmi ini sering
merupakan bahasa komunikasi di bidang-bidang ini. Akan tetapi
Linguistik
Arab
11
sejumlah besar masyarakat bahasa di dunia modern berkomunikasi
di bidang-bidang teknik dengan bahasa resmi yang telah
ditetapkan oleh undang-undang. Pengajaran ilmu penge-tahuan,
arsitektur, dan kedokteran di banyak negara Arab ber-langsung
dengan bahasa Inggris atau bahasa Perancis padahal undangundang
negara-negara ini menetapkan bahwa bahasa resmi adalah
bahasa Arab.
Dan ada banyak bahasa yang dipakai dalam bidang-bidang
khusus tanpa bahasa nasional atau bahasa resmi atau bahasa
pendidikan (pengantar). Bahasa agama (Religious Language) atau
bahasa syiar keagamaan (Liturgical Language) adalah bahasa Arab
di segala penjuru dunia Islam. Bahasa Latin adalah bahasa upacara
keagamaan menurut orang Katolik. Bahasa Ibrani adalah bahasa
agama di kalangan orang-orang Yahudi. Terbatasnya pemakaian
salah satu bahasa pada bidang agama membawa ke perhatian para
pemuka agama – pada pertama kalinya – terhadap bahasa ini agar
mereka membaca kitab-kitab yang disusun dengan bahasa itu dan
dengannya mereka dapat menyusun buku-buku keagamaan yang
mereka inginkan.
Di samping itu, ada bahasa-bahasa yang masing-masing
disebut bahasa kelompok (Group Language). Pemakaiannya
terbatas pada kelompok peradaban atau etnis di dalam negara itu.
Bahasa Mahria di daerah Yaman Selatan dan di kalangan kaum
imigran dan antara mereka ke Kuwait adalah bahasa etnis (Ethnic
Language). Demikian pula halnya dengan bahasa Nobia di Mesir,
bahasa Kurdi di Irak, dan bahasa Barbar di Maroko. Dalam
banyak hal, pengetahuan tentang bahasa masyarakat kota atau
bahasa etnis dinggap sebagai kriteria untuk menjelaskan nisbat
seseorang kepada etnis ini.
Hubungan bahasa dengan kelompok manusia tertentu
membawa ke tidak dipakainya bahasa oleh penutur asing untuk
tujuan-tujuan umum. Khususnya, apabila masyarakat para penutur
Linguistik
Arab
12
bahasa ini terpisah dari para penduduk negeri oleh batas-batas
geografi, peradaban, agama, atau strata. Dalam banyak hal para
penutur bahasa ini berkomunikasi dengan orang lain dengan
bahasa lain yang menjadi bahasa kedua.
Bahasa Pergaulan dan Bahasa Internasional
Apabila kerjasama antar manusia merupakan kebutuhan
sosial dan peradaban, maka pergaulan antar anggota yang
bernisbat kepada berbagai masyarakat bahasa dalam banyak hal
membentuk kesulitan besar. Bahasa-bahasa yang dipakai
berkomunikasi oleh masyarakat yang berbeda dengan bahasa ibu
dinamakan bahasa pergaulan (Lingua Franca). Ada banyak bahasa
pergaulan (lingua franca) di dunia modern. Di antara contohcontoh
lingua franca adalah pemakaian bahasa Arab antarkabilah
non-Arab di Sudan dan Ariteria dan pemakaian bahasa Inggris di
kalangan penutur berbagai bahasa di India. Kebanyakan lingua
franca adalah bahasa-bahasa alamiah (Natural Language), yaitu
bahasa-bahasa yang berkembang dan tumbuh secara alamiah.
Akan tetapi sebagian orang berusaha membuat bahasa-bahasa lain
yang dimaksudkan untuk penye-derhanaan. Bahasa itu dinamakan
bahasa buatan (Artificial languages) atau bahasa bantu (auxiliary),
seperti bahasa Esparanto.
Akan tetapi bahasa buatan ini tidak mudah bagi semua
penutur bahasa dengan derajat yang sama. Misalnya, bahasa
Esparanto, kebanyakan unsurnya serupa dengan bahasa Italia dan
bahasa Spayol. Dan unsur lainnya adalah Vorbia. Oleh karena itu,
pada umumnya orang-orang Eropa lebih mudah memperoleh
bahasa Esparanto daripada orang-orang Non-Eropa.
Sesungguhnya dunia modern memiliki lebih dari 3000
bahasa. Akan tetapi kebanyakan bahasa ini, pemakaiannya terbatas
Linguistik
Arab
13
pada sejumlah manusia terbatas. Ada sebelas bahasa dari bahasa
ini yang dipakai bertutur oleh lebih dari 50 juta, yaitu bahasa Cina,
bahasa Inggris, bahasa India, bahasa Urdu, bahasa Spayol, bahasa
Rusia, bahasa Arab, bahasa Portugal, bahasa Jepang, bahasa
Mongolia, bahasa Jerman, dan bahasa Perancis. Tetapi tidak
semua bahasa ini dapat disebut bahasa Internasional (International
Language). Bahasa Internasional, kedudukannya tidak ditentukan
oleh persebarannya dan jumlah penuturnya saja, melainkan juga
kedudukannya ditentukan oleh kepentingan budaya dan para
penutur asing mempelajari dan berkomunikasi dengannya. Maka
bahasa tidak hidup kecuali di masyarakat bahasa dan tidak
meningkatkan kecuali manusia.
Tataran Pemakaian Bahasa
Sistem lambang bunyi tidak menjadi bahasa kecuali
apabila dipakai untuk berkomunikasi di lingkungan manusia. Oleh
karena itu, kajian bahasa mengkaji konstruksi bahasa dan
menguhubungkannya dengan hubungan-hubungan sosial, ekonomi,
dan politik yang dominan di lingkungan bahasa ini. Tabiat
dan fungsi bahasa merupakan dua hal yang saling berkaitan.
Seandainya sekarang kita mencoba menulis kehidupan bahasa di
dunia Arab modern, maka kita dapati sejumlah tataran pemakaian
bahasa. Bahasa fusha dipakai dalam karya sastra dan budaya dan
dalam banyak program siaran, dan sering dipakai dalam ceramah
umum. Akan tetapi bahasa fusha hampir tidak dipakai dalam
percakapan di kalangan orang terpelajar. Adapun dialek dipakai
dalam percakapan sehari-hari dalam urusan kehidupan.
Tidak benar jika kita mengatakan ada dua ragam, yaitu
ragam fusha dan ragam amiyah karena di antara ragam ini dan
ragam itu ada beberapa ragam bahasa. Marilah kita perhatikan
percakapan kaum terpelajar Arab di mana banyak unsur dari
bahasa fusha itu dipakai di samping unsur-unsur lain dari dialek.
Linguistik
Arab
14
Kita dapati istilah-istilah ilmiah berbahasa fusha, sedangkan
bentuk-bentuk fi’ilnya dan bentuk-bentuk dhamirnya berbahasa
amiyah. Dalam bahasa amiyah kaum terpelajar ini ada unsur-unsur
yang melekat dari bahasa fusha dan unsur-unsur lainnya dari
bahasa amiyah.
Kita tidak boleh menggeneralisasikan pembagian ini
karena setiap masyarakat mengenal hubungan bahasanya yang
khas. Di masyarakat Eropa terpelajar, percakapan berlangsung
dengan bahasa fusha; setiap orang terpelajar dalam percakapannya
berusaha menjauhkan diri sedapat mungkin dari warna
lokal atau dialek. Di pertengahan Eropa pemuda terpelajar
berusaha memakai bahasa fusha sedapat mungkin sehingga
banyak kaum terpelajar di perkotaan tidak lagi memakai dialek
sama sekali. Pemakaian dialek terbatas pada komunikasi lokal di
kalangan penduduk sebuah desa atau desa-desa yang saling
berdekatan, yaitu pemakaian semakin berkurang karena perkembangan
zaman.
Skop pemakaian bahasa fusha di lingkungan Eropa
terpelajar dan lingkungan perkotaan pada umumnya lebih banyak
dari skop pemakaian bahasa fusha di dunia Arab. Fakta ini tampak
dari perbandingan pemakaian bahasa di sekolah-sekolah dan
lembaga-lembaga ilmiah di sini dan di sana. Juga, fakta ini tampak
jelas dengan perbandingan pemakaian bahasa di kalangan kaum
terpelajar Eropa dan kaum terpelajar Arab.
Di beberapa masyarakat terdapat hubungan bahasa tertentu
dengan masyarakat tertentu. Di lembah Siwah yang terletak di
gurun Sahara Mesir Barat, orang-orang bertutur dalam bahasa
Arab di samping memakai bahasa Siwah, yaitu bahasa bebas yang
berbeda dengan bahasa Arab. Adapaun wanita tidak berbicara
kecuali dengan bahasa Siwah dan tidak mampu berkomunikasi
dengan bahasa Arab. Demikian pula bahasa yang kita dapati di
daerah-daerah Nobia di Mesir atau bahasa Barbar di Maroko dan
Linguistik
Arab
15
bahasa Mahria di sebelah Timur Yaman Selatan. Kaitan bahasa itu
sendiri dengan pria, tidak dengan wanita merujuk ke tabiat
hubungan sosial. Masyarakat wanita di lingkungan ini terisolir
betul dari pergaulan luar. Oleh karena itu, masyarakat wanita tidak
dimasuki oleh bahasa Arab, yaitu bahasa komunikasi luar, dan
bahasa pendidikan dan kebudayaan. Di masyarakat ini
kedwibahasaan menjadi dominan. Yang dimaksud dengan ini
adalah pemakaian dua bahasa di satu lingkungan. Kita dapati
kedwibahasaan di kepulauan bahasa selain bahasa Arab, misalnya
di Utara Irak. Ada beberapa pulau bahasa Aramea di sejumlah
desa pegunungan. Bahasa Arab dipakai di kepulauan bahasa
dengan derajat hubungan para penutur daerah ini dengan
masyarakat bahasa Arab dan dengan derajat persebaran pendidikan
di kalangan mereka. Dalam keadaan seperti ini, linguis
harus membatasi skop pemakaian kedua bahasa itu. Maka salah
satunya dipakai di dalam kehidupan rumah tangga dan yang
lainnya sebagai sarana komunikasi budaya. Jarang kita dapati
kedua bahasa itu dipakai di satu lingkungan bahasa dalam semua
bidang, melainkan ada semacam pembagian skop pemakaian.
Pengamatan ini terhadap kepulauan bahasa di Eropa dan dalam
waktu yang sama berlaku di daerah-daerah yang berkomunikasi
dengan dua bahasa. Di negara Luxemberg kedwibahasaan menjadi
dominan. Bahasa Luxemberg, yaitu dialek Jerman dipakai dalam
kehidupan sehari-hari. Adapun kebudayaan dan pendidikan serta
interaksi dengan daerah-daerah resmi berlangsung dalam bahasa
Perancis. Setiap bahasa mempunyai fungsi yang spesifik.
Tataran Pemakaian Bahasa dan Kaidah Fonologi
Dalam mengkaji kehidupan bahasa, kita harus membatasi
tataran pemakaian bahasa dan tidak ada pembagian tataran ini
sebelumnya. Akan tetapi pembatasan tataran bahasa ini dan
identifikasi serta skop pemakaian setiap tataran merupakan syarat
Linguistik
Arab
16
pokok untuk mengkaji hubungan timbal balik antar berbagai dalam bahasa fusha, kita jumpai kata-kata yang diucapkan dengan
tataran
bahasa. Dari hasil kajian para linguis Eropa pada
. Dalam hal ini tidak ada sesuatu yang membatalkan bahwa
). 8 9(
pertengahan kedua abad 19 terbukti bahwa kaidah fonologi kaidah fonologi itu berlaku umum. Maka kaidah fonologi yang
berlaku umum dan tidak mengenal syudzudz (anomali). Ini berarti
bahwa perubahan bunyi terjadi pada semua lafal dalam tataran
). 8 9(
dalamdialek-dialekinibertaliandengantatarankata-kata ). .(
bertalian dengan transformasi
dalam bahasa fusha menjadi
). / .(
bahasa fusha itu samar dari dialek Kairo dan ditempati oleh
bahasa. Misalnya, apabila kita perhatikan bahwa
dalam
dasar. Tidak ada hubungan dengan kata-kata yang berasal dari
). 8 9(
dalamsemuakatadasardalamdialekitu. ). .(berubahmenjadi
bahasa fusha ke dialek-dialek ini.
dalam bahasa fusha telah
hamzah. Ini merupakan kaidah fonologi yang berlaku umum dan
tidak mengenal pengecualian. Akan tetapi meskipun begitu, kita
dapati beberapa kata yang dipakai sekarang oleh para penutur
Akan (yangberartibanyak). ..¬ – ..: kata-kata:Misalnya,
tetapi kata-kata yang berasal dari bahasa fusha dalam pase sejarah
). / .(
. Di sini jelaslah bagi kita penyebab tentang adanya dua
). / .
.(
dialek Kairo dan memperhatikan
seperti kata
dan
dalambahasafusha.Inikitadapatipada ).(modernmelestarikan
). /
..(
kata yang memperhatikan
kata-kata, seperti: ( )dan ( ). Adanya kata-kata dari dua
: ( 5:) 5
tataran di satu lingkungan bahasa membawa ke contoh-contoh
). / .(
tidakdipakaikecuali ). /
..(kedua tataran bahasa. Maka kata
berdasarkan per-bedaan antara
supaya kata itu terbagi atas dua kata dengan dua makna. Kata
pada tataran budaya sehingga kata itu masih diucapkan dengan
,). 48 .(atau ). ¬ .(dalam dialek Kuwait berarti )¬ ( 5(
.). / .
( Oleh karena itu, tidak diterapkan kaidah transformasi
). / .(
dipakaidalammaknanyadalambahasafusha. ): ( 5(sedangkan
Tidak syak lagi bahwa pemakaian kata pertama itu berkurang,
Pemakaidialekpernah menggantikata .).)2.(menjadi
)( 43(). /
..(
dipinjam dari tataran budaya ke dalam bahasa amiyah, ia tetap
). /
..(Ketikakata .).6 5(
dengan kata
atau
sedangkan kata yang kedua itu berlebih karena transformasi
budaya di daerah itu. Akan tetapi sekarang adanya salah satu kata
memperhatikan bentuknya yang lama dan tidak terpengaruh oleh
menjadi )7 .(kaidah fonologi yang telah mengubah setiap
). 8 9(
nisbat kepada dua ragam bahasa. Demikianlah kaidah fonologi itu
). .(
dengan
dan kata yang kedua dengan
menjelaskan
.Jadi,kataitudipinjamdaribahasafushaataudariragam ).)2.(
berlaku umum. Perbedaan tentang hal itu dapat ditafsirkan dengan
bahasa fusha dalam pemakaian bahasa. Adapun kata ( ),
. / .
.
pemakaiannya tidak berlaku dalam bahasa amiyah karena kata
bahasa. menduduki dalam pemakaian )(
( tempatnya Oleh
pada bahasa masih . / .
.karena itu, kata
ragam fusha
mementingkan bentuk bunyinya dalam bahasa fusha.
Masalah perbedaan antar berbagai ragam bahasa berlaku di
semua lingkungan bahasa. Di Kuwait dan daerah-daerah Teluk
kriteria lain, antara lain menentukan tataran pemakaian bahasa. Ini
berarti bahwa konstruksi bahasa tidak dapat dikaji atau ditafsirkan
secara historis kecuali berdasarkan pemakaiannya di masyarakat.
Bahasa dan Ujaran
Bahasa adalah fenomena sosial, tetapi pemakainya yang
hakiki hanya berlangsung antara individu dan orang lain.
Linguistik telah mengkaji penjelasan hubungan antara bahasa
9(sepadandenganbunyi ). .(Arabyangmemakaibunyi
). 8
sebagai fenomena sosial dan pemakaian bahasa ini oleh individu.
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
17 18
Pada abad 20 para linguis membedakan ihwal bahasa dari satu sisi
dan ujaran dari sisi lain. Perbedaan di antara keduanya adalah
sebagai berikut. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang
disepakati di satu lingkungan bahasa. Bahasa merupakan hasil
pemakaian lambang-lambang bunyi ini secara berulang-ulang,
yang mengandung berbagai makna. Adapun ujaran adalah cara
pemakaian bahasa secara individual. Pemakaian kata bahasa dan
ujaran itu berbeda dalam buku-buku kebahasaan dengan
pemakaian kedua kata itu secara umum. Dalam pembicaraan
sehari-hari kita sering memakai kata “bahasa” untuk menyatakan
“ujaran”. Kita mengatakan: Bahasanya baik atau bahasanya jelek.
Yang dimaksud dengan ini adalah pemakaian bahasa secara
individual. Akan tetapi makna istilah bagi kata “bahasa”
membuatnya merupakan seperangkat kemungkinan ekspresi yang
ada di satu lingkungan bahasa. Adapun ujaran adalah cara
pemilihan unsur-unsur tertentu oleh individu dari banyak
kemungkinan ekspresi ini. Secara khusus, masalah ini jelas dalam
struktur dan kosakata. Maka tidak ada seseorang yang memakai
semua struktur yang memungkinkan dalam bahasanya dan tidak
ada seseorang yang memakai semua kosakata dalam bahasanya
Linguistik mengkaji perubahan bahasa pada tataran sosial.
Perubahan bahasa ini selalu merujuk ke pembaharuan individual
yang diterima oleh masyarakat. Adapun pembaharuan yang
ditolak oleh masyarakat, maka ia masih berada di luar bidang
linguistik karena linguistik mengkaji bahasa sebagai fenomena
sosial. Tidak setiap perubahan bahasa pada seseorang atau
kelompok anggota masyarakat diterima secara sosial. Di samping
perubahan-perubahan yang dimulai pada tataran individu.
Kemudian menjadi semua perubahan pada tataran lingkungan
bahasa, ada pembaharuan-pembaharuan individual yang masih
berkaitan dengan kelompok anggota masyarakat dan tidak
diterima secara sosial. Misalnya, kita mengamati bahwa pelafalan
dalam bahasa Perancis di mulai sejak ).
..(
Paris demikian
beberapa abad pada salah seorang orang miskin di negara itu.
Kemudian pelafalan itu diikuti oleh orang-orang miskin dan
diikuti oleh sejumlah penduduk lapisan mewah. Dan pelafalan
inilah yang menjadi konvensi bahasa yang dominan. Sebaliknya
dari ini, kita dapati bahwa kecenderungan pelafalan bunyi-bunyi
ithbaq dalam bahasa Arab tanpa ithbaq itu tidak berhasil. Maka
sejak beberapa tahun sebagian mahasiswi di Universitas Mesir
meskipun ia diberi kefasihan dan bahasa serta kompetensi
). < .(mulai melafalkan ). / .( hampirdiucapkan ). < .(kualitasithbaqyangsemestinya.Bunyi ). .(dan ,). & .( tanpa , , berbahasa. Setiap orang memakai sebagian dari kemungkinan ekspresi yang kondusif di lingkungan bahasa. Dengan bagian ini, pertama ia mengungkapkan kebutuhannya sehari-hari kemudian ). / .( Akan tetapi kecenderungan ini beberapa tahun terbatas pada ). .( ). ..(diucapkan ). & .(;dan ). .( diucapkan ; . profesi, bidang-bidang perhatian, pikiran, dan budayanya. Perbedaan bahasa dan ujaran itu penting dalam mengkaji kelompok anggota masyarakat dan tidak diterima secara sosial. Itu tidak membawa ke perubahan dalam pelafalan bunyi-bunyi bahasa masalah perubahan bahasa. Perubahan bahasa mirip dengan Arab. perubahan dalam kebiasaan dan tradisi serta mode. Ini berarti bahwa perubahan bahasa dimulai pada seseorang, yaitu pada 3. Faktor-faktor Umum yang Mempengaruhi Kehidupan tataran ujaran. Apabila pembaharuan ini diterima oleh masyarakat, Bahasa maka melalui lajunya waktu ia menjadi konvensi bahasa yang Persebaran bentuk dan struktur bahasa dipengaruhi oleh dominan. banyak faktor. Faktor yang terpenting di dunia modern adalah Linguistik Arab Linguistik Arab 19 20 faktor kebudayaan. Apabila dalam posisi pertama kedudukan suatu bahasa besar modern dapat dibatasi oleh pusaka kebudayaan yang dikandungnya dan hasil kemajuan peradaban modern. Maka para ilmuwan dan kaum terdidik serta sarana informasi mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan bahasa. Dalam bidang fonologi, siaran radio dianggap termasuk faktor yang menentukan. Pelafalan yang disukai oleh para penyiar siaran radio mempengaruhi ribuan para pendengar. Oleh karena itu, banyak negara di dunia modern mengkaji cara pelafalan dan pelatihan fonetik para penyiar secara cermat. Para dosen di universitas mempengaruhi kehidupan bahasa dari segi peristilahan karena secara umum mereka memasukkan istilah-istilah ilmiah baru untuk mengungkapkan makna-makna baru atau ilmu-ilmu baru. Istilah-istilah ini dipakai oleh para mahasiswa dan para pembaca, kemudian di daerah-daerah yang lebih luas sampai menetap dalam konvensi bahasa. Dengan demikian, istilah-istilah itu menjadi bagian persebaran bahasa umum. Karena itu, apabila para pembuat peristilahan itu dan istilah-istilah mereka terhadap objek yang sama itu beraneka ragam. Maka terjadilah keragu-raguan dalam pemakaian peristilahan tersebut. Barangkali komunikasi menjadi sulit dipahami. Para penulis terkemuka dan para sastrawan mempengaruhi kehidupan bahasa, khususnya dari segi struktur. Akan tetapi pelafalan baru atau istilah baru atau struktur stylistik baru masih merupakan fenomena individual sampai hal itu diterima secara sosial dan menjadi bagian dari konvensi bahasa. Banyak hal yang baru dalam siaran dan sarana informasi dan di universitas serta di kalangan para sastrawan diterima secara soaial. Oleh karena itu, daerah-daerah elit ini dari segi bahasa dianggap sebagai faktor terpenting dalam kehidupan bahasa modern. Bahasa-bahasa itu dipengaruhi oleh jangkauan sejarah dan masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lain selain faktor budaya tadi. Faktor agama dapat melestarikan bahasa Ibrani hingga Linguistik Arab 21 terbaca lebih dari 20 abad. Orang-orang Yahudi mempelajari kadar bahasa Ibrani karena ia merupakan bahasa perjanjian lama, yaitu kitab suci orang-orang Yahudi. Pertemuan orang-orang Arab sekitar bahasa fusha dan tidak berhasilnya ajakan kepada penulisan dengan bahasa amiyah itu merujuk ke faktor-faktor antara lain pertemuan sekitar bahasa Al-Qur`anul Karim. Faktor agama telah membuka jalan bagi masuknya sejumlah besar kosakata Arab yang berkaitan dengan agama dan peradaban ke dalam bahasa-bahasa dunia Islam di Afrika, Asia, dan Selatan Eropa. Dalam bahasa Swahili, bahasa Turki, bahasa Filipina, dan juga bahasa Serbia-Korwasia kita jumpai umat Islam memakai kata-kata yang bertalian dengan ibadat dan perilaku sehari-hari, yang dipinjam dari bahasa Arab. Hubungan khat (tulisan) Arab dengan agama Islam membuat para penutur bahasa Habsyi (Ethopia) di Harar, semuanya termasuk umat Islam menulis bahasa Habsyi dengan khat Arab. Dalam bahasa Harar telah masuk banyak kosakata bahasa Arab. Seolah-olah dengan hal itu mereka ingin mengokohkan hubungan mereka dengan dunia Islam dan membedakan mereka dari orang-orang Habsyi Nasrani di kalangan mereka. Faktor politik berpengaruh terhadap kehidupan bahasa. Telah lahir berbagai bahasa Rumania termasuk bahasa Perancis, bahasa Italia, dan bahasa Rumania. Pada suatu periode kesatuan politik bagi daerah-daerah ini pada akhirnya telah terkoyak-koyak. Kesadaran nasional mulai tampak. Dan pengaruh kolonialisme di India telah membawa ke persebaran bahasa Inggris sehingga menjadi bahasa yang paling banyak dipakai di India. Pembagian benua Afrika ke dalam daerah-daerah kekuasaan kolonialisme telah menentukan pusat persebaran bahasa para kolonial di sana. Di negara-negara yang meng-umumkan bahasa Perancis sebagai bahasa resmi atau bahasa komunikasi dalam majalah kebudayaan, politik, dan perdagangan dalam bahasa Perancis telah memelihara Linguistik Arab 22 bahasa yang masuk ke daerah-daerah melalui kolonialisme. Ada banyak negara Afrika yang berkomunikasi dengan bahasa Perancis dalam majalah-majalah ini; negara yang lainnya berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Dan ketika negara-negara di Afrika dibagi ke dalam negara yang berkomunikasi dengan bahasa Perancis dan negara yang berkomunikasi dengan bahasa Inggris, dalam hal ini – meskipun telah merdeka – ada pengaruh kekuasaan kolonialisme Perancis dan Inggris. Sekarang siswa-siswa di Obzabkistan (dahulunya Turkistan) mempelajari bahasa Rusia karena Obzabkistan adalah republik negara bagian Uni Soviet. Demikianlah politik mempengaruhi kehidupan bahasa. Akan tetapi itu merupakan pengaruh yang berbeda sesuai dengan tabiat hubungan yang dominan di lingkungan bahasa. Adapun faktor sosial termasuk faktor terpenting dalam kehidupan bahasa. Perpindahan kelompok manusia tertentu dari satu tempat ke tempat lain dan pergaulan kelompok yang bergabung dengan penduduk asli menjamin penciptaan hubungan bahasa baru. Sebagaimana kita ketahui bahwa imigrasi kabilahkabilah Arab sesudah penaklukan Islam dan pada abad-abad berikutnya sesudah Syam, Irak, Mesir, dan Maroko termasuk faktor terpenting dalam persebaran bahasa Arab. Dengan demikian bahasa Arab tidak lagi menjadi bahasa Utara Jazirah Arab saja, melainkan juga melalui lajunya waktu telah menjadi bahasa percakapan, ilmu, dan sastra di negara Islam besar. Di samping itu, lapisan atas di suatu masyarakat mempunyai beraneka ragam lapisan; itu mempengaruhi secara tajam pemakaian bahasa di kalangan lapisan masyarakat lain. Dan peniruan lapisan atas atau golongan elit merupakan masalah yang telah dikenal di berbagai negara di dunia. Linguistik Arab 23 FASAL II LINGUISTIK MODERN Menurut definisi yang paling sederhana, linguistik adalah kajian bahasa secara ilmiah. Bahasa dikaji menurut kerangka linguistik dalam bidang-bidang berikut: a. fonetik, fonologi b. morfologi, morfem c. sintaksis d. semantik. 1. Linguistik dan Filologi Klasik Menurut konsep modern, linguistik berbeda dengan filologi. Sering terjadi pencampuran antara kedua bidang ilmu itu. Ilmu teks dalam bahasa-bahasa Eropa dinamakan filologi. Skop ilmu filologi dibatasi dalam maknanya yang akurat, yang bertujuan mewujudkan naskah-naskah dan menyiapkannya untuk penerbitan ilmiah serta mengudar lambang-lambang tulisan klasik dan segala yang berkaitan dengan penyajian teks dan prasastiprasasti klaisik dengan cara yang memungkinkan dilakukan pengkajian yang spesifik di dalamnya. Tidak syak lagi bahwa Linguistik Arab 24 mewujudkan teks-teks dan mengudar lambang-lambang serta menerbitkan prasasti-prasasti merupakan karya ilmiah yang besar, yang menjadi dasar kajian historis, bahasa dan sastra, dan lain- lain. Akan tetapi karya filologi itu keluar dari medan linguistik. Dengan makna ini, ilmu filologi dianggap sebagai dasar bagi linguistik dan ilmu-ilmu lainnya yang berdasar pada teks. Dalam fase pertumbuhannya pada abad 19, kajian linguistik modern berkaitan dengan kajian tentang teks-teks dan prasasti-prasasti klasik. Mazhab komparasi dalam linguistik bertujuan mengidentifikasi hubungan-hubungan yang mengaitkan setiap bahasa dari satu rumpun bahasa dengan tahap-tahap yang paling klasik. Bahkan mereka berusaha mengidentifikasi ciri-ciri bahasa Indo-Eropa pertama yang diasumsikan oleh para linguis bahwa berbagai bahasa Indo-Eropa berasal daripadanya. Juga, para linguis dalam bahasa-bahasa Semit berusaha menjelaskan kaitankaitan yang menghubungkan setiap bahasa Semit dengan bahasa Semit pertama yang diasumsikan oleh para ulama keberadaannya sebelum bahasa-bahasa Semit yang terkenal. Tujuan historis ini membawa ke perhatian terhadap teks-teks klasik dan ke pandangan terhadap fase-fase sejarah berikutnya sebagai refleksi bagi masa lalu dan kepanjangan baginya. Oleh karena itu, banyak ilmuwan yang sibuk mengkaji prasasti-prasasti dan teks-teks lama. Telah terungkap bahasa Akadis dan mulai dikaji pada abad 19. Pada periode yang sama telah ditemukan bahasa Arab Selatan klasik. Identifikasi kedua bahasa ini berdasar pada komparasi bentuk-bentuk yang terdapat dalam prasasti-prasastinya dengan apa yang dikenal dalam bahasa-bahasa Semit lain, khususnya bahasa Arab, bahasa Ibrani, bahasa Aramea, dan bahasa Habsyi (Ethopia). Ketika prasasti-prasasti Arab klasik Utara, yaitu yang dikenal dengan nama prasasti Tsamud, Shafat, dan Lihyan pada akhir abad yang lalu dan awal abad 20. Juga, penerbitan prasasti- Linguistik Arab 25 prasasti dan pemahaman teks-teksnya berdasar pada komparasi dengan bahasa-bahasa Semit lain. Akan tetapi variasi aspek kajian bahasa pada abad 20 mengharuskan spesialisasi bagi orang yang ingin terjun dalam kajian ilmiah. Di sini penerbitan teks-teks dan prasasti-prasasti klasik menjadi ilmu yang berdiri sendiri dari linguistik. Menurut konsep modern, linguistik berbeda dengan filologi. Pada abad 19 kedua ilmu itu tidak dibedakan secara jelas karena hubungan kajian bahasa dengan teks-teks lama. Sejak abad 19 para linguis Jerman telah membedakan kerja filologi dan linguistik. Para linguis lainnya mulai cenderung membedakan kedua bidang ilmu itu dan tidak mencampurkan kedua ilmu tersebut dalam satu nama. Menurut makna yang akurat, bidang filologi telah dibatasi pada realisasi naskah-naskah dan penyiapannya untuk penerbitan ilmiah, pengudaran lambang-lambang tulisan klasik, dan penyiapannya untuk penerbitan ilmiah juga. Setiap apa yang berkaitan dengan penyajian teks dan prasasti klasik dengan cara yang memungkinkan dilakukannya kajian-kajian yang spesialis di dalamnya dianggap bagian filologi. Tidak syak lagi bahwa realisasi teks dan prasasti dan penerbitannya merupakan hasil karya ilmiah yang besar. Itulah asas yang dijadikan sandaran kajian teks-teks ini dan prasasti-prasasti dari berbagai aspek sejarah, bahasa, atau sosial. Dengan demikian hasil karya filologi dianggap sebagai dasar bagi linguistik dan ilmu-ilmu lain yang mengkaji penafsiran teks-teks dan analisis materinya. Realisasi salah satu naskah dianggap sebagai hasil karya filologi yang bermanfaat bagi kajian bahasa, juga bermanfaat bagi kajian sastra. Akan tetapi ia tidak termasuk dalam bidang linguistik. Maka kajian bahasa terhadap naskah itu berarti mengkaji teks dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon, yaitu aspek-aspek yang diidentifikasi oleh para linguis untuk dijadikan bidang kajian linguistik. Linguistik Arab 26 2. Linguistik Komparatif Objek linguistik komparatif adalah mengkaji fenomena fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon dalam bahasa-bahasa yang brasal dari satu rumpun bahasa atau salah satu cabang dari satu rumpun bahasa. Oleh karena itu, metode linguistik komparatif didasarkan pada prinsip klasifikasi bahasa ke dalam rumpunrumpun bahasa. Sejak abad 19 para linguis membagi berbagai bahasa ke dalam kelompok-kelompok atau rumpun-rumpun bahasa. Ada rumpun bahasa Indo-Eropa yang mencakup bahasa yang paling banyak di daerah yang membentang dari India sampai Eropa. Dengan demikian ia mencakup sejumlah besar bahasa yang telah dikenal dan sedang dikenal oleh bangsa India, Iran, dan benua Eropa. Juga, pada abad 19 para linguis Eropa telah mengenal bahwa bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa Semit yang juga mencakup bahasa Ibrani, bahasa Aramea, bahasa Akadis, dan bahasa Habsyi. Para linguis dapat membagi berbagai bahasa ke dalam rumpun-rumpun bahasa dengan membandingkan bahasa-bahasa ini dan menemukan aspek-aspek kesamaan di antara bahasa-bahasa itu dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Adanya aspek-aspek kesamaan yang prinsipil di antara sejumlah bahasa, artinya bahwa bahasa-bahasa itu berasal dari pangkal yang sama, yaitu dari bahasa pertama yang melahirkan bahasa-bahasa ini lewat perjalanan sejarah. Para linguis telah menemukan fenomena-fenomena yang kolektif dalam bahasabahasa yang tersebar sepanjang abad antara Iran, India, dan Eropa. Kemudian mereka menganggap bahasa-bahasa ini sebagai satu rumpun bahasa yang bahasa-bahasanya keluar dari bahasa klasik yang diasumsikan. Para linguis menama-kannya bahasa Indo- Eropa pertama (Proto-Indoeuropean). Dan para linguis telah menemukan bahasa Arab, bahasa Ibrani, bahasa Fenesia, bahasa Linguistik Arab 27 Akadis, dan bahasa Habsyi (Ethopia) mengandung beberapa karakteristik yang prinsipil dan kolektif. Kemudian para linguis menyimpulkan bahwa bahasa itu adalah bahasa-bahasa yang membentuk satu rumpun bahasa dan berasal dari bahasa pangkal yang sama. Mereka menamakannya bahasa Semit pertama (Protosemitic) atau Ursemitisch. Memban-dingkan berbagai bahasa yang berasal dari satu rumpun bahasa merupakan objek kajian linguistik komparatif. Maka linguistik Semit komparatif membandingkan bahasa Akadis, bahasa Ugarit, bahasa Ibrani, bahasa Fenesia, bahasa Aramea, bahasa Arab Selatan, bahasa Ibrani Utara, dan bahasa Habsyi karena bahasa-bahasa ini membentuk satu rumpun bahasa. Linguistik Indo-Eropa komparatif mengkaji berbagai bahasa yang masuk dalam kerangka rumpun bahasa ini. Rumpun bahasa Indo-Eropa mencakup sejumlah cabang bahasa; cabang yang terpenting adalah cabang Germania, cabang Rumania, cabang Slavia, cabang Iran, dan cabang India. Banyaknya bahasa dalam rumpun ini membawa ke perhatian sebagian linguis terhadap komparasi bahasa dalam kerangka satu cabang dari banyak cabang. Maka linguistik Germania komparatif mengkaji bahasa Jerman, bahasa Inggris, bahasa Nurdia klasik, bahasa Denmark, dan bahasa-bahasa selain itu dan dialek-dialek yang masuk dalam cabang ini. Linguistik Rumania komparatif mengkaji bahasa Latin, bahasa-bahasa, dan dialek-dialek yang keluar dari padanya. Bahasa-bahasa itu dinamakan bahasa dan dialek Rumania. Bahasa Rumania modern mencakup bahasa Perancis, bahasa Spayol, bahasa Italia, dan bahasa Republik Rumania, di samping sejumlah besar dialek. Membandingkan bahasa-bahasa ini dengan bahasa Latin kebangsaan merupakan objek kajian linguistik Rumania komparatif. Adapun linguistik Slavia komparatif mengkaji bahasa Rusia, bahasa Belanda, bahasa Akrania, bahasa Cheko, bahasa Slovakia, bahasa Serbia Krowasia, dan bahasa Bulgaria. Penjelasan hubungan historis antarbahasa Linguistik Arab 28 yang membentuk satu cabang bahasa atau satu rumpun bahasa merupakan bidang kajian linguistik komparatif. 3. Linguistik Deskriptif Linguistik deskriptif mengkaji secara ilmiah satu bahasa atau satu dialek pada masa tertentu dan tempat tertentu. Ini brarti bahwa linguistik deskriptif mengkaji satu tataran bahasa dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Para linguis masih mengkaji bahasa-bahasa pada abad 19 dan awal abad 20 dengan metode komparatif. Tidak ada konsepsi yang jelas untuk dapat mengkaji satu bahasa atau satu dialek secara ilmiah dan akurat. Akan tetapi de Saussure dengan kajiannya tentang teori dan fungsi bahasa membuktikan kemungkinan mengkaji bahasa secara deskriptif atau historis. Dengan demikian para linguis mulai mengembangkan metode penelitian untuk menganalisis konstruksi bahasa. Para linguis semakin menaruh perhatian terhadap metode deskriptif menjadi metode yang dominan pada sepuluh tahun yang lalu di kalangan orang yang berkecimpung dalam linguistik modern di seluruh penjuru dunia. Linguistik deskriptif mengkaji suatu konstruksi bahasa atau suatu dialek. Setiap bahasa dan setiap dialek tersusun dari bunyi-bunyi bahasa yang tersusun dalam katakata; dari kata-kata itu tersusunlah kalimat untuk menyatakan berbagai makna. Perbedaan antara bahasa dan dialek merupakan perbedaan peradaban yang tidak lahir dari konstruksi bahasa. Akan tetapi ia didasarkan pada asas bidang-bidang pemakaian. Pemakaian dalam bidang budaya dan ilmu menjadikan tataran bahasa yang dipakai itu sebagai sebuah bahasa. Adapun komunikasi lokal bisa dengan bahasa ini di kalangan kaum terdidik di beberapa masyarakat maju. Akan tetapi komunikasi di banyak masyarakat bahasa di dunia bisa saja dengan dialek. Metode deskriptif dapat diterapkan dalam menganalisis konstruksi suatu bahasa atau suatu dialek. Linguistik Arab 29 Kajian konstruksi verba dalam dialek Kuwait atau sistem fonologi dalam dialek Aman atau kalimat Tanya (jumlah istifham) dalam natsar Arab modern atau bentuk jamak taksir dalam syair Jahili atau kalimat pengecualian (jumlah istitsna) dalam natsar Arab pada abad 4 H merupakan topik yang masuk dalam kerangka linguistik deskriptif. Kajian fonologi atau sintaksis, atau semantik salah satu dialek klasik atau pertengahan atau modern termasuk kajian deskriptif. Dan ada banyak bidang kajian prasasti dan teks Arab klasik melalui metode deskriptif. Maka kajian konstruksi morfologi yang dipakai dalam seperangkat prasasti atau dalam seperangkat teks yang berasal dari satu tataran bahasa dianggap kajian morfologi melalui metode deskriptif. Kajian salah satu aspek konstruksi kalimat dalam satu tataran bahasa dianggap kajian sintaksis melalui metode deskriptif. Di samping itu, ada bidang besar untuk menyiapkan kamus kecil yang mencatat katakata yang tercantum atau dipakai dalam salah satu tataran pemakaian bahasa, seperti pengadaan kamus-kamus yang masingmasing memuat kata-kata yang terdapat dalam naskah tertentu atau satu dialek. Semua usaha ini dapat dilakukan melalui metode deskriptif. 4. Linguistik Historis Linguistik historis mengkaji perkembangan sebuah bahasa selama beberapa abad. Maka sejarah bahasa termasuk aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik termasuk dalam bidang linguistik historis. Ini berarti bahwa kajian perkembangan sistem fonologi bahasa Arab fusha merupakan kajian fonologi historis. Perkembangan konstruksi morfologi dan sarana pembentukan kosakata dalam bahasa Arab selama beberapa abad termasuk kajian morfologi historis. Dan perkembangan jumlah syarthiyah (kalimat syarat) atau jumlah istifham (kalimat tanya) dalam bahasa Arab fusha termasuk kajian sintaksis historis. Linguistik Arab 30 Kamus historis yang membukukan sejarah kehidupan setiap kata dalam bahasa itu termasuk teks yang paling klasik yang dibawanya dengan menelusuri perkembangan maknanya lewat perjalanan sejarah merupakan bagian linguistik historis. Maka sejarah fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon suatu bahasa termasuk dalam bidang kajian bahasa historis. Dan sintaksis historis dan leksikon historis termasuk komponen pokok dalam linguistik historis. Sejarah bahasa tidak mengkaji perkembangannya secara struktural dan leksikal saja, melainkan juga mengkaji perkembangannya dan kehidupannya di masyarakat. Maka masalah persebaran salah satu bahasa dan kondisi-kondisi yang membuka jalan untuk yang demikian itu dan pengaruhnya terhadap konstruksi bahasa dianggap merupakan bagian dari objek linguistik historis. Hubungan bahasa dengan fungsinya atau berbagai fungsinya pada masyarakat bahasa tentu mempengaruhi kehidupan bahasa. Karena itu, ada perbedaan besar antara bahasa itu sebagai bahasa masyarakat tertentu atau bahasa resmi di negara-negara besar atau sebagai bahasa peradaban negara. Kajian berbagai tataran pemakaian bahasa dalam kehidupan setiap bahasa dan pengaruhnya terhadap konstruksi, pentingnya dan kedudukannya antarbahasa termasuk dalam kerangka linguistik historis. 5. Linguistik Kontrastif Menurut pendapat para linguis modern, pengajaran bahasa didasarkan pada beberapa prinsip; prinsip yang terpenting antara lain linguistik kontrastif. Objek kajian linguistik kontrastif – metode linguistik yang terbaru – adalah pengkontrasan antara dua bahasa atau dua dialek atau bahasa dan dialek, yaitu antara dua tataran bahasa yang semasa. Linguistik kontrastif bertujuan membuktikan perbedaan-perbedaan antara dua tataran. Oleh Linguistik Arab 31 karena itu, ia pada prinsipnya mengacu pada linguistik deskriptif. Apabila kedua tataran bahasa itu terdeskripsikan secara cermat melalui satu metode bahasa, maka setelah itu keduanya dapat dikaji melalui metode kontrastif. Konfirmasi perbedaan antara kedua tataran bahasa dapat memperjelas aspek-aspek kesulitan dalam pengajaran bahasa. Apabila seorang penutur bahasa Inggris ingin belajar bahasa Arab, maka kesulitan yang hadapi – pertama kali – merujuk ke perbedaan bahasa ibu, yaitu bahasa Inggris dengan bahasa yang ia pelajari, yaitu bahasa Arab. Ada perbedaan-perbedaan individual yang membuat sebagian mereka mampu mempelajari bahasa asing lebih cepat daripada yang lainnya. Akan tetapi linguistik kontrastif tidak memperhatikan perbedaan-perbedaan ini, melainkan memperhatikan perbedaan-perbedaan yang objektif. Oleh karena itu, ia mengkontraskan dua tataran bahasa dengan tujuan mengkaji aspek-aspek perbedaan di antara keduanya dan mengidentifikasi kesulitan yang diakibatkan oleh perbedaan itu. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para penutur bahasa Jepang dalam mempelajari bahasa Arab tidak sama dengan kesulitan yang dihadapi oleh para penutur bahasa Spayol ketika mereka belajar bahasa Arab. Demikian pula, pengajaran bahasa asing bagi orang- orang Arab, kesulitannya berbeda karena perbedaan bahasa sasaran. Menentukan kesulitan yang objektif dapat dilakukan melalui pengkontrasan antara bahasa ibu dan bahasa sasaran. Inilah bidang linguistik kontrastif. Adapun transformasi hal ini ke dalam program-program aplikatif dengan menggunakan segala alat bantu pengajaran mofern itu merupakan objek linguistik terapan. 6. Linguistik dan Kajian Gramatika Ada istilah lain yang sering dipakai sebagai sinonim dengan linguistik, yaitu istilah Grammatik (gramatika) atau Linguistik Arab 32 grammire atau grammer. Pada abad 19 dan awal abad 20 banyak linguis yang menyusun buku-buku tentang gramatika komparatif. Buku-buku ini memuat fasal-fasal tentang fonologi, morfologi, dan sintaksis. Dengan demikian, yang dimaksud dengan gramatika komparatif adalah sama dengan yang dimaksud dengan linguistik komparatif. Seolah-olah kedua kata itu dipakai secara sinonim yang mengandung makna yang sama. Apabila kita perhatikan buku-buku kebahasaan Eropa modern, terkadang kita amati pembicaraan mereka tentang gramatika komparatif. Juga kita dapati mereka menulis ihwal tentang gramatika deskriptif atau linguistik deskriptif. Kemudian kita dapati mereka menyusun gramatika historis atau linguistik historis. Meskipun ada perbedaan penamaan buku-buku ini, penamaan itu menunjukkan bahwa dua grammar (nahw) dan linguistik (ilmu lughah) samasama dipakai dalam kerangka kajian ilmiah. 7. Linguistik Umum Objek linguistik umum adalah teori bahasa dan metode kajian bahasa. Dasar teoretis linguistik umum adalah bahwa bahasa adalah fenomena sosial umum yang mengandung fungsi yang sama di masyarakat atas perbedaannya. Konstruksinya selalu tersusun dari bunyi-bunyi yang tersususn dari kata-kata yang membentuk kalimat-kalimat untuk menghasilkan berbagai makna. Dari titik tolak ini linguistik umum bertujuan membuat teori yang menyeluruh tentang konstruksi bahasa dan cara menganalisis konstruksi ini ke dalam unsur-unsurnya yang menjadikan sarana komunikasi dalam masyarakat bahasa dari padanya. Teori ini bukanlah hanya merupakan gagasan teoritis filosofis, tetapi ia merupakan hasil kajian metodologis dan dan terapan tentang berbagai bahasa. Karena itu, ia merupakan hasil analisis Linguistik Arab 33 konstruksi berbagai bahasa secara ilmiah dan hasilnya adalah untuk mengetahui ciri-ciri yang prinsipil yang terdapat dalam setiap bahasa manusia dan yang harus ada agar bahasa dapat memenuhi fungsinya. Juga, linguistik umum didasarkan pada deskripsi prinsipprinsip analisis bahasa secara metodologis dari aspek-aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Apabila bila bunyibunyi bahasa pertama kalinya tampak berbeda-beda dan bermasalah, maka semua bunyi bahasa keluar dari alat bunyi manusia, yaitu kolektif pada semua manusia. Oleh karena itu, ada banyak bunyi yang berulang-ulang dalam kebanyakan bahasa. Dan ada sarana yang spesifik, yang digunakan sebagai alat oleh berbagai bahasa untuk membedakan ihwal antara bunyi-bunyinya. Maka identifikasi aspek-aspek ini dan pemanfaatan pengalaman para linguis dalam berbagai bahasa untuk membuat teori yang menyeluruh tentang konstruksi bahasa itu termasuk linguistik umum. Ada sarana yang spesifik yang dipakai oleh berbagai bahasa untuk membedakan ihwal antarkata dan klasifikasinya dalam suatu kelompok dan ada sarana lain yang dapat menjelaskan cara penyusunan kata-kata dalam kalimat untuk memenuhi berbagai makna. Maka semua bahasa, misalnya, yang memiliki jumlah syarthiyah (kalimat syarat), jumlah istifhamiyah (kalimat tanya), dan sebagainya, dan identifikasi metode analisis bahasa dari aspek-aspek ini merupakan bagian dari linguistik umum. Dan ada banyak kamus yang disusun untuk berbagai bahasa yang mengkristal ketika penyiapannya dengan metode-metode yang akurat dalam karya leksikon. Prinsip-prinsip metodologis ini yang menghasilkan karya terapan merupakan bagian linguistik umum. Di samping itu, linguistik umum mengkaji penjelasan tabiat hubungan-hubungan yang mempengaruhi kehidupan bahasa di masyarakat. Maka bahasa tidak hidup dalam kekosongan, melainkan harus ada masyarakat yang memakainya sehingga Linguistik Arab 34 menjadi suatu bahasa.. Di sini linguistik umum bertujuan menjelaskan berbagai aspek peradaban yang mempengaruhi kehidupan bahasa. Ia berusaha menjelaskan faktor-faktor persebaran dan matinya bahasa, faktor-faktor pembaharuan bahasa, masalah kedwibahasaan, dan masalah-masalah lainnya yang terjadi secara berulang-ulang di berbagai kelompok manusia. Sesungguhnya setiap kajian bahasa yang memperhitungkan seputar konstruksi suatu bahasa atau fungsi-fungsinya di masyarakat merupakan kajian yang memanfaatkan linguistik umum. Oleh karena itu, berkembanglah teori bahasa umum dan metode kajiannya sejalan dengan perkembangan kajian-kajian parsial tentang berbagai bahasa dan dialek. Sesungguhnya linguisik modern – dengan mengembangkan metode-metodenya dan kecermatan ilmiah secara terusmenerus – mencoba mencapai kesimpulan yang akurat. Oleh karena itu, dalam kajian bahasa dihindari objektivitas itu yang tidak dapat dikaji melalui metode-metode yang akurat. Topik yang termasyur adalah pertumbuhan bahasa. Perhatian klasik terhadap topik ini merujuk pada agama. Di kalangan berbagai masyarakat agama telah tersusun pendapat-pendapat yang relatif mantap seputar pertumbuhan bahasa manusia. Orang-orang Yahudi terus menjadikan bahasa Ibrani sebagai bahasanya, sedangkan orang- orang Nasrani Timur menjadikannya bahasa Suryani. Para pengarang bangsa Arab kebingungan antara menjadikan bahasanya bahasa Arab atau bahasa Suryani. Apabila pemikir Arab, Ibnu Hazm telah mendapatkan bahwa sia-sialah jika kita memikirkan bahasa pertama manusia dan menisbatkannya kepada agama tanpa dalil. Linguistik modern tidak mengkaji pertumbuhan bahasa manusia karena tidak ada metode ilmiah untuk mengkaji hal yang demikian itu. Pada abad yang lalu sebagian linguis telah berusaha menyusun kembali sejumlah bahasa yang tenggelam di masa silam, seperti bahasa Indo-Eropa pertama dan bahasa Semit Linguistik Arab 35 pertama. Bahasa Indo-Eropa pertama adalah asal bahasa yang diduga menghasilkan semua rumpun bahasa Indo-Eropa yang berbeda-beda, sedangkan bahasa Semit pertama adalah asal bahasa yang diduga telah menghasilkan berbgai bahasa Semit. Akan tetapi usaha menyusun kembali bahasa Indo-Eropa pertama dan bahasa Semit pertama tidak berhasil kecuali dalam mengidentifikasi beberapa karakteristik yang tenggelam di masa silam. Akan tetapi sulit dikatakan bahwa kajian-kajian ini dapat menggambarkan ciri-ciri bahasa yang utuh yang telah musnah sejak masa silam. Oleh karena itu, para linguis modern menghindari kajian prasasti-prasasti dan teks-teks pada fase-fase yang tidak sampai kepada kita. Kajian bahasa menjadi hanya mementingkan fase-fase historis dan modern. Linguistik dimulai ketika kita mendapatkan prasasti klasik atau teks yang terbukukan. Linguis tidak mungkin berlanjut menulis sejarah rumpun bahasa sampai pada fase-fase yang mendahului pembukuan prasasti tertulis yang paling klasik. Pertumbuhan bahasa betul-betul keluar dari bidang kajian linguistik. Dalam hal ini linguistik menyerupai ilmu sejarah dalam hal bahwa keduanya dimulai dari tulisan yang paling klasik dengan membiarkan – bagi ilmu pra-sejarah – kajian fase-fase yang mendahului hal yang demikian itu. 8. Berbagai Penamaan Linguistik Dalam hal ini ada manfaatnya jika kita menjelaskan berbagai penamaan bidang-bidang linguistik dan metodenya. Dalam upaya menghindari ketaksaan yang ada di kalangan sebagian orang, itu akan ada akibatnya karena banyaknya penamaan, ketaksaan, dan interferensinya. Sebagian linguis menetapkan beberapa penamaan linguistik. 1) Fiqhullughah (filologi) (berarti linguistik bandingan atau kajian lafal-lafal Arab atau kajian lafal-lafal secara komparatif berdasarkan bahasa-bahasa Semit atau berarti kajian bunyi-bunyi Linguistik Arab 36 dalam bahasa fusha atau berarti kajian dialek-dialek klasik dan modern. 2) Ilmullughah (linguistik), berarti linguistik umum atau berarti kajian bunyi-bunyi bahasa fusha atau berarti kajian dialek-dialek atau kajian semantik. 3) Ilmullisan (Ilmu bahasa), dengan berbagai makna yang sama. 4) Lisaniyyat (jazair) ; 5) Alsuniyyat; 6) Lisniyyat untuk menunjukkan bidang-bidang yang sama; 7) Nahw muqaran (Gramatika Bandingan), berarti kajian konstruksi kalimat dalam bahasa-bahasa Semit; 8) Lughawiyyat (peniruan kata dalam bahasa Inggris, linguistik) . Dalam banyak hal, ia mengkaji latihan-latihan gramatika yang dikaji dalam bagian-bagian bahasa Inggris dengan pendengar teori bahasa dan kajian fonologi dan sejarah bahasa. Juga, kata itu dipakai di Al-Azhar setelah dilakukan usaha pengembangan. Istilah-istilah ini saling berinterferensi satu sama lain dengan interferensi yang tidak memberikan manfaat kepada ilmu. Juga, istilah-istilah ini berinterferensi dengan istilah nahwu (sintaksis) dan sharf (morfologi). Hal ini mengakibatkan terkoyakkoyaknya bidang kajian bahasa secara ilmiah dan mengabaikan banyak masalahnya serta tidak ada kejelasan dalam konsepsi dari banyak linguis terhadap aspek-aspeknya yang terpadu. Oleh karena itu, kita melihat perlunya meninggalkan makna-makna yang diwariskan dari masa lalu untuk membicarakan sejarah ilmu dan memakai penamaan yang sama (linguistik) dan jelas. Setelah itu dikhususkan komparatif, historis, deskriptif, kontrastif, dan terapan. Masing-masing mencakup bidang bunyi (fonologi) kata (morfologi), kalimat (sintaksis), dan makna (semantik). 9. Linguistik dan Psikologi Linguistik Arab 37 Hubungan antara ilmu bahasa dan ilmu jiwa merujuk kepada tabiat bahasa sebagai salah satu fenomena perilaku manusia. Apabila psikologi berkepentingan mengkaji perilaku manusia secara umum, maka kajian perilaku bahasa dianggap salah satu aspek pertemuan antara linguistik dan psikologi. Mazhab behavioristik berkepentingan mengkaji perilaku bahasa. Kajian itu mempunyai pengaruh besar terhadap kajian bahasa di Amerika pada pertengahan awal abad 20. Akan tetapi ada perbedaan antara kajian para linguis dan kajian para psikolog dalam masalah-masalah bahasa. Linguistik menaruh perhatian terhadap ungkapan lisan ketika ia keluar dari alat bunyi penutur, ketika lewat melalui udara, dan ketika diterima oleh alat audio pendengar. Ini berarti bahwa proses mentalistik yang mendahului keluarnya ungkapan lisan tidak masuk dalam kerangka linguistik. Hubungan antara alat syaraf dan alat ucap pada penutur bukanlah bagian dari bidang kajian bahasa. Karena itu, para linguis menaruh perhatian terhadap bahasa pada waktu keluarnya, tetapi mereka tidak menaruh perhatian terhadap proses mentalistik yang mendahuluinya. Itu merupakan salah satu objek kajian psikologi. Ketika bahasa itu sampai pada alat audio penerima dan mengalihkannya kepada alat syaraf, maka terjadilah proses mentalistik lain yang juga dikaji oleh psikologi. Adapun fenomena bunyi itu yang keluar dari penutur dan berlalu dalam bentuk gelombang-gelombang bunyi, lalu sampai pada penerima, maka itulah bahasa, yaitu bidang kajian linguistik. Ada perbedaan yang prinsipil antara metode para linguis dan para psikolog terhadap fenomena bahasa. Para psikolog mengerahkan tenaganya untuk menemukan kaidah-kaidah umum yang dapat menafsirkan perilaku manusia. Mereka memfokuskan usahanya terhadap fenomena-fenomena umum, seperti belajar, persepsi, dan kemampuan. Akan tetapi mereka tidak menaruh Linguistik Arab 38 perhatian terhadap isi perilaku ini sendiri. Dalam kajian masalah belajar, mereka tidak menaruh perhatian terhadap materi yang hendak diajarkan, melainkan perhatian mereka merupakan pusat proses belajar sebagai proses mentalistik. Pada tahun-tahun terakhir sebagian linguis mencoba memperhatikan bahasa dari dua aspek. Maka respom verbal tidak lagi dikaji sebagai salah satu jenis respon saja, melainkan juga dalam hal itu diperhatikan konstruksi bahasa. Ini tampak jelas dari komparasi kajian-kajian terdahulu tentang bahasa anak melalui kajian-kajian modern. Ia mengkaji objek yang sama dengan metode para linguis, yaitu menganalisis bahasa anak dari segi fonologi, sintaksis, dan semantik. Pada tahun-tahun terakhir para psikolog telah memanfaatkan metode-metode analisis bahasa dalam mengkaji bahasa. Akan tetapi hal ini tidak mencegah pembatasan bidang spesialisasi masing-masing dari kedua kelompok itu. Jadi, bidang kajian bahasa secara psikologis adalah cara penutur mengalihkan respon ke dalam lambang bahasa (to encode). Ini merupakan proses mentalistik yang berlangsung pada manusia. Proses itu berakibat mengeluarkan alat bunyi bahasa. Ketika bahasa itu sampai pada pendengar dan ia mengudar lambang-lambang bahasa dalam akal (mental) kepada makna yang dimaksud (to decode). Juga, berlangsung proses mentalistik lain, yang masuk dalam kerangka psikologi. Adapun lambang-lambang bunyi yang beralih dari penutur melalui udara ke penerima, maka ia merupakan bidang kajian linguistik. Sebagian linguis dan psikolog berpendapat bahwa kajian perilaku bahasa merupakan kontribusi yang bermanfaat, bukan untuk memahami bahasa saja, melainkan juga untuk membentuk teori umum psikologi. Secara umum, kajian-kajian bahasa dan psikologi telah berkembang untuk menjadikan cabang tersendiri dari pertemuan antara aspekaspek psikologi dan linguistik, yaitu psikolinguistik. Linguistik Arab 39 10. Linguistik dan Sosiologi Bahasa adalah fenomena sosial dan kebudayaan. Oleh karena itu, dalam kajiannya linguistik bertemu dengan berbagai ilmu sosial. Ada beberpa penamaan yang ditetapkan pada aspekaspek pertemuan antara linguistik dan sosiologi dalam kajian bahasa. Penamaan itu beraneka ragam karena keanekaragaman nama ilmu sosial dan berbagai mazhabnya. Di sini kita tidak berurusan untuk masuk dalam perbedaan penamaan antara ilmuilmu yang berinterferensi. Kita cukup menunjukkan banyak aspek pertemuan antara ilmu-ilmu sosial dan linguistik. Para sosiolog telah memanfaatkan hasil-hasil kajian bahasa dari berbagai aspek, antara lain bahwa bahasa merupakan fenomena perilaku sosial yang terpenting dan ciri nisbat sosial individu yang paling jelas. Demikian pula para linguis telah memanfaatkan kajian-kajian sosial. Kajian kata dan makna secara cermat tidak dapat dilakukan kecuali dalam kerangka sosial dan budaya. Dan perubahan bahasa tidak dapat ditafsirkan secara utuh kecuali berdasarkan kondisi budaya dan sosial. Di samping itu situasi sosial dari tataran bahasa mempengaruhi kedudukan tataran ini dan membatasi jalannya perubahan didalamnya. Ada banyak masalah bahasa yang ramburambunya tidak dapat dijelaskan secara utuh kecuali melalui kerjasama antara kajian bahasa, sosial, dan budaya. 11. Linguistik dan Pengajaran Bahasa Linguistik terapan dianggap sebagai hasil pertemuan antara linguistik dan pendidikan. Objek linguistik terapan memanfaatkan metode linguistik dan hasil kajiannya. Penerapan ini, semuanya termasuk dalam bidang pangajaran bahasa. Pada abad 19 dan awal abad 20 para linguis dalam kajiannya mengikuti metode bandingan. Tidak ada pertemuan antara kajian mereka dan ilmu pendidikan. Akan tetapi kajian bahasa secara deskriptif dam Linguistik Arab 40 kemajuan yang telah dihasilkan oleh linguistik umum pada abad 20 telah memperjelas banyak fakta tentang konstruksi bahasa dan kehidupannya. Para spesialis dalam pengajaran bahasa, khususnya dalam dua puluh tahun yang lalu, mereka mencoba menerapkan metode linguistik dan hasil-hasilnya dalam pengajaran bahasa. Karena pada tahap pertama, bahasa asing itu tidak lagi dikaji sebagai fenomena tertulis, melainkan juga sebagai fenomena bunyi. Perhatian terhadap pelafalan mulai menduduki tempat pertama dalam pengajaran bahasa, maka itulah asalnya. Adapun tulisan merupakan fenomena kemudian. Oleh karena itu, disepakati dalam linguistik bahwa pengajaran bunyi ucapan dianggap sebagai dasar bagi pengajaran "menulis". Maka dimulailah pengajaran bahasa dengan aspek bunyi, kemudian berikutnya adalah cara menulis dengan mengamati bahwa perbedaan antara konstruksi bunyi dan sisitem penulisannya membentuk kesulitan penulisan. Oleh karena itu, seyogianya kita tunjukkan bahwa fenomena bunyi itu dianggap sebagai fenomena yang bertalian dengan penulisan, bukan dengan bahasa. Apabila linguistik kontrastif berkepentingan membandingkan dua tataran bahasa dengan tujuan membuktikan perbedaan-perbedaan di antara keduanya. Maka perbandingan dialek yang diperoleh siswa sewaktu kanak-kanaknya melalui bahasa sastra yang seyogyanya ia pelajari, itu menjelaskan kepada kita kesulitan-kesulitan yang ia hadapi dalam hal yang demikian itu. Oleh karena itu, kajian kontrastif bahasa dianggap sebagai salah satu instrumen penelitian terpenting dalam membuat program pengajaran bahasa nasional. Juga, kajian bahasa itu memanfaatkan hal yang sama dalam menentukan kesulitan yang dihadapi oleh para penutur masyarakat bahasa dalam mempelajarinya. Dengan demikian kajian kontrstif dapat menentukan – dengan metode yang objektif – aspek-aspek Linguistik Arab 41 kesulitan yang diakibatkan oleh perbedaan konstruksi kedua bahasa: bahasa ibu dan bahasa sasaran. Apabila linguistik telah menjelaskan bahwa makna adalah hasil pemakaian dalam situasi ujaran dan berbagai budaya dan bahwa inspirasi lambang bahasa merupakan hasil pemakaiannya dalam situasi ini, maka pengajaran bahasa mulai mempertimbangkan bahwa makna kata atau frase tidak jelas bagi siswa kecuali apabila kata itu dikaji berkaitan dengan situasi pemakaiannya. Mendemonstrasikan daftar kosakata tidak berarti memahami nuansa makna yang dimaksud. Dan makna kata-kata tidak diperoleh kecuali dalam situasi pemakaiannya dan tidak diketahui kecuali dalam situasi seperti ini atau dengan menjelaskan situasi-situasi ini. Linguistik telah membuktikan adanya keanekaragaman pemakaian bahasa. Oleh karena itu, seyogianya ditentukan ragam bahasa yang dimaksud dan tidak menghabiskan waktu dalam belajar ragam bahasa yang saling berinterferensi tanpa memahami ragam bahasa yang dimaksud. Ragam bahasa ini harus ditentukan berdasarkan berbagai tujuan peradaban, budaya dan sosial. Pengajaran salah satu bahasa dengan tujuan berkomunikasi seharihari berbeda dengan pengajarannya dengan tujuan membaca bukubuku kedokteran. Pengajaram bahasa dengan tujuan membaca buku-buku fisika atau matematika berbeda dengan pengajarannya untuk membaca surat kabar. Maka tataran ini bervariasi dan berbeda-beda. 12. Linguistik di antara Ilmu-ilmu Lain Ada perbedaan yang mendasar antara kedudukan linguistik dalam pusaka Arab dan kedudukan linguistik di kalangan ilmuilmu modern. Apabila mazhab-mazhab linguistik yang berturutturut selama beberapa abad sangat berbeda dengan metode-metode analisis, maka perbedaan yang mendasar antara linguistik dalam Linguistik Arab 42 pusaka Arab dan linguistik modern muncul dari kedudukan linguistik di kalangan ilmu-ilmu lainnya. Kajian bahasa bagi orang Arab merupakan alat untuk memahami agama. Itu berkaitan sejak munculnya dengan kajian bahasa Alqur`an. Kaitan ini masih ada dalam lembaga-lembaga ilmiah sepanjang zaman. Secara khusus, ini tampak di kalangan pengarang umat Islam selain bangsa Arab, seprti Tsa'labi, Abu Hatim ar-Razi, Khawarizmi, dan Tahanawi. Tsa'labi berpendapat bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang terbaik dan hadir untuk memahami agama karena ia merupakan alat ilmu pengetahuan dan kunci untuk memahami agama. Abu Hatim ar-Razi telah menjadikan bahasa arab, bahasa Ibrani, bahasa Suryani, dan bahasa Persia sebagai bahasa dunia yang terbaik karena buku-buku keagamaan dibukukan dengannya. Maka kriteria agama merupakan kriteria untuk mengunggulkan satu bahasa atas bahasa lainnya. Oleh karena itu, ia juga menolak pendapat yang mengatakan: Berkat jasa bahasa Yunani dan bahasa India, lahirlah buku-buku para filosof, para ahli medis, ahli astronomi, arsitektur, dan matematika terbukukan dengannya. Ilmu-ilmu keagamaan menduduki kawasan besar perhatian ilmiah dalam bidang kebudayaan Islam. Perhatian terhadap linguistik merupakan bagian dari kajian yang bertujuan mendalami agama. Ketika Khawarizmi mengklasifikasikan ilmu-ilmu yang telah dikenal oleh kebudayaan Islam, ia menjadikannya dalam dua kelompok: 1) ilmu-ilmu syari'at dan ilmu bahasa Arab yang menyertainya, 2) ilmu-ilmu ajam dari bangsa Yunani dan bangsa selain mereka. Dalam muqadimah banyak buku, kita dapati isyarat yang menunjukkan bahwa kajian bahasa merupakan salah satu alat untuk memahami teks-teks Alqur`an dan Hadits. Misalnya, Ibnu Quthiyah mengemukakan dalam bukunya bahwa fi'il (verba) merupakan pangkal konstruksi bagi kebanyakan bahasa. Dan untuk mengetahui fi'il-fi'il itu, kita dapat memperoleh petunjuk ilmu Alqur`an dan Hadits. Ibnu Khaldun memandang bahwa Linguistik Arab 43 mengetahui ilmu bahasa Arab itu penting bagi ahli syari'at karena sumber hukum syari'at, semuanya dari Kitab dan Sunnah, yaitu dengan bahasa Arab; para pengalihnya dari para sahabat dan para tabi'in adalah orang-orang Arab; dan penjelasan permasalahannya dari bahasa mereka. Ketika Ibnu Khaldun membagi ilmu-ilmu itu ke dalam ilmu yang itu sendiri dan ilmu sebagai alat, ia menganggap ilmu bahasa (linguistik) termasuk ilmu syari'at. Oleh karena itu, kajian bahasa menurut Ibnu Khaldun bukanlah merupakan tujuan itu sendiri, bahkan ia berpendapat bahwa berkecimpung dengan ilmu sebagai alat ini adalah menyia-nyiakan umur dan sibuk dengan hal yang tidak berarti. Gagasan ini tampak jelas menurut Tahanawi yang menjadikan ilmu bahasa termasuk fardu kifayah yang bisa menggugurkan kewajiban semua orang apabila telah dilakukan oleh sebagian orang. Ilmu bahasa tidak berdiri sendiri; ia tidak lain kecuali merupakan alat untuk memahami teks-teks keagamaan atau sebagaimana pendapat Tahanawi: alat untuk memperoleh ilmu syari'at. Teks-teks ini menjelaskan sikap umum terhadap ilmu bahasa dalam kerangka kebudayaan Islam. Karena itu, mempelajari ilmu bahasa merupakan alat untuk memahami ilmu agama. Gagasan kebebasan setiap ilmu tidak tercantum dalam pikiran masa-masa pertengahan dan tujuan ilmu tidak jelas dalam mengklasi-fikasikan ilmu. Akan tetapi kemajuan ilmu pada zaman modern telah membawa ke perluasan bidang-bidang pengetahuan manusia dan mengharuskan spesialisasi bagi orang yang ingin berkecimpung dalam kajian ilmiah. Di sini ilmu bahasa (linguistik) mulai berdiri sendiri, sebagaimana halnya cabang-cabang ilmu pengetahuan lain. Apabila ada keperluan untuk mengklasifikasikan ilmu pada masa modern, maka dalam klasifikasi desimal Dewey, ilmu bahasa menduduki tempat pertengahan antara sosiologi dan ilmu alam. Dalam hal ini ada pemahaman yang jelas bagi posisi linguistik modern antara ilmu-ilmu dan pengetahuan modern. Linguistik Arab 44 Linguistik tidak lagi hanya merupakan alat untuk memahami teks-teks keagamaan atau alat untuk memahami prasasti-prasasti klasik saja, melainkan juga ia mempunyai tujuan ilmiah umum, di samping banyak tujuan praktis. Linguistik merupakan ilmu yang mendasar; artinya ia berusaha -seperti ilmuilmu dasar lain – mengungkap aspek-aspek objeknya dengan metode ilmiah yang paling akurat. Adapun tujuan praktis seperti memanfaatkan hasil-hasil linguistik dalam pengajaran bahasa dan perencanaan bahasa itu merupakan hasil yang wajar bagi kajiankajian yang mendasar. Akan tetapi linguistik tidak bertujuan secara langsung ke arah masalah-masalah praktis. Juga, ini merupakan masalah semua cabang ilmu pengetahuan lain. Linguistik telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri; tujuannya adalah mengkaji semua aspek bahasa dan kehidupan bahasa di dunia. Linguistik menyajikan hasil-hasil ini, kemudian hasil-hasil ini menjadi peluang bagi beberapa spesialisasi dan ilmu-ilmu yang memanfaatkan linguistik dan selainnya. Alangkah banyaknya ilmu yang memanfaatkan hasil-hasil kajian linguistik, antara lain: fonetik terapan, ilmu pendidikan, psikologi, sosiologi, alat komunikasi (Communication Engineering), dan sebagainya. Apabila Ibnu Khaldun dkk telah menganggap ilmu hitung itu sebagai alat untuk memahami ilmu-ilmu agama, maka siapapun tidak menganggap eksakta hanya sebagai alat untuk menyusun mu’amalah fiqih. Dan apabila eksakta telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan ilmu kedokteran yang telah menjadi fardu kifayah mempunyai banyak cabang yang beridiri sendiri dan terpadu, maka linguistik telah menjadi ilmu yang mandiri, yang mengkaji bahasa dan memanfaatkan segala cabang ilmu pengetahuan yang menerangi baginya berbagai aspek dalam kajian bahasa. Di samping memanfaatkan alat ukur bunyi, alat statistik, hasil ilmu anatomi tubuh, ilmu fungsi anggota, dan ilmu fisika bunyi, linguistik berkaitan dengan jaringan yang paling kokoh Linguistik Arab 45 dengan ilmu-ilmu sosial lainnya, seperti psikologi dan sosiologi. Oleh karena itu, linguistik dideskripsikan oleh sebagian linguis sebagai ilmu yang paling manusiawi dan ilmu yang paling teliti. FASAL III LINGUISTIK DALAM PUSAKA ARAB Sejumlah linguis Arab telah menaruh perhatian terhadap linguistik sejak gerakan ilmiah dalam kerangka daulat Islam. Mereka memiliki hasil jerih payah dalam bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan kosakata. Orang-orang yang berkecimpung dalam linguistik mengklasifikasikan dua kelompok. Kelompok pertama menaruh perhatian terhadap konstruksi bahasa, Linguistik Arab 46 sedangkan kelompok kedua menaruh perhatian terhadap kosakata bahasa dan maknanya. Bidang kajian itu oleh kelompok pertama diilustrasikan sebagai nahw (gramatika) atau ilmu bahasa Arab, sementara bidang tersebut diilustrasikan oleh kelompok kedua sebagai bahasa atau linguistik atau filologi atau inti bahasa di samping istilah-istilah ini. Masing-masing ada sejarahnya tersendiri. Ada usaha-usaha untuk mendeskripsikan ilmu-ilmu bahasa secara simultan. Lalu ilmu-ilmu itu disebut ilmul lisan (linguistik) atau ‘ulumul lisan al-‘araby (linguistik Arab) atau ilmu adab (ilmu sastra) atau ilmu-ilmu bahasa Arab. Juga, di samping itu ada usaha-usaha untuk menjelaskan saling keterkaitan cabangcabang ini dan menjelaskan susunan yang digunakan oleh masingmasing dalam kerangka kajian bahasa umum. 1. Nahwu (Gramatika) dan Ilmu Bahasa Arab Dalam mengkaji struktur bahasa dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis, para linguis mengistilahkan dua nama dalam pusaka Arab, yaitu: 1) nahwu dan 2) ilmu bahasa Arab. Istilah nahwu merujuk ke abad 2 Hijriyah. Ia masih dipakai untuk mendeskripsikan bidang kajian ini sampai sekarang. Kitab Sibawaih diklasifikasikan ke dalam kitab tentang nahwu. Abu Thayyib, linguis (351 H) menamakannya Qur`an an-Nahwi. Juga, Sibawaih dikenal sebagai orang yang paling mengetahui nahwu sesudah Khalil. Dengan pengertian ini, nahwu mencakup seperangkat kajian yang diklasifikasikan dalam linguistik modern dalam kerangka fonologi, morfologi, dan sintaksis. Sesungguhnya Sibawaih penyusun kitab tentang nahwu (gramatika) bahasa Arab yang paling klasik yang sampai kepada kita tidak membagi ktiabnya ke dalam topik-topik besar yang distingtif. Akan tetapi ia cukup menghimpun banyak bab secara berturut-turut. Ia memulai kitabnya dengan masalah i'rab dan dari masalah i'rab, ia beralih ke sejumlah masalah yang berkaitan dengan nahwu. Sesudah itu Linguistik Arab 47 ketika ia beralih ke bab-bab yang bertalian dengan struktur sharaf (morfologi), ia harus menafsirkan beberapa struktur itu berdasarkan kajian fonologi kemudian pada akhir kitabnya dicantumkan bab-bab yang bertalian dengan fonologi. Sibawaih tidak membuat istilah-istilah yang membedakan dengan jelas segmen-segmen fonologi, morfologi, dan sintaksis. Semua ini menurutnya termasuk dalam satu bidang, yaitu bidang nahwu (gramatika). Pada abad-abad pertama hijriyah, para linguis masih memakai istilah nahwu dalam banyak hal dengan makna umum ini. Dalam definisi Ibnu Jinni (391 H) nahwu mencakup skop-skop berikut: i'rab, tatsniyah, jamak, tahqir, taksir, idhafat, nasab, tarkib, dan sebagainya. Maka menurut Ibnu Jinni nahwu mencakup kajian-kajian ini yang diklasifikasikan sekarang dalam kerangka morfologi di samping hal yang berkaitan dengan sintaksis. Ilmu nahwu menurut Abu Hayyan al-Andalusi mengkaji pengetahuan tentang hukum kata-kata dalam bahasa Arab dari segi ifradnya dan tarkibnya, yakni mengkaji konstruksi satuan kata dan hubungan kata-kata dalam kalimat. Masih banyak ahli nahwu yang menganggap nahwu itu mencakup semua kajian ini. Nahwu menurut mereka mengkaji segala hal yang berkaitan dengan kata dan kalimat. Ibnu Hajib (646 H) telah menyusun kitab “Asy- Syafiyah” tentang nahwu; di dalamnya ia mengkaji masalahmasalah yang bertalian dengan i'rab dan konstruksi kalimat. Sementara itu ia mengkhususkan kitab lain untuk konstruksi kata, yaitu “Asy-Syafiyah”. Akan tetapi meskipun ada pembagian ini, Ibnu Hajib masih menganggap tashrif itu sebagai bagian dari nahwu, bukan bagian bagi nahwu. Ada para pengarang lain yang memakai kata nahwu dengan makna yang lebih sempit. Kemudian mereka membatasi pemakaian kata ini pada kajian tentang konstruksi kalimat. Dengan makna ini, istilah itu tetap ada pada abad-abad terakhir Linguistik Arab 48 bagi peradaban Arab-Islam. Dan ada istilah lain yang digunakan untuk mendeskripsikan kajian tentang struktur bahasa, yaitu istilah “al-‘Arabiyyah” atau “ilmul ‘Arabiyyah”. Dalam karangankarangan abad 4 H, dua istilah telah sampai kepada kita. Ibnu Nadim dan Ibnu Faris memakai istilah “’Arabiyah” dengan makna “nahwu”. Ketika masalah pertama tentang penyusunan nahwu itu didiskusikan, kita dapati pada keduanya kalimat berikut: (orang yang pertama kali menyusun “al’Arabiyyah). Pemakaian kedua istilah ini dalam buku para linguis di Timur pada abad-abad berikut mencerminkan fenomena yang unik dan spesifik berdasarkan apa yang kita dapati dalam karangan-karangan Ibnu Ambari (577 H). Akan tetapi orang-orang Maroko dan orang- orang Andalusia lebih mengutamakan deskripsi spesialisasi itu sebagai ‘ilmul ‘Arabiyyah (ilmu bahasa Arab). Abul Barakat telah menyebutkan istilah al-‘Arabiyyah dalam banyak tempat dengan arti nahwu sebagaimana istilah ini tercantum dalam riwayat hidup kebanyakan ulama. Para pembelajar ilmu bahasa Arab dan orang- orang yang fasih dalam i'rab bertemu dengan Yunus bin Habib. Yazidi mempelajari ilmu bahasa Arab dari Abu Amr bin Ala, Abdullah bin Ishak al-Hadhrami, dan Khalil bin Ahmad. Juga, Ibnu Ambari mendeskripsikan kitabnya “Inshaf” sebagai kitab yang paling awal yang mengklasifikasikan dalam ilmu bahasa Arab hal ihwal seputar maslah-masalah khilafiyah. Ibnu Ambari mena-makan salah satu bukunya tentang nahwu dengan “Ashar al‘ Arabiyyah”. Akan tetapi pemakaian istilah al-‘Arabiyyah dan ilmul ‘Arabiyyah dengan makna nahwu dianggap sebagai fenomena yang terbatas persebarannya di kalangan orang-orang Timur, seperti Ibnu Ambari. Adapun di Maroko dan Andalusia ada banyak teks yang menjelaskan bahwa mereka lebih mengutamakan istilah al‘ Arabiyyah. Pada abad 4 H Zubaidi (379 H) menyebutkan istilah al-‘Arabiyyah dengan makna nahwu dalam riwayatnya bagi Linguistik Arab 49 kebanyakan ulama Andalusia dan Maroko. Apabila orang-orang Masyriq (Timur) telah menulis “an-Nahwu” dan “al-Lughah”, maka Zubaidi dalam banyak tempat menyebutkan al-‘Arabiyyah dan al-Lughah. Al-‘Arabiyyah atau ilmul ‘Arabiyyah menurut Zubaidi merupakan dua istilah yang banyak beredar dalam karangan-karangannya dengan makna nahwu. Pemakaian istilah al-‘Arabiyyah dan ilmul ‘Arabiyyah menurut Zubaidi bukanlah merupakan ciri yang unik dan khusus. Kedua istilah itu terdapat dalam banyak buku di Maroko dan Andalusia. Juga, kedua istilah itu terdapat dalam riwayat-riwayat Andalusia yang yang dialihkan dalam kitab-kitab ath-Thabaqat. Dan menurut Ibnu Khaldun ada banyak tempat yang menjelaskan bahwa orang-orang Maroko dan orang-orang Andalusia dahulu telah terbiasa – hingga masanya – mengungkapkan nahwu dengan istilah al-‘Arabiyyah atau ilmul ‘Arabiyyah. Ibnu Khaldun telah mendeskripsikan kitab Sibawaih itu termasuk dalam ilmul ‘Arabiyyah dan juga al-Fiyyah Ibnu Malik termasuk dalam ilmul ‘Arabiyyah. Apabila Ibnu Khalawaih (370 H), salah seorang ulama Masyriq (Timur) telah menggunakan frase “Ahlu Shina’ah an-Nahwu”, maka Ibnu Khaldun, linguis Maghrib (Maroko) dalam makna yang sama telah menyebutkan frase “Ahlu Shina’ al-‘Arabiyyah”. Ibnu Khaldun telah menerapkan dua istilah yang bersinonim pada kaidah-kaidah nahwu, yaitu qawanin al-‘Arabiyyah dan al-Qawanin an- Nahwiyyah. Dari sini, jelaslah bahwa para linguis Maghribi (Maroko) dahulu memakai istilah al-'Arabiyyah, sementara para linguis Masyriq (Timur) cen-derung kepada istilah nahwu. Nahwu menurut para linguis Masyriqi (Timur) atau ilmul 'Arabiyyah menurut para linguis Maghribi (Maroko) masih mencakup kajian-kajian yang bertalian dengan struktur bahasa dari berbagai segi. Ketika Al-Mazini (249 H) menyusun kitab "At- Tashrif", kajiannya tidak tentang konstruksi kata (morfologi) kecuali merupakan bagian dari nahwu dengan makna yang Linguistik Arab 50 menyeluruh. Sibawaih tidak membuat istilah tersendiri bagi ilmu yang mengkaji konstruksi kata. Tampaknya, al-Mazini termasuk orang-orang terkemuka yang mengkhususkan kitab-kitab tersendiri tentang morfologi. Kitabnya "at-Tashrif" merupakan kitab tersendiri dan lengkap tentang morfologi yang sampai kepada kita. Ibnu Jinni (391 H) telah membatasi ruang lingkup kajian tashrif untuk mengetahui asal-usul kalam Arab tentang tambahan-tambahan yang masuk ke dalamnya, sedangkan tashrif adalah dasar untuk mengetahui isytiqaq (derivasi). Menurut Ibnu Jinni tashrif tidak lain kecuali merupakan bagian dari nahwu. Ibnu Ushfur al-Andalusi (669 H) telah menyusun kitab "Al-Mumti' fi at-Tashrif" tentang konstruksi kata (morfologi). Menurutnya tahsrif merupakan bagian dari kajian tentang ilmul 'Arabiyyah. Strabadzi (688 H) menjelaskan bahwa tashrif merupakan salah satu bagian dari nahwu; tidak ada perbedaan di kalangan para ahli gramatika. Adapun istilah sharaf yang masih dipakai di sekolah – sesudah itu – merupakan istilah yang relatif baru. Sikaki (618 H) memakai istilah sharaf dalam pembicaraannya tentang hukumhukum yang bertalian dengan konstruksi kata. Denan makna ini, Thasyakubra menambahkannya "ilmu sharaf". Dari kalangan para pengarang yang mutakhir ini, dapat kita amati bahwa sharaf menurut mereka bukan merupakan bagian dari nahwu, melainkan ia adalah bagian bagi nahwu. Demikianlah ruang lingkup ilmu nahwu menurut mereka masih sebagai kajian i'rab dan konstruksi kalimat kontras dengan sharaf yang mengkaji konstruksi kata. 2. Bahasa, Linguistik, dan Filologi Para pengarang bahasa Arab menggunakan beberapa istilah untuk kajian kosakata, baik penghimpunannya maupun penyusunannya. Istilah yang paling klasik ialah istilah bahasa. Abu Thayyib. Linguis (351 H) menyifati Abu Zaid, Ashma’i , dan Linguistik Arab 51 Abu Ubaidah; ia membandingkan mereka dari segi pengetahuan mereka tentang bahasa Abu Ziad adalah orang yang paling menguasai bahasa; Ashma’i menguasai sepertiga bahasa; Abu Ubaidah menguasai setengahnya; Abu Malik menguasai semuanya. Di sini yang dimaksud dengan kata “bahasa” adalah sejumlah kosakata dan pengetahuan tentang maknanya. Dengan pengertian ini kitab-kitab ath-Thabaqat membedakan kalangan orang yang berkecimpung dalam bahasa dari segi lain. Oleh karena itu Sibawaih dan Mubarrad dianggap sebagai ahli nahwu, sementara Ashma’i dan kawan-kawannya termasuk para linguis. Dengan makna ini, pemakaian kata “lughah” sudah beberapa abad. Lughawi (linguis) adalah orang mengkaji kosakata, baik mengumpulkan, mengklasifikasikan, maupun menyusun. Karena itu, Ashma’i adalah linguis karena ia menghimpun kata-kata orang nomaden dan membukukannya dalam risalahrisalah kebahasaan yang diklasifikasikan ke dalam topik-topik semantik. Khalil adalah linguis karena ia orang pertama yang berusaha mengumpulkan kata-kata dalam bahasa Arab dan membukukannya dalam sebuah kamus. Ibnu Duraid adalah linguis juga karena ia telah menyusun kamus “Jamharatul Lughah”. Azhari adalah linguis karean ia telah menyusun kamus “Tahdzibul Lughah”. Pemakaian kata “lughah” dengan makna kajian dan klasifikasi kosakta dalam kamus-kamus dan buku-buku tematik masih dominan dalam ensiklopedia selama beberapa abad. Ada istilah yang muncul pada abad 4 H menurut linguis Arab, Ibnu Faris (395 H) dan istilah itu dipelajari oleh Tsalabi (429 H). Ibnu Faris telah menamakan salah satu bukunya “Ash- Shahibi” tentang fiqhullughah (Filologi). Dengan demikian muncullah istilah untuk pertama kali dalam pusaka Arab sebagai judul buku dan penamaan bagi suatu cabang pengetahuan. Istilah ini tidak tersebar kecuali dengan ukuran yang terbatas. Orang terkenal yang memakianya sesudah Ibnu Faris adalah seorang Linguistik Arab 52 linguis dan sastrawan, yaitu Tsa’labi. Ia menamakan bukunya “Fiqhullughah wa Sirrul ‘Arabiyyah”. Kitab Ibnu Faris dan Tsa’labi dalam analisisnya sesuai dengan masalah kata-kata Arab. Maka objek fiqhullughah menurut mereka berdua adalah identifikasi kata-kata Arab dan makna-maknanya, klasifikasi katakata ini dalam topik-topik, dan kajian-kajian yang berkaitan dengan hal itu. Di samping itu, kitab Ibnu Faris mencakup seperangkat masalah teoretis sekitar bahasa. Di antara masalah yang paling menonjol adalah masalah lahirnya bahasa. Apabila para ulama telah berbeda pendapat tentang hal itu, lalu sebagian mereka melihatnya sebagai suatu istilah atau konvensi sosial, maka Ibnu Faris menolak pendapat ini dan ia menganggapnya sebagai tauqif, yaitu sebagai wahyu yang diturunkan dari langit. Objek bahasa dan objek keterkaitan bahasa dengan wahyu tidak termasuk dalam kerangka masalah-masalah linguistik modern karena tidak mungkin dikaji dua objek dengan kriteria-kriteria ilmiah yang akurat. Juga, kitab Tsa’labi mencakup bagian kedua, yaitu sirrul ‘Arabiyyah. Dalam bagian kedua Tsa’labi telah mengkaji sejumlah topik yang berkaitan dengan bangun kalimat bahasa Arab. Akan tetapi kedua pengarang itu bersepakat bahwa fiqhullughah (filologi) adalah mengkaji makna kata-kata dan mengklasifikasikannya ke dalam topik-topik. Adapun istilah ilmu lughah (linguistik) telah dipakai oleh beberapa linguis mutakhir. Maksudnya adalah mengkaji kata-kata untuk diklasifikasikan dalam topik-topik dengan mengkaji maknamaknanya. Radhi Strabadzi membedakan ihwal antara ilmu lughah dan ilmu tashrif. Objek ilmu lughah adalah kajian katakata, sedangkan objek ilmu tashrif adalah pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang bertalian dengan konstruksi kata-kata itu. Adapun Hayyan telah mengemukakan istilah ilmu lughah dalam beberapa kitabnya. Menurutnya ilmu lughah adalah kajian tentang Linguistik Arab 53 makna satuan-satuan kata. Pemakaian istilah ilmu lughah menurut Ibnu Khaldun tidak berbeda dengan pengertian ini. Maka menurutnya ilmu lughah adalah penjelasan tentang topik-topik bahasa. Maksudnya adalah makna-makna yang dibuat oleh katakata itu. Dalam pembicaraannya tentang ilmu lughah, Ibnu Khaldun menyebutkan Khalil bin Ahmad dan para penyusun kamus bahasa Arab lainnya. Masing-masing ini menjelaskan bahwa istilah ilmu lughah – menurut Radhi Strabadzi, Abu Hayyan, Ibnu Khaldun, dan lain-lain – berarti mengkaji kosakata dan mengklasifikasikannya ke dalam kamus-kamus dan bukubuku. Ada istilah lain yang digunakan oleh para pengarang pada kajian makna-makna kosakata bahasa, yaitu istilah ilmu matan lughah. Marshafi dan Fathahullah telah menggunakan istilah ini dengan makna ini. Juga, Ahmad Ridha telah menamakan kamusnya “Matnul Lughah”. Demikianlah para pengarang bahasa Arab sebelum masa modern – dan mereka diikuti oleh para pengarang terdahulu pada awal-awal abad 20 khususnya – telah menggunakan istilah-istilah: lughah (bahasa), fiqhullughah (filologi), ilmul lughah (linguistik), matan lughah (inti sari bahasa) dalam judul-judul karangan mereka atau sebagai deskripsi hasil usaha para pengarang kamus dan buku-buku tentang kosakata bahasa. 3. Ilmu Bahasa, Ilmu Sastra, dan Ilmu Bahasa Arab Usaha paling awal yang sungguh-sungguh untuk menyusun ulumul ‘Arabiyyah (ilmu bahasa) dalam satu tatanan mengacu kepada Al-Farabi. Al-Farabi telah memberikan nama yang menyeluruh pada semua ilmu bahasa, yaitu ilmul lisan (ilmu bahasa). Ilmu bahasa menurutnya tersusun dari beberapa bidang. Linguistik Arab 54 Ilmu al-alfadh al-mufradah dalam klasifikasi Al-Farabi itu sepadan dengan ilmu dalalah dalam klasifikasi modern. Kaidah-kaidah lafal ketika menjadi kosakata lepas sendiri dan ketika dalam keadaan tersusun mengkaji bunyi (fonologi), bangun kata (morfologi), dan bangun kalimat (sintaksis) secara berturut-turut. Akan tetapi Al-Farabi dalam ilmu bahasa memasukkan beberapa topik yang masuk dalam ilmu bahasa menurut pengertian modern, antara lain: ilmu al-fadh al-murakabah (ilmu susunan kata-kata) yang dibuat oleh para ahli khotbah dan para penyair mereka, yaitu kajian syair dan natsar. Juga, antara lain: kaidah tashih tulisan, kaidah tashih qiraat, kaidah-kaidah syair. Demikianlah ilmu bahasa menurut Al-Farabi mencakup ilmu-ilmu bahasa di samping ilmu-ilmu dan keterampilan lainnya. Istilah ulumul adab (ilmu-ilmu sastra) mernurut Ibnu Ambari menunjukkan ilmu-ilmu bahasa: nahwu (grmatika), lughah (bahasa), tashrif (infleksi), ilmu jadal fin nahwi (ilmu debat tentang gramatika), ilmu ushul an-nahwi (ilmu pokok-pokok gramatika) di samping arudh wal qawafi, bentuk syair, khabar, dan nasab bangsa Arab. Menurut Ambari, Ilmu adab mencakup seperangkat ilmu bahasa dan sastra serta pengetahuan yang berkaitan dengannya. Ibnu Ambari adalah orang pertama yang menganggap ilmu ushul an-nahwi, yaitu metode kajian nahwu, sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Ia telah mengarangnya dengan mengikuti cara para pengarang ilmu ushul fiqih. Ibnu Ambari mengatakan: Usul nahwi adalah dalil-dalil nahwu yang merupakan sumber bercabangnya jumlah (global)nya dan tafshil (rincian)nya. Menurut Ambari dan Yaqut al-Hamawi, adib (sastrawan) adalah orang yang berkecimpung dalam ilmu-ilmu bahasa dan sastra ini serta pengetahuan yang berkaitan dengannya. Dengan pengertian ini, Ibnu Ambari telah menyusun kitabnya “Nuzhah al- Linguistik Arab 55 Baa fi Tahbaqat al-Udaba”. Dan Yaqut al-Hamawi telah menyusun kitab “Irsyad al-Arib ila Ma’rifah al-Adib. Adapun klasifikasi Sakkaki terhadap ilmu-ilmu bahasa berdasar pada asas “matsarat al-hatha” (timbul kesalahan). Maka kesalahan bahasa dapat terjadi dalam konstruksi kata lepas. Ini merupakan objek ilmu sharaf (morfologi). Kesalahan bisa terjadi dalam susunan kosakata di dalam kalimat. Ini merupakam objek ilmu ma’ani dan ilmu bayan. Sikaki menganggap ilmu sharaf, nahwu, ma’ani, dan bayan di samping ilmu bahasa sebagai seperangkat ilmu yang terpadu dan tersusun – menurutnya dalam satu tahapan. Abu Hayyan, ahli nahwu adalah orang pertama yang menetapkan istilah ulum al-lisan al-‘Araby pada “ulmul lughah”. Ia diikuti oleh Ibnu Khaldun dalam pemakaian istilah ini. Menurut Abu Hayyan, ulumul lisan ‘Araby (ilmu-ilmu bahasa arab) mencakup ilmu lughah (linguistik), ilmu tashrif (morfologi), dan ilmu nahwu (sintaksis). Ilmu lughah mengkaji makna satuansatuan kata: ilmu tashrif mengkaji hukum-hukum makna satuan kata sebelum disusun. Adapun ilmu nahwu mengkaji hukumhukum satuan dalam keadaan tersusun. Dengan demikian menurut Abu Hayyan, istilah ulumul lisan dahulu mencakup ilmu-ilmu bahasa para linguis Arab tanpa ilmu-ilmu lainnya. Ruang lingkup ulumul lisan al-‘Araby menurut Ibnu Khaldun tidak terbatas pada nahwu (gramatika) dan lughah (bahasa) saja, melainkan mencakup juga ilmu bayan dan ilmu adab. Dengan demikian Ibnu Khaldun tidak membedakan ihwal antara ilmu lughah dalam arti yang spesifik dan kajian sastra. Klasifikasi Thasykubra Zadah tentang ilmu-ilmu bahasa dan kajian-kajian yang berkaitan dengannya berdasar pada asas pembedaan antara kajian kosakata lepas dari satu sisi dan kajian kosakata tersusun dari sisi lain. Thasykubra Zadah mengemukakan bahwa kajian kosakata lepas mengkaji lima bidang. Linguistik Arab 56 Pertama, ilmu makharaj al-huruf. Istilah ini dianggap penamaan awal yang spesifik dan mencakup ilmu ashwat (fonetik) pada masa modern. Apabila kajian fonetik itu telah lama dalam pusaka Arab, maka Sibawaih, dan Khalil, dan orang-orang sesudah mereka tidak membuat penamaan khusus baginya dan menyeluruh sampai datang Thasykubra Zadah. Dalam mengklasifikasikan ilmu-ilmu, ia berusaha mengkhususkan kajian ini. Kemudian ia menamakannya “ilmu makharij al-huruf”. Ia menjadikan ilmu ini bidang kajian bahasa yang paling awal. Dengan demikian Thasykubra Zadah sesuai dengan apa yang dikenal oleh para linguis modern setelah beberapa abad. Ilmu makharij al-huruf mengkaji pengetahuan mengoreksi makharij al-huruf – kualitas dan kuantitasnya – dan sifat-sifatnya yang melekat padanya sesuai dengan tuntutan tabiat bangsa arab. Ia bersandar pada ilmu alam dan ilmu anatomi tubuh. Dari pembatasan Thasykubra Zadah tentang tempat ilmu makharij al-huruf dalam bidang kajian bahasa yang paling awal, jelaslah pemahamannya yang dalam terhadap pentingnya ilmu ashwat (fonetik), bahkan pemahamannya terhadap hubungan kajian fonetik dengan ilmu alam dan ilmu anatomi tubuh dianggap orang yang mendahului masanya dan banyak orang yang datang kemudian. Di samping ilmu makharij al-huruf, kajian kosakata menurut Thasykubra Zadah mencakup ilmu lughah. Ia mengkaji substansi kosakata dan tingkahnya dari segi situasinya untuk menunjukkan makna-makna parsial – juga mencakup ilmu wadha’ – (situasi) dan mengkaji tafsiran situasi dan membaginya ke dalam subjektif, kualitatif, umum, dan khusus, maksudnya adalah mengkaji makna-makna kata. Juga, ia mencakup ilmu isytiqaq (derivasi). Objeknya adalah cara keluarnya kata-kata satu sama lainnya. Bidang kajian kosakata yang terakhir adalah ilmu sharaf (morfologi). Oleh karena itu, menurut Thasykubra Zadah kajian kosakata sepadan dengan fonetik/fonologi, morfologi, dan Linguistik Arab 57 semantik dalam bidang linguistik modern. Adapun konstruksi kalimat (sintaksis) dijadikan oleh Thasykubra Zadah sebagai objek kajian pertama dalam susunan kata. Menurutnya, kajian susunan kata mencakup nahwu (sintaksis), ma’ani, bayan, badi’, ‘arudh wal qawafi, dan seterusnya. Dengan demikian Thasykubra Zadah telah menggabungkan kajian-kajian sastra ini dengan ilmu nahwu dalam satu kerangka. Tahanawi dalam mengklasifikasikan ulumul ‘Arabiyyah sangat sesuai dengan klasifikasi ilmu-ilmu ini menurut Thasykubra Zadah. Akan tetapi Tahanawi tidak mengkhususkan bagian tersendiri bagi ilmu ashwat (fonetik) sebagaimana yang diperbuat oleh Thasykubra Zadah, melainkan ia mulai membatasi ulumul ‘Arabiyyah dengan ilmu lughah (linguistik), ilmu sharaf (morfologi), ilmu isytiqaq (derivasi), ilmu an-nahwu (sintaksis), ilmu ma’ani, ilmu bayan, ilmu arudh, ilmu qafiyah, dan lain-lain. Istilah ulumul ‘Arabiyyah masih dipakai oleh budayawan salaf di dunia Arab modern. Syeikh Husen Marshafi telah mengklasifikasikan ulumul ‘Arabiyyah ke dalam ilmu matan lughah, fiqhullughah, ilmu sharaf, dan ilmu nahwu. Perbedaan antara ilmu matan lughah dan fiqhullughah adalah bahwa yang pertama mengkaji kata-kata dengan mempertimbangkan perbedaannya dalam makna-makna yang dibuatnya. Jelasnya, ilmu matan lughah adalah ilmu untuk mengetahui makna hakikat katakata, sedangkan fiqhullughah adalah mengkaji perbedaanperbedaan dalam makna. Demikianlah penamaan-penamaan itu digunakan dalam bidang-bidang kajian bahasa itu bervariasi pada berbagai fase sejarah. Oleh karena itu, istilah-istilah ini dianggap sebagai bagian dari sejarah kajian bahasa. Seyogianya istilah-istilah ini ditinggalkan untuk memperbincangkan sejarah ilmu dengan syarat istilah-istilah modern harus berdasar pada asas teori linguistik modern. Linguistik Arab 58 FASAL IV PERPUSTAKAAN NAHWU Dalam “Akhbar an-Nahwiyyin al-Bashariyyin” Sirafi mengemukakan kisah dua buah kitab yang dinisbatkan oleh sebagian linguis kepada Isa bin Umar (149 H), yaitu kitab “al- Jami’ wal Mukmil”. Kemudian Sirafi mengatakan – sesudah itu – Linguistik Arab 59 kedua kitab ini tidak sampai kepada kita dan saya tidak melihat seorangpun yang menyebutkan bahwa ia telah melihat kedua kitab tersebut. Ibnu Nadim memperkuat hal ini dengan pendapatnya: orang-orang telah kehilangan kedua kitab ini sejak masa yang panjang; tidak ada seorangpun yang kita ketahui dan tidak seorangpun memberitahu kita bahwa ia telah melihat kedua kitab itu. Apabila kita berasumsi akan kebenaran apa yang dinisbatkan kepada Isa bin Umar, maka kajian ilmiah tidak dapat mengatakan sedikitpun dua kitab yang tidak ada pengaruhnya. Para penyusun kitab-kitab ath-Thabaqat menaruh perhatian terhadap kidah penyususnan nahwu dan Ibnu Nadim mencoba mengkaji kisah ini dengan mengatakan: Dan saya melihat dalil yang menunjukkan bahwa nahwu dari Abul Aswad. Inilah hikayatnya, yaitu 4 lembar yang saya kira dari lembar as-Shin: terjemahannya ini: di dalamnya ada pembicaraan tentang fa’il dan maf’ul dari Abul Aswad …, kemudian tatakala orang ini meninggal dunia, kami kehilangan khazanah dan apa yang ada di dalamnya, maka kami tidak mendengar lagi beritanya. Yang dimaksud dengan lelaki itu adalah salah seorang pemilik khazanah para penulis. Linguis tidak dapat mengeluarkan sedikitpun dari berita ini tentang hasil jerih payah Abul Aswad tentang nahwu meskipun ia memiliki hasil karya tentang hal itu pada umumnya. 1. Kitab Sibawaih dan Para Ahli Nahwu Penduduk Basrah Kitab Sibawaih dianggap kitab nahwu Arab yang tertua yang sampai kepada kita. Di samping pendapat-pendapat pengarangnya, Abu Basyar Amr bin Usman, kitab Sibawaih mencakup hasil karya para ahli nahwu lain yang mendahului Sibawaih. Ia memperkenalkan pendapat-pendapat mereka, lalu menyebutkannya dalam kitabnya. Para ahli nahwu ini adalah: Linguistik Arab 60 1) Abdullah bin Ishaq al-Hadhrami (117 H) ; 2) Isa bin Umar ats-Tsaqafi (149 H) ; 3) Abu Amr bin Ula (154 H) ; 4) Khalil bin Ahmad (174 H) ; 5) Yunus bin Habib (183 H) . Ahli nahwu yang tertua ini adalah Abdullah bin Ishaq al- Hadharami yang dianggap oleh Ibnu Salam, penyusun Thabaqat asy-Syu'ara, sebagai orang pertama yang menggali nahwu dan membuat qiyas serta menjelaskan illat-illat. Tidak syak lagi bahwa yang terpenting di antara mereka ini adalah Khalil bin Ahmad, guru Sibawaih yang paling banyak mempengaruhi pikiran-pikiran ilmiahnya. Kitab Sibawaih telah menentukan rambu-rambu kajian dan metode analisis masalah-masalah nahwu bagi generasi-generasi ahli nahwu selama berabad-abad. Pikiran mereka masih berada dalam kerangkanya dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan parsial yang sederhana yang dijadikan dasar mazhab nahwu. Kitab Sibawaih sejak disusunnya pada pertengahan kedua abad 2 H merupakan dasar kajian di seluruh penjuru dunia Islam. Sirafi mengatakan: Kitab Sibawaih karena kemasyhurannya dan kelebihannya menjadi suatu ilmu di kalangan para ahli nahwu. Katanya di Basrah: Fulan telah membaca kitab itu, maka ia mengetahui bahwa itu adalah kitab Sibawaih; ia membaca separoh kitab itu; tidak syak lagi bahwa itu adalah kitab Sibawaih. Orang yang menelusuri sejarah para ahli nahwu Arab mencatat bahwa para ahli nahwu yang memiliki spesialisasi tentang nahwu dan mengetahui kualitasnya dan pengajarannya dengan baik. Akhfasy Said bin Mus'idah (221 H) adalah orang pertama yang mengajarkan kitab Sibawaih. Sirafi mengatakan: Jalan menuju kepada Kitab Sibawaih adalah Akhfasy. Itu karena kitab Sibawaih tidak kita ketahui seorangpun yang membacakannya dihadapan Sibawaih dan Sibawaih tidak membacakannya Linguistik Arab 61 kepadanya. Akan tetapi tatkala Sibawaih wafat. Akhfasy membacakannya kepada Abu Hasan. Dan di antara orang yang membacanya adalah Abu Umar al-Jirmi Salih bin Ishak, Abu Usman al-Mazini Bakar bin Muhammad, dan selain mereka berdua. Dengan demikian murid-murid Akhfasy merupakan kelompok ahli nahwu pertama yang berguru kepada Sibawaih. Setiap orang di antara mereka mempunyai perhatian khusus terhadap kitab itu. Abu Umar al-Jirmi (225 H) menaruh perhatian terhadap kajian bentuk-bentuk sharaf yang terdapat dalam kitab Sibawaih. Dari situ ia menyusun banyak kitab yang tidak kita ketahui kecuali nama-namanya. Juga, ia menyusun "Tafsir Gharib Sibawaih" dan kitab lain dengan judul "Al-Farkh", yaitu Farkh Kitab Sibawaih. Tidak satu pun dari kitab-kitab Al-Jirmi yang masih ada. Akan tetapi kitab-kitabnya termasuk sumber terpenting yang menjadi acuan syarah-syarah Sibawaih berikut. Adapun Abu Ishak Ziyadi (249 H) adalah orang pertama yang menyusun sebuah kitab yang berjudul "Syarah Kitab Sibawaih". Dari kitab ini hanya tinggal beberapa kutipan dalam kitab-kitab kutipannya. Kitab "At-Tashrif" karya Al-Mazini dianggap sebagai kitab kedua tentang nahwu Arab yang sampai kepada kita sesudah kitab Sibawaih. Abu Usman Al-Mazini (248 H) telah berguru kepada Akhfasy. Ia membacakan kitab Sibawaih kepadanya. Juga, ia mengkaji bentuk-bentuk sharaf (morfologi) sebagaimana yang diperkuat oleh temannya, Al-Jirmi. Kitab "At-Tashrif" karya Al- Mazini telah sampai kepada kita dengan diberi syarah oleh Abu Fatah Usman bin Jinni (392 H). dan kitab "At-Tashrif" adalah satu-satunya kitab yang paling dahulu tentang bentuk-betnuk sharaf yang sampai kepada kita. Para penyusun kitab-kitab Ath-Thabaqat bersepakat bahwa Abu Abbas Muhammad bin Yazid al-Mubarrad (285 H) adalah ahli nahwu mazhab Basrah terkemuka pada abad 3 H. Al- Mubarrad telah menyusun sejumlah besar kitab kebahasaan secara Linguistik Arab 62 menyeluruh. Akan tetapi kitab yang terpenting adalah kitab "Al- Muqtadhib", yaitu kitab yang menyeluruh, yang mencakup semua aspek nahwu (sintaksis), sharaf (morfologi), dan bunyi (fonologi) yang dibahas oleh Sibawaih. Kitab inilah yang merupakan kitab kedua sesudah kitab Sibawaih dalam membahas semua aspek ini. Ada banyak masalah gramatika dan kebahasaan yang dibahas oleh al-Mubarrad dalam kitab-kitab lainnya, khususnya dalam kitab "Al-Kamil". Di samping kitab-kitab karya Al-Mubarrad yang sampai kepada kita, ia mempunyai kitab lain yang hilang yang disebutkan oleh kitab-kitab Ath-Thabaqat dan At-Tarajim dengan "Ar-Radd 'ala Sibawaih". Karya AL-Mubarrad tentang kitab dengan judul ini berarti ia – ia adalah orang Basrah – tidak setuju dengan ahli nahwu Basrah terkemuka, Sibawaih, yaitu unit mazhab Basrah adalah masalah yang relatif. Perbedaan sudut pandang Al-Mubarrad terhadap Sibawaih dalam beberapa masalah telah mengakibatkan lahirnya kitab yang membela Sibawaih dan menyanggah Al-Mubarrad, yaitu kitab "Al-Intishar Li-Sibawaih min Al-Mubarrad" karya ahli nahwu Mesir, Ibnu Wallad (332 H). Telah belajar kepada Al-Mubarrad sejumlah besar ahli nahwu terkemuka yang berpengaruh terhadap misi pusaka nahwu, kajian dan komentar tentang nahwu. Murid yang terpenting adalah Abu Bakar bin Siraj (316 H) dan Abu Ishak (311 H), serta Ibu Drastawiah (330 H). 2. Para Ahli Nahwu Mazhab Kufah pada Abad 2 dan Abad 3 Ada banyak nama yang disebutkan oleh kitab-kitab Ath- Thabaqat dan kitab Al-Fihrasat bagi para ahli nahwu dan para linguis Kufah. Ibnu Nadim mengkhususkan bagi mereka fasal tersendiri yang mencakup berita-berita ahli nahwu dan para linguis Kufah. Kisai, Farra, dan Tsa'lab merupakan nama para linguis yang paling umum dalam kitab-kitab nahwu Arab. Tidak sampai Linguistik Arab 63 kepada kita satu kitab pun yang lengkap yang menjelaskan metode analisis nahwu para linguis Kufah. Karena itu, kita tidak mengetahui kitab mereka yang menyerupai kitab Sibawaih atau kitab Muqtadhib karya Al-Mubarrad. Akan tetapi kita dapat mengenal pendapat-pendapat kebahasaan mereka dari kitab-kitab mereka yang mencakup berbagai topik, diantaranya masalahmasalah nahwu dan bahasa. Kisai (197 H) adalah ahli nahwu Kufah yang masyhur yang semasa dengan Sibawaih. Di antara keduanya ada perbedaanperbedaan dan perselisihan-perselisihan. Dari karang-an-karangan Kisai hanya tinggal risalah kecil tentang "Lahn al-'Ammah". Kitab-kitab lainnya telah hilang; kita tidak dapat mengenali pendapat-pendapatnya kecuali melalui kitab-kitab nahwu yang mengutip pendapat-pendapat ini dan meme-liha-ranya dari kepunahan. Ibnu Nadim telah menyebutkan banyak kitab Farra tentang ilmu-ilmu bahasa, antara lain kitab "Al-Hudud" tentang kitab ini telah hilang. Dari kitab ini hanya tinggal daftar topiknya. Ibnu Nadim telah mengutipnya dalam kitab Al-Fihrasat. Sumber yang terpenting untuk mengenali pendapat-pendapat Farra tentang nahwu dan bahasa adalah kitab "Ma'ani Al-Qur`an" yaitu kitab terpenting yang sampai kepada kita. Kitab "Ma'ani Al-Qur`an" bukanlah dalam menafsirkan dengan makna langsung, melainkan ia merupakan kitab tentang bahasa yang menjadikan Al-Qur`an sebagai objeknya. Telah sampai kepada kita tiga kitab lainnya karya Farra, yang mengkaji objek-objek kebahasaan, yaitu Al- Mudzakkar wal Muannats, Al-Manqush wal Mamdud, dan Al- Ayyam wal Layaly, wasy-Syuhur. Ahli nahwu Kufah terkemuka ketiga adalah Tsa'lab (291 H). Abul Abbas Tsa'lab di antara kedua temannya yang semasa sering menjadi tempat perbandingan dengan Abul Abbas Al- Mubarrad. Al-Mubarrad adalah ahli nahwu terkemuka Basrah, Linguistik Arab 64 sementara Tsa'lab adalah ahli nahwu terkemuka Kufah pada periode masa yang sama. Beberapa kitab Tsa'lab telah sampai kepada kita, yang terpenting adalah kitab Al-Fashih, yaitu kitab tentang mufradat (kosakata). Akan tetapi pendapat-pendapatnya tentang nahwu dan bahasa juga terdapat dalam kitab Majalis Tsa'lab. Ada banyak ilmuwan yang disebutkan oleh kitab-kitab Ath-Thabaqat. Hasil karya mereka tentang ilmu-ilmu bahasa terbatas pada pengumpulan kosakata, penentuan bentuk-bentuk sharafnya, pengklasifikasikannya, dan pembukuan catatancatatannya. Di antara mereka ini adalah Abu Amr asy-Syaibani, penyusun kitab "Al-Jim", yaitu kamus bahasa, Abu Ubaid al- Qasim bin Salam, penyusun "Al-Gharibul Mushannaf", yaitu kitab tentang kosakata, Ibnu Sikit, penyusun "Ishlah al-Manthiq", yaitu kitab tentang pembudayaan bahasa. Masing-masing ini menunjukkan bahwa usaha para ulama Kufah berpaling ke kajian dan klasifikasi kosakata. Perhatian mereka terhadap konstruksi bahasa tidak lain kecuali merupakan perhatian skunder yang tidak sampai kepada tataran mazhab Basrah. Oleh karena itu, hanya pendapat para ulama Basrah-lah tentang nahwu Arab yang dominan, pada abad-abad berikutnya. Pada mulanya metode nahwu dan pengajaran nahwu berdasar pada pendapat-pendapat ulama Basrah. 3. Ahli Nahwu pada Abad 4 H Abad 4 H mengenal sekelompok ahli nahwu; kebanyakan mereka di Bagdad. Yang paling terkemuka adalah Ibnu Siraj (316 H), Zajjaj (311 H), Ibnu Drastawaih (wafat sesudah 330 H), Abu Said as-Sairafi (368 H), Abu Ali al-Farisi (377 H), Rammani (385 Linguistik Arab 65 H), dan Ibnu Jinni (391 H). banyak kitab yang sampai kepada kita dari karangan para ahli nahwu ini. Ibnu Siraj (316 H) menaruh perhatian besar terhadap kitab Sibawaih. Ia mengajarkan kitab Sibawaih. Ia mengomentari berbagai naskah kitab Sibawaih, kemudian menbandingkan naskah-naskah yang beredar pada masanya. Ia membuktikan sejumlah perbedaan di antara naskah-naskah ini. Kitab Sibawaih hingga waktu itu merupakan dasar pengajaran nahwu. Oleh karena itu, banyak naskah dan banyak pembuatan klise serta perbedaan. Ibnu Siraj yang dilahirkan sesudah wafat Sibawaih kurang dari 100 tahun merasa perlu berhadapan untuk meng-kontraskan berbagai naskah untuk mencapai naskah yang benar. Kemudian ia melakukan hal itu dan membukukan komentar-komentarnya sekitar perbedaan naskah kitab Sibawaih dalam kitab “Ushul an- Nahw”. Kitab Ushul an-Nahw karya Ibnu Siraj dianggap kitab ketiga sesudah kitab Sibawaih dan kitab al-Muqtadhib karya Mubarrad. Apabila Ibnu Siraj adalah orang pertama yang berupaya mewujudkan kitab Sibawaih, maka di samping itu ia adalah penyusun Ushul an-Nahw (Dasar-dasar Nahwu). Lebih dari satu kitab dari kitab-kitab Abu Ishaq Az-Zajjaj (311 H) yang sampai kepada kita. Karangan yang terpenting yang masih ada pada kita adalah kitab “Sirr an-Nahw”. Kitab ini membahas topik “Al-Mamnu’ min ash-Sharf”. Dari komparasi kitab ini, jelaslah bahwa ia menyusunnya untuk memudahkan memahami kitab Sibawaih, lalu menyusun kitab “Sirr an-Nahw”. Hal itu ditunjukkan oleh kenyataan bahwa susunan topik “Sirr an- Nahw” adalah sama dengan susunan bab kitab Sibawaih tentang topik al-Mamnu’ min ash-Sharf. Susunan dalamnya adalah sama dalam kedua kitab itu. Pada pertengahan abad 4 H Bagdad mengenal tiga orang yang termasuk para linguis dan para ahli nahwu. Abu Said as- Sirafi (368 H) terkenal dengan syarahnya yang besar terhadap Linguistik Arab 66 kitab Sibawaih. Juga, Rammani (385 H) terkenal dengan syarahnya terhadap kitab Sibawaih. As-Sirafi dan Rammani samasama kagum terhadap Sibawaih dan keduanya mengikuti metode para ahli nahwu Basrah. Akan tetapi kedua syarah itu berbeda. Sirafi mengemukakan banyak bukti dan pendapat nahwu dan menyajikan dalam kitabnya pengetahuan tentang nahwu dan kebahasaan yang mendalam. Adapun syarah Rammani tidak mencerminkan perhatian terhadap bukti-bukti atau pendapatpendapat para ahli nahwu yang hidup sesudah Sibawaih. Seolaholah ia cukup mensyarahi kandungan kitab Sibawaih dengan metode logika. Syarah Sirafi mempunyai keistimewaan dengan menaruh perhatian terhadap topik-topik yang belum memperoleh perhatian yang di kalangan para ahli nahwu yang semasa dengannya. Pada akhir syarahnya tentang kitab Sibawaih, Sirafi mengkhususkan bab khusus tentang kajian ashwat (fonologi) menurut pendapat para ahli nahw. Adapun ahli nahwu yang ketiga adalah Abu Ali al-Farisi (377 H). Banyak kitabnya yang sampai kepada kita, antara lain “Al-Masail asy-Syiraziyyat” di samping kitabnya tentang ilmu qiraat “Al-Hujjah fi al-Qiraat”. Abul Fatah Usman bin Jinni (392 H) telah berguru kepada para ahli nahwu yang terkemuka ini sehingga ia menjadi ahli nahwu Bagdad terpenting pada masanya. Ibnu Jinni telah menyusun banyak kitab tentang ilmu bahasa, antara lain kitab “Al- Khashaish” yang mencakup sejumlah masalah sharaf (morfologi), dalalah (semantik) dan nahwu (sintaksis). Dan kitab “Sirr Shinaah al-I’rab” karya Ibnu Jinni bukan i'rab nahwi, melainkan ia merupakan kitab bahasa Arab pertama yang berdiri sendiri tentang kajian fonologi. maka i'rab menurutnya adalah ibanah (kejelasan) pengucapannya. Ilmu-ilmu bahasa dimulai pada abad 4 H di Mesir dan Andalusia sebagai perpanjangan hasil usaha para ulama Bagdad. Ibnu Wallad (332 H) dan Abu Ja'far an-Nahhas (338 H) telah Linguistik Arab 67 belajar kepada Az-Zajjaj. Mereka berdua merintis ilmu nahwu di Mesir. Ibnu Wallad adalah ahli nahwu pertama di Mesir. Beberapa kitabnya telah sampai kepada kita, seperti “Al-Maqshur wal Mamdud” dan “Al-Intinshar li Sibawaih min Mubarrad”. Adapun Abu Ja’far an-Nahhas telah menaruh perhatian terhadap[qiraat dan kitab Sibawaih, dan menyusun kedua kitab itu. Di Andalusia ilmu-ilmu bahasa mulai mengambil bentuknya yang jelas dengan hijrahnya Abu Ali al-Qali (356 H) sesudah ia belajar ilmu bahasa di Bagdad. Dengan demikian Abu Ali al-Qali mengutip kajian kitab Sibawaih dan mengajarkan bahasa dan sastra kepada Andalusia. Atas jasa dialah mulai muncul mazhab ilmu bahasa di Andalusia. 4. Buku-buku Ajar Nahwu dan Nadham Abad 4 H telah mengenal kecenderungan baru bagi penyusunan buku-buku ajar nahwu. Kitab pertama dalam kelompok ini adalah kitab “Al-Jumal” karya Zajjaji (337 H). dalam kitab “Al-Jumal” Zajjaji telah menampung semua bab nahwu dan sharaf dengan gaya bahasa yang mudah dan singkat. Dan Ibnu Siraj telah menyusun kitab ta’lim (buku ajar) dengan judul “Al-Mujaz fi an-Nahw”. Kemudian Abu Ali al-Farisi (377 H) menyusun dua buku ajar, yaitu “Al-Idhah” tentang nahwu dan “At-Takmilah” tentang sharaf. Ibnu Jinni (391 H) menyusun buku ajar, yaitu “Al-Lama’”. Buku-buku ini secara simultan berbeda dengan kitab-ktiab nahwu sebelumnya. Buku-buku ajar merupakan buku-buku singkat dan jelas bukti-buktinya serta mencakup semua bab dalam sajian yang mudah dan bahasa yang jelas. Oleh karena itu, pengajaran nahwu seputar kitab-kitab itu berlangsung selama beberapa abad. Maka banyaknya syarahnya karena keaneka-ragaman buku-buku ajar ini. Penduduk Andalusia mempelajari kitab “Al-Jumal” karya Zajjaji, Linguistik Arab 68 kemudian mereka menyusunn lebih dari 20 syarah atas dasar kitab itu. Buku-buku ajar tentang nahwu pada abad 5 H dan abadabad berikutnya semakin bertambah. Dan muncullah usaha-usaha lain untuk membuat buku ajar dalam bentuk Nadham supaya dihafalkan oleh para siswa. Di antara hasil karya yang terma-syhur ini adalah “Al-Fiyyah Ibnu Malik” (672 H). Ibnu Malik berusaha menyusun semua kaidah nahwu dalam bentuk qasidah yang mudah dihafal. Hasil jerih payah Ibnu Malik terfokus pada perumusan dan pengukuhan pendapat ahli nahwu atas yang lainnya. Ibnu Malik dan putra-putra sezamannya merupakan orang yang paling menjauhi pengamatan perubahan bahasa dan pencatatan korpus baru atau peninjauan terhadap korpus lama dengan metode baru. Orang-orang yang sezamannya mengaguminya sebagaimana abad-abad berikutnya mengagumi keunggulan Ibnu Malik dalam merumuskan Al-Fiyyahnya yang mengungguli Al-Fiyyah-Al-Fiyyah lainnya. Karena itu, guru-guru nahwu menaruh perhatian terhadap syarahnya. Gerakan penyusunan syarah terhadap kitab Al-Fiyyah berlangsung terus tanpa terputus lebih dari 5 abad. Di antara syarah yang termasyhur ini adalah syarah Ibnu Aqil (769 H) dan Al-Asymuni (929 H). ash- Shabban (1206 H) telah membuat hasyiat (footnote) atas syarah Al-Asymuni. Nadham, syarah, dan hasyiat masih menduduki jam- jam nahwu di kebanyakan lembaga ilmu yang mementingkannya. 5. Ensiklopedia Nahwu dan Syarah Fenomena penyusunan ensiklopedia nahwu menyamai penyusunan buku-buku ajar dan nadham. Ensiklopedia nahwu yang dimulai dengan “Al-Mufashshal” karya Zamachsyari (538 H) ditandai dengan penekanan yang kuat dan usaha pengumpulan pendapat para ahli nahwu serta perhatian terhadap pembagian topik-topik secara internal. Perumusan yang menekankan buku- Linguistik Arab 69 buku ini telah membawa pentingnya buku-buku tersebut diberi syarat agar dapat dipahami. Seolah-olah buku-buku itu disusun secara singkat agar dihafalkan. Kitab “Al-Munfashshal” karya Zamachsyari merupakan kitab yang terfokus mencakup semua bab nahwu Arab antara dua sampulnya. Al-Munfashshal telah disyarahi 10 kali; di antaranya tidak dicetak kecuali syarah Ibnu Ya’isy (643 H). Sesudah Ibnu Hajib (646 H) menyusun dua matannya untuk bahan ajar: “Al-Kafiyah” tentang nahwu dan “Asy- Syafiyah” tentang sharaf, pensyarah mulai mengkaji kedua buku itu dengan rinci dan komentar. Atas dasar masing-masing dari keduanya telah disusun 10 syarah dalam bahasa Arab dan bahasa Turki. Syarah Al-Kafiyah dan Asy-syafiyah yang termasyhur adalah syarah Radhi Strabadzi (688 H) terhadap kedua kitab itu. Ada banyak hasil usaha untuk mengomentari syarah Strabadzi terhadap kitab Al-Kafiyah dan menjelaskan syawahidnya. Yang termasyhur adalah kitab “Khizanatul Addab” karya Abdul Qahir al-Bagdadi. Tidak syak lagi bahwa hasil karya ensiklopedia yang terbaik pada masa ini adalah kitab “ Mughni Labib” karya Ibnu Hisyam (762 H). Ibnu Hisyam mengikutsertakan anak-anak sezamannya dalam menaruh perhatian terhadap penyusunan dan pensyarahan matan ajar. Kemudian ia menyusun matan “Syudur adz-Dzahab”, matan “Qathr an-Nada dan syarahnya, dan kitab Ibnu Hisyam “Audhhul Masalik” syarah Al-Fiyyah Ibnu Malik. Akan tetapi kitabnya yang paling penting adalah kitab Mughni Labib karena ia merupakan kitab tentang kalimat bahasa Arab dan analisisnya secara nahwi. Suyuti ikut serta menyusun ensiklopedia nahwu dengan beberapa karangan besar yang didalamnya mencakup pendapatpendapat para pendahulunya. Karena itu Suyuti dalam semua kitabnya adalah seorang linguis dengan mengikuti metode Linguistik Arab 70 kompilasi dan komposisi. Ia menghimpun segala pendapat dalam berbagai kitab tentang topik yang sama. Didalamnya ia menyusun sebuah kitab besar. Dan di antara hasil karyanya tentang nahwu adalah kitab “Ham’ul Hawami’. Kemudian mensyarahinya dengan kitab ensiklopedia, yaitu “Jam’ul Jawami’, kemudian mensyarahinya dengan kitab ensiklopedia, yaitu “Ham’ul Hawami’”. Pentingnya kitab “Ham’ul Hawami’” adalah untuk mencatat banyak pendapat dan perbedaan nahwu dan perhatiannya terhadap para ahli nahwu Andalusia yang buku-bukunya telah memberikan peluang kepadanya. Dalam Ham’ul Hawami’ dalam ratusan tempat kita dapati nama-nama para ahli nahwu Andalusia dan Maghribi (Maroko_ mutakhir, seperti Ibnu Ushfur, Ibnu Khuruf, Ibnu Tharrawah, dan Syalaubin. Sekarang kita tidak mengetahui pendapat-pendapat mereka ini kecuali sekedar kita ketahui melalui kutipan-kutipan Suyuti dari kitab-kitab mereka. Kitab “Al-Asybah wa an-Nadhair” karya Suyuti mencakup banyak kebohongan dari kitab-kitab nahwu Timur dan Barat yang tersedia bagi Suyuti. Gerakan penyusunan nahwu Arab masih berlangsung pada Usman dalam kerangka pembuatan syarah terhadap matan-matan dan nadham-nadham buku ajar. Nilai suatu karya tulis tentang nahwu terfokus pada ketercakupannya jika ia menyusun syarah ensiklopedia atau dalam susunannya yang baik jika ia mensyarahi matan bahan ajar. Abdul Qadir al-Baghdadi dinggap sebagai model pensyarah syawahid. Ia menyusun dua kitab, yaitu 1) Kitab Khizanatu Adab dalam menjelaskan syawahid al-Kafiyah; 2) dalam mensyarahi syawahid Mughni Labib. Kedua kitab itu merupakan ensiklopedia besar yang mencakup banyak data tentang bahasa, nahwu, dan sastra. Dan ada banyak syarah sebagai bahan ajar yang telah disusun oleh guru-guru nahwu di Al-Azhar, Syeikh Hasan al-‘Aththar. Sebagian mereka ini membahas syawahid buku-buku ajar, kemudian mereka men-syarahinya, Linguistik Arab 71 seperti syarah syawahid syarah Ibnu Aqil karya Jurjawi dan syarah syawahid syarah syudzur adz-Dzahab karya al-Bayumi. Perhatian para guru nahwu di Al-Azhar masih terbatas pada kerangka syarah-syarah yang mendalam yang belum mendatangkan hal yang baru. Bukan suatu kebetulan jika orang pertama yang menaruh perhatian terhadap kitab Sibawaih pada masa modern dan mentahqiqnya secara ilmiah adalah orientalis Perancis Doranbor. Gerakan pembaharuan dalam penyajian nahwu Arab dalam bentuk modern berkaitan dengan kitab “At- Tuhfah al-Maktabiyyah li Taqribil Lughah al-‘Arabiyyah”. Rifa’ah Thahthawi telah menyusun kitab ini berdasarkan pola karangan nahwu linguis Perancis. Ketika Rifa’ah Thahthawi tinggal di Perancis, ia kagum dengan metode para linguis Perancis dalam menyajikan nahwu. Kemudian berdasarkan metode para linguis yang semasa dengannya, ia tampil memberikan syarah (penjelasan), hamiys (footnote), ta’liq (komentar), dan taqrir (ketetapan). Dan ia menyusun sebuah kitab yang sederhana bahasanya dan mudah penyajiannya; ia tidak bermatan dan tidak bersyarah, melainkan ada satu teks untuk dibaca, lalu dipahami. Dengan demikian mulai bermunculan buku-buku ajar modern tentang nahwu Arab. Kemudian sesudah itu, muncullah gerakan mentahqiq pusaka nahwu dan kitab-kitab nahwu dasar yang sedini mungkin mulai tampak melalui tahqiq oleh para ulama Arab. FASAL BAHASA ARAB DI JAZIRAH ARAB Linguistik Arab 72 1. Prasasti Bahasa Arab Klasik Kajian lapangan yang telah dilakukan oleh sejumlah orang Eropa di daerah Utara Jazirah Arab mulai dari pertengahan abad 19 sampai sekarang telah menemukan ribuan prasasti. Perlu dicatat bahwa sebagian prasasti ini terulis dengan penuh perhatian dan ketelitian. Setiap huruf mempunyai bentuk yang jelas dan distingtif. Akan tetapi ada sebagian prasasti ini tidak tertulis secara hati-hati. Oleh karena itu, tidak setiap huruf memiliki ciri-ciri yang jelas dan distingtif. Jenis prasasti pertama dinamakan inskripsi (inscription), sementara jenis prasasti yang kedua dinamakan grafiti. Prasasti-prasasti yang banyak ini dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok. Yang terpenting adalah kelompok prasasti Tsamud, kelompok prasasti Shafat, dan kelompok prasasti Lihyan. Pembagian ini didasarkan pada beberapa kriteria yang terpadu, yang terpenting adalah tempat adanya prasasti, karakteristik bahasa, dan karakteristik tulisan. Semua kriteria ini membatasi bagi kita keberadaan prasasti itu sendiri sebagai prasasti Shafat atau Tsamud atau Lihyan. Prasasti Tsamud Prasasti Tsamud bernisbat kepada kabilah Tsamud yang namanya tercantum dalam prasasti-prasasti ini. Juga, namanya tercantum dalam banyak ayat Al-Qur`anul Karim dan di dalamnya ada kisah penduduknya. Sebagian linguis telah memunculkan masalah bahwa para penulis prasasti ini adalah satu kabilah atau beberapa kabilah yang berkomunikasi dengan bahasa yang sama. Pertanyaan ini tidak ada jawabannya karena prasasti merupakan satu-satunya sumber bagi kita tentang sejarah para penulis prasasti ini. Dan tidak ada pembatasan yang jelas bagi kata kabilah. Apabila setiap masyarakat manusia merasakan semacam nisbat yang mengakar, yang dapat dianggap suatu kabilah, maka satu kabilah dapat terbagi menjadi dua kabilah atau lebih. Akan Linguistik Arab 73 tetapi terbukti bahwa orang-orang Tsamud telah membentuk satu masyarakat bahasa. Inilah yang menjadi perhatian kita dalam kerangka kajian bahasa. Prasasti Tsamud ditemukan di daerah Madain Shalil di Barat Laut Jazirah Arab dan daerah-daerah lain yang berdekatan dengannnya, seperti Madinatul Ula (dia ada dalam sejarah lama). Juga, prasasti ditemukan di Hail, Taima, dan Tabuk. Dan ada beberapa prasasti yang ditemukan di luar Jazirah Arab; prasasti yang terpenting adalah di Semenanjung Jazirah Sinai. Kebanyakan prasasti Tsamud mencakup hal-hal yang bersifat pribadi yang tidak berkaitan dengan konteks sejarah atau kejadian-kejadian penting yang memungkinkan menulis prasasti ini dalam sejarah. Oleh karena itu, tidak mungkin kita menentukan waktu pembukuan kebanyakan prasasti ini secara langsung. Satu-satunya sejarah yang dapat dipastikan adalah sejarah prasasti Tsamud yang menyamai prasasti Nabaten; keduanya dari tahun 162 sesudah runtuhnya daulat Nabaten. Orang-orang Arab Utara Jazirah Arab mencatat sejarah jatuhnya daulat Nabaten tahun 105 M, yaitu prasasti Tsamud yang dimaksud merujuk ke tahun 267 M. para linguis cenderung kepada sejarah prasasti Tsamud karena mengacu pada konteks lain yang bertalian dengan bentuk-bentuk huruf. Huruf-huruf yang serupa adalah dari satu periode masa. Manakala bentuk-bentuk huruf itu beragam, maka itu adalah dari periode waktu yang saling berjauhan. Sesuai dengan kriteria ini, prasasti Tsamud yang paling klasik pada abad 5 SM dicatat dalam sejarah dan prasasti yang paling baru pada abad 4 M, yaitu prasasti tersebut membentang sesuai dengan penilaian ini kira-kira 9 abad. Prasasti Shafa Prasasti Shafa bernisbat kepada tempat ditemukannya. Di dekat Jabal Shafa yang terletak Tenggara Damaskus ditemukan sekelompok besar prasasti ini. Kemudian prasasti itu dinamakan Linguistik Arab 74 prasasti Shafa. Sesudah itu, ditemukan banyak prasasti di daerahdaerah yang berdekatan dengan daerah ini. Akan tetapi prasasti itu sesuai dengannya dalam tulisan dan karakteristik bahasanya. Oleh karena itu, ia juga dianggap bagian dari prasasti Shafa. Kebanyakan prasasti Shafa bebas isyarat historis apapun. Akan tetapi sebagiannya menunjukkan beberapa kejadian yang terkenal. Prasasti-prasasti itu telah menyebutkan banyak kejadian pada abad 2 H. tidak syak lagi bahwa penduduk Shafa dahulunya berada di daerah ini sebelum kejadian-kejadian ini dalam waktu yang lama. Ada sekelompok prasasti yang mempunyai nama-nama beberapa orang yang terkenal dalam sejarah daerah ini. Kemudian raja Udzainah pernah memerintah Tadmur pada pertengahan abad 3 M. namanya ada dalam prasasti-prasasti yang semasa dengannya. Prasasti-prasasti lain yang di dalamnya ada nama-nama Rumania, seperti Alexander Severus, Septimus Severus, merujuk ke abad 3 M juga. Dan ada prasasti yang mempunyai sebutan terhadap Umruul Qais, raja bangsa Arab. Jika ini benar, maka ia mulai dari awal abad 4 H. Demikianlah sebagian prasasti dapat menentukan waktu pembukuannya pada abad 2 atau abad 3 atau awal-awal abad 4 M. Akan tetapi permulaan penulisan prasasti Shafa masih diliput ketaksaan. Prasasti Lihyan Prasasti Lihyan bernisbat kepada daulat Lihyan yang disebutkan oleh prasasti itu sebagai situasi politik yang menguasai daerah Barat Laut Jazirah Arab. Di daerah Al-Ula (Didan) telah ditemukan sekelompok prasasti. Tampaknya, lahirnya kerajaan Lihyan berkaitan dengan jatuhnya daulat Main, yaitu daulat Arab Selatan yang ada pemakaiannya di Utara. Pada abad 2 SM daerah Didan mulai merasa bebas, kemudian mereka mulai menulis secara distingtif. Dan ada prasasti-prasasti Lihyan yang berlangsung sampai kepada kita hingga akhir abad 3 M, yaitu Linguistik Arab 75 prasasti-prasasti ini ditulis selama 5 abad yang dimulai dengan kemerdekaan Lihyan dan berkahir dengan berakhirnya kerajaan Lihyan di tangan Rumania. Khat (Tulisan) Prasasti Tsamud, Shafa, dan Lihyan ditulis dengan khat abjad yang berdasar pada asas khat Arab klasik Selatan. Meskipun ada perbedaan yang mencolok dalam bentuk sebuah huruf dalam setiap kelompok prasasti yang banyak, namun semua bentuk huruf ini dianggap rentangan langsung bagi bentuk huruf dalam khat Arab klasik Selatan. Ada prasasti-prasasti yang ditulis dari kanan ke kiri dan prasasti lainnya ditulis dari kiri ke kanan. Arah tulisan itu berbeda dari satu prasasti ke prasasti lain. Dan ada prasastiprasasti yang ditulis dengan boustrophedon, yaitu baris pertama ditulis dari kanan ke kiri kemudian baris kedua ditulis dari kiri ke kanan, kemudian baris ketiga ditulis dari kanan ke kiri. Demikianlah. Semua prasasti Arab klasik dalam menuliskan bunyi-bunyi sama. itu ,). ... ... seperti: konsonan, ( Setiap bunyi mempunyai huruf yang distingtif. Akan tetapi perbedaan yang prinsipil antara tulisan prasasti dan tulisan Arab sekarang adalah bahwa prasasti-prasasti ini tidak menuliskan harakat thawilah (vokal-vokal panjang), terutama tidak menuliskan harakat qashirah ,)..((vokal-vokalpendek).Ketikadalamsalahsatuprasastiada maka mungkin yang dimaksud adalah kata yang )..( menunjukkan nisbat kabilah. Mungkin juga maksudnya adalah .Bisajugamaksudnyaadalah ).? >(yangmenunjukkan ).¬*(kata
.Iniberartibahwasanyaadalahsulitbagikitauntuk ). "(harfjar
mengidentifikasi pengucapan suatu kata secara utuh, yang ada
dalam prasasti-prasasti ini. Harakat thawilah (vokal panjang) itu
tidak lengkap dan harakat qashirah (vokal pendek) juga tidak
lengkap. Ciri ini mempengaruhi tidak menonjolnya wazan-wazan
Linguistik
Arab
76
yang utuh. Maka perbedaan antara wazan ( )dan wazan ( )
@* *
terbatas pada adanya fathah qashirah (vokal a pendek) sesudah
prasasti-prasastiini. Keduanya tidakditulis dalam kedua. ) .(
ditulisdenganhuruf ) @ (danfi’il ) (Olehkarenaitu,fi’il
Iniberartibahwabahwasanyaapabila .) .– .– .(yangsama
maka tentu ia menunjukkan bunyi ditulis, ). ..(ditemukan
konsonan, bukan harakat thawilah (vokal panjang). Demikian juga
ituditulis,makaiamenunjukkanbunyikonsonan ). .(apabila
di dalamnya )¬E! (,)....(Misalnya, vokal. bukan
menunjukkan bunyi konsonan yang (diiringi fathah). Tidak
ditulisnya harakat qashirah (vokal pendek) mengakibatkan kita
tidak mengetahui tabiat harakat-harakat itu, baik di dalam maupun
di akhir kata. Atas dasar itu, masalah tanda i'rab tidak dikaji.
Apakah ada tanda i'rab atau tidak adanya itu berdasarkan prasastiprasasti
ini. Demikian tanwin tidak ditulis dalam prasasti-prasasti
ini sebelum kita mengasumsikan adanya tanwin itu di dalamnya.
Atas dasar itu, cara penulisan prasasti-prasasti ini menyebabkan
pemanfaatannya untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik
bahasa itu menjadi terbatas, ia ber-manfaat dalam
mengidentifikasi adanya beberapa kata dalam prasasti-prasasti ini
dan dalam mengidentifikasi makna-mak-nanya di dalamnya dari
konteksnya. Juga, ia bermanfaat dalam mengidentifikasi beberapa
karakteristik kalimat.
Bahasa
Ketika linguis menemukan seperangkat prasasti di Utara
Jazirah Arab dekat daerah Syam dan Irak, yang selalu melontarkan
beberapa hipotesis sekitar bahasa dalam prasasti ini, mungkin
bahasa itu adalah bahasa Arab; bisa juga bahasa Kan’an, dan
mungkin saja bahasa Aramea. Bisa saja bahasa itu merupakan
perluasan bahasa lain dari luar daerah ini, seperti bahasa Arab
Linguistik
Arab
77
Selatan. Kajian-kajian lapangan tentang bahasa prasasti ini telah
membuktikan bahwa bahasa itu adalah bahasa Arab. Prasastiprasasti
ini dapat dibaca tanpa kesulitan dengan pertimbangan
bahwa prasasti itu adalah berupa teks-teks bahasa Arab.
Dalam prasasti-prasasti ini terdapat sejumlah fi’il yang kita
kenal bentuknya dan maknanya dalam bahasa Arab. Fi’il-fi’il yang
terpenting adalah:
Dalam prasasti-prasasti ini, kamus isim mencakup banyak kata
.:)* . 8G ..F
... .yangdikenaldalamkehidupanSahara,seperti:
Prasasti-prasasti mencakup sejumlah harf yang dikenal dalam
.Demikianlah. " .( . 9 ..
. .. J . .. I .bahasaArab,antaralain:
prasasti-prasasti itu dari segi leksikonnya sama dengan bahasa
Jahiliyyah.
Ada dua fenomena yang perlu dicatat dalam prasasti
danpemakaian ).(prasastiini,yaitu:1)pemakaianisimmasushul
Keduaciriiniterdapatdalambeberapadialek .).(adawatta'rif
ditulis terkadang ).(
Arab. Adapun yang dalam prasasti itu
dan terkadang ).. ......(i'rabnya bertashrif dari segi
mengharuskan salah satu kasus tersebut tanpa tashrif i'rab.
Meskipun demikian, tidak syak lagi bahwa pemakaian kata ini
sebagai isim maushul adalah apa yang dahulunya telah dikenal
oleh kabilah Thai. Para ahli nahwu mengemukakan bahwa kabilah
Thai dahulu menggunakan kata sebagai isim maushul.
)..(
sebagai adawat ta'rif dengan ). .(Adapun pemakaian
mengandung makna isyarat, maka itulah pemakaian yang dikenal
oleh banyak dialek Arab di Syam dan Jazirah Arab hingga
.).
'M(dan ). (sekarang ketika mereka mengatakan
Sesungguhnya karakteristik bahasa prasasti Tsamud, Shafa, dan
Lihyan membuktikan bahwa para penuloisnya adalah dari
lingkungan bahasa Arab. Dan isim-isim ‘alam (nama-nama diri)
yang terdapat dalam prasasti-prasasti ini membuktikan bahwa para
Linguistik
Arab
78
penulisnya adalah orang-orang Arab Jahiliyyah, para penyembah
berhala. Di dalamnya kita temukan nama-nama dalam bahasa
didalamnya kita Juga, .N
...* .7
.(< seperti: Arab temukan isim-isim murakkab yang dinisbatkan kepada sembahan @ (' . ..¬ )O .@ .¬* .@ sembahanJahiliyyah,seperti: Ini nama-nama Para .¬R ... 9¬R . adalah Jahiliyyah. pemiliknya hidup dengan kehidupan yang memberikan kesaksian bahwa nama-nama itu adalah nama-nama kabilah. Para penulis prasasti ini menyebutkan nasabnya dan mengenalnya secara rinci. Maka silsilah nasab merupakan prasasti yang paling menonjol. Para penulis prasasti ini menisbatkan dirinya kepada kabilahkabilah mereka dalam sejumlah besar prasasti dengan menggunakan kata yang mengungkapkan nisbat kabilah. Demi )..( kianlah karakteristik bahasa prasasti ini dan isim-isim ‘alam yang terdapat di dalamnya serta silsilah di dalamnya membuktikan bahwa para penulis prasasti ini adalah orang-orang Arab dan dialek mereka sehari-hari masuk dalam kerangka dialek Arab. 2. Dialek Arab dan Bahasa Fusha Sumber-sumber klasik yang membantu kita dengan beberapa fenomena bahasa dalam dialek-dialek Arab klasik terbagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu: 1) kitab-kitab nahwu dan 2) kitab-kitab bahasa dan kamus. Kebanyakan korpus yang terapat dalam kitab-kitab nahwu dan bahasa dikumpulkan dari dialek-dialek Gurun Sahara pada abad pertama dan abad kedua. Para linguis yang mengimpun korpus ini mencoba melihat – dengan kriteria salah benar – semua fenomena bahasa yang mereka kenal pada masanya. Oleh karena itu, mereka menolak mengambil bahasa dari kabilah-kbailah yang hidup di daerahdaerah yang berbatasan dengan perkotaan di gurun Sahara Syam atau Irak. Juga mereka melihat dialek-dialek Arab di Selatan dengan penuh keraguan dan mereka tidak mengambil bahasa dari Linguistik Arab 79 padanya. Mereka tidak berusaha menghimpun fenomenafenomena itu dengan tujuan mengkajinya secara menyeluruh yang menisbatkan kepada setiap kabilah segala fenomena yang ada padanya. Sesungguhnya mereka itu hanya membatasi cita-cita mereka pada pencatatan beberapa fenomena yang meng-alihkan pandangan mereka pada beberapa kabilah. Di sini kita dapat mengatakan bahwa kitab-kitab nahwu dan bahasa tidak menyajikan kepada kita kecuali sebagian kecil dan terbatas dari kehidupan bahasa sampai abad 2 H. Bagian inilah yang merupakan beberapa dialek Badwi. Para ahli nahwu dan para linguis mempelajari bahasa dari beberapa kabilah di Semenanjung Jazirah Arab. Mereka menghindari sejumlah besar kabilah yang bercampur dalam kehidupannya selain dengan orang-orang Arab. Demikian pula mereka menghindari dialek-dialek yang muncul di perkotaan yang ditaklukkan. Juga mereka enggan mempelajari bahasa dari kabilah-kabilah Selatan. Pemerhati kitab-kitab nahwu dan bahasa mengamati bahwa kebanyakan korpus yang dibawa kitab-kitab ini dinisbatkan kepada dialek-dialek Hijaz, Tamim, Hudzail, dan Thai. Ada banyak fenomena yang muncul tanpa dinisbatkan kepada kabilah tertentu. Para penghimpun bahasa mengambil sikap yang berbeda dengan sikap linguis modern. Mereka memandang dialek-dialek ini dan menganalogikannya dengan kriteria bahasa fusha yang benar dan bahasa menyimpang dari kaidah-kaidah serta kerusakan bahasa yang tidak boleh diterima di kalangan orang terdidik. Oleh karena itu, mereka mengabaikan dialek-dialek itu di mana perbedaan antara dialek dan bahasa fusha menjadi jauh. Dan mereka tidak memperhatikan kecuali dialekdialek yang dalam karakteristiknya mendekati bahasa Arab fusha. Inilah dialek Hijaz, Tamim, Hidzail, dan Thai. Kita akan mecoba mengkaji beberapa fenomena yang terdapat dalam kitab Sibawaih, yang dinisbatkan kepada dialek- Linguistik Arab 80 dialek ini dengan kajian kebahasaan secara deskriptif. Kita akan mulai dengan fonologi, kemudian sesudah itu beralih ke morfologi, kemudian sintaksis. Hamzah antara Tahqiq dan Takhfif Hal yang pertama kali diperhatikan dalam dialek Hijaz dari segi fonologi adalah bahwa dialek itu tidak mengenal tahqiq hamzah, yaitu mengucapkan hamzah sebagai konsonan. Kitabkitab yang berbahasa Arab selalu berbicara tentang tahqiq hamzah dan mensbatkannya kepada dialek Tamim dan berbicara tentang takhfif hamzah atau pengucapan hamzah dengan pengucapan antara tahqiq dan takhfif dan menisbatkannya kepada dialek Hijaz. Sibawaih mengatakan: Ketahuilah bahwa setiap hamzah yang difathahkan yang sebelumnya fathah, maka kau jadikan dia apabila kau ingin mentakhfifkannya antara hamzah dan alif dalambahasapendudukHijazapabila ) .(Misalnya: sakinah. kau tidak mentahqiq sebagaimana Bani Tamim mentahqiqnya. Dari teks ini jelaslah bahwa mentahqiq hamzah menurut Bani Tamim adalah kontras dengan mentakhfif menurut penduduk Hijaz. Sibawaih mengatakan hamzah yang ditakhfif dengan mengatakan bahwa hamzah itu diucapkan dengan pengucapan yang membuatnya ada di antara hamzah dan alif sakinah. Apabila kita mencoba memahami pembicaraannya secara fonologis, maka kita amati bahwa hamzah itu – yakni hamzah yang ditahqiq – hanya diucapkan akibat pertemuan yang utuh yang menimbulkan tertutupnya sesaat pada pangkal tenggoraokan yang diikuti oleh kelapangan yang mendadak, lalu keluarlah bunyi ini berbeda secara prinsipil dengan pengucapan fathah thawilah, yaitu apa yang dinamakan alif oleh Sibawaih. Maka fathah thawilah adalah salah satu harakat (vokal). Harakat itu berbeda dengan bunyibunyi konsonan dalam kelapangan makhrajnya. Tidak terjadi kesempitan yang berat yang menyebabkan hambatan dalam Linguistik Arab 81 jalannya arus udara. Munculnya hambatan ini, kemudian merenggangnya termasuk karakteristik pengucapan bunyi-bunyi konsonan. Adapun pengucapan vokal, arus udara bisa lewat dari dalam ke luar tanpa hambatan sedangkan hamzah termasuk bunyi konsonan. Akan tetapi vokal panjang yang dalam khat Arab ditulis dengan alif tidak termasuk bunyi konsonan. Menurut Sibawaih takhtif penutupan seketika dalam pangkal tenggorokan itu lewat tanpa terhalangi oleh penutupan paringal. Imalah Di antara fenomena-fenomena yang disebutkan oleh Sibawaih adalah fenomena imalah. Imalah adalah salah satu fenomena yang bertalian dengan pengucapan vokal panjang dengan pengucapan yang menjadikannya berada di antara fathah yang nyata dan kasrah yang nyata. Dalam hal ini Sibawaih mengatakan: Alif diimalahkan apabila sesudahnya ada huruf yang dikas-rahkan. Sesungguhnya mereka .@ 6 .@ 9 .( : .(J . S.... Misalnya: mengimalahkannya karena kasrah yang ada sesudahnya, yang mereka ingin menekannya dengannya. Bentuk jamak ini tidak diimalahkan oleh penduduk Hijaz. Dari teks ini jelaslah bahwa imalah merupakan salah satu fenomena mumatsalah (asimilasi). Mumatsalah berarti bahwa salah satu bunyi pada satu kata atau yang menyerupai kata mempengaruhi bunyi lain pada kata yang sama, lalu ia menjadikan pengucapannya mendekati pengucapan bunyi itu, yaitu menjadikan pengucapannya sama dengan pengucapan bunyi itu. Dalam menjelaskan fenomena ini, Sibawaih beralasan bahwa imalah fathah thawilah hanya terjadi akibat dekatnya dengan kasrah. Kemudian Sibawaih berbicara tentang alif, sedangkan kita berbicara tentang fathah thawilah. Sibawaih menganggap alif yang tidak diimalahkan itu adalah pokok sedangkan imalah adalah Linguistik Arab 82 cabang, sedangkan kita berbicara tentang perbedaan dialek. Maka imalah dalam contoh-contoh yang dikemukakannya adalah ( ) @ 9 yangberartipengucapan alifpanjangdengan suatu )@ 6 (dan varian yang membuatnya mendekati – dalam pengucapannya – kasrah yang mengiringi ( )dan ( ). Ini berarti bahwa fathah . .. I. thawilah yang diimalahkan hanya ada dalam konteks bunyi tertentu tanpa yang lainnya. Dari sini kita berbicara tentang varian bunyi-bunyi satuan bunyi (fonem). Dalam dialek-dialek itu, fathah thawilah mempunyai dua varian, yaitu varian tanpa imalah dan varian dengan imalah. Keduanya merupakan satu fonem. Dialek Hijaz klasik tidak mengenal imalah. Kita masih menunjukkan contoh akhir yang disebutkan Di siniimalah menurut tafsiran .)(J . S(yaitu olehSibawaih, seolah-olah )(J . S(Sibawaihadalahpengaruhkasrah.Padakata ia membayangkan kasrah sebagai suatu masalah, sedangkan ( ) . . adalah soal lain. Kenyataannya, pendangan para ahli nahwu Arab terhadap khat itu membuat mereka membayangkan bahwa apa )¬ .(yangkitanamakankasrahthawilahadalahkasrah,kemudian sakinah. Oleh karena itu, Sibawaih tidak mencatat bahwa imalah atau kasrah ). .(terjadi karena pengaruh memanjangkan thawilah. Ia cukup mendapatkan kasrah di sini dan di sana. Yang tepat adalah bahwa imalah terjadi karena pengaruh kasrah thawilah. Ini, Sibawaih memberikan alasan bahwa fenomena imalah itu untuk mencari keringanan. Pendapat inilah yang merupakan tafsiran yang dominan dalam linguistik hingga sekarang. Maka setiap perkembangan dapat ditafsirkan dengan kemudahan dalam banyak bahasa. Marilah kita lanjutkan sedikit bersama Sibawaih ketika berbicara tentang imalah. Sibawaih mengatakan: Ini suatu bab yang mencegah mengimalahkan alif-alif. Maka huruf-huruf yang tidak boleh diimalahkan ada tujuh, yaitu: ) . .. .. .. .. .. . Linguistik Arab 83 Apabilasalahsatuhurufsebelumalifyangmengiringinya, ..( maka contohnya: ( ). 7 @ .[ Z ., ( .+ @ .. Z3 . ( .. 9 Sesungguhnya huruf-huruf ini tidak boleh diimalahkan karena merupakan huruf-huruf isti’la ke langit-langit atas. Dan apabila alif itu keluar dari posisinya, maka ia beristi’la ke langit-langit atas. Apabila ia ada bersama huruf-huruf isti’la ini, maka ia mendominasinya, sebagaimana kasrah mendominasi kata ( ). ( : Kita tidak tau, jika ada orang yang mengimalahkan alif kecuali orang tidak dijadikan pegangan bahasanya. Teks ini jelas bahwa imalah adalah varian bagi pengucapan fathah thawilah; pengucapannya terpengaruh oleh lingkungan bunyi. Maka ia diimalahkan karena mendekati kelompok bunyi itu. Apabila kita perhatikan bunyi-bunyi itu yang disebutkan oleh Sibawaih, yang tidak boleh diimalahkan, maka kita mencatat didalamnya adanya semua ) . . .. & . .yaitu: bunyiithbaq, ). R yaitu: bunyi-bunyihalq, Juga kita .. < . .. \ . .. / .( .Tampakbahwadialek-dialekyangmegimalahkankarena .. E .( kasrah dan kasrah thawilah itu mengucapkan fathah thawilah tanpa imalah apabila ia mendekati bunyi-bunyi ithbaq atau halq. Ini menegaskan apa yang kami kemukakan bahwa dialek-dialek itu mengenal dua varian bagi pengucapan fathah thawilah. Masing-masing tampak dalam konteks bunyi tertentu. Pernyataan terakhir dalam teks Sibawaih tadi menunjukkan sikap para linguis dari beberapa dialek, karena itu ia tidak mencatatnya kecuali beberapa dialek. Ia enggan mengambil dari dialek lain. Tampak bahwa beberapa dialek yang ditolak oleh Sibawaih itu mengenal imalah dengan varian yang lebih banyak, tetapi sampai batas mana? Inilah yang tidak dapat kita ketahui, karena ini muncul dari orang yang bahasanya tidak dapat dijadikan pegangan. Oleh karena itu, Sibawaih sendiri tidak perlu mencatatnya dan mengkajinya. Linguistik Arab 84 Ithba’ = Tawafuq Haraki (Vowel Harmony) Di antara apa yang dicatat oleh Sibawaih dalam kitabnya adalah fenomena itba’. Para linguis modern dalam menamakannya vowel harmony (tawafuq haraki). Fenomena ini termasuk juga bab asimilasi (mumatsalah). Di sini ia berasimilasi penuh dengan harakat (vokal) lain. Karena itu dalam bahasa Arab fusha kita Kemudian kita menjadikan .(' >– 7 5– .4 >mengucapkan:
harakat yang mengiringi ( )dhammah. Akan tetapi kita
. .kemudian kita menjadikan harakat ,6> .@! > . >mengucapkan:
kasrah,sedangkandhamirtetapdhamir. ). .(yangmengiringi
Maka mengapa terjadi perbedaan ini? Marilah kita baca fasal yang
telah diberi judul oleh Sibawaih dengan pendapatnya: Dalam hal
dikasrahkan,yagnmerupakantandadhamir.Ketahuilah ). .(ini
bahwa asalnya adalah dhammah dan sesudahnya adalah ( )
. ..
karena dalam semua ujarannya demikian. Dan tidak ada halangan
bagi mereka apa yang saya sebutkan kepadamu untuk
itu ). .(mengeluarkannya berdasarkan asalnya. Maka
Sebagaimana ataukasrah. )¬ .(dikasrahkanapabilasebelumnya
mereka mengimalahkan alif dalam beberapa tempat karena
ini. ). .(dianggapringan,demikianjugamerekamengkasrahkan
Maka di sini kasrah seperti imalah dalam alif karena
mengkasrahkan apa yang sebelumnya dan apa yang sesudahnya,
(
. .6 " .misalnya:Yangdemikian itu . I. .@ ] seperti:
,sedangkanpendudukHijazmengucapkan: ¬ _ .(
. .6 ... _
) E
J' 6 .6 ... .Merekamembaca:(
. .6 7
* . ¬ ( .). ) 9(melekatpada ). .....(
. Apabila ( dalam tanda jamak,
maka kaukasrahkan dia karena tidak senang dengan dhammah
Linguistik
Arab
85
sesudah kasrah. Tindakah kau lihat keduanya selalu mengharuskan
satu huruf. Jika Anda mengkasrahkan ( ), maka Anda
. ) 9
sebagaimana kau lakukan yang )¬ .(menjadi ). ..(menukar
demikian itu dalam ( ).
. .
Teks ini penting, karena itu Sibawaih menganggap bahwa
asalnya dalam dhamir ghaib itu diiringi oleh dhammah thawilah.
sebagaimana ). ..(Dalam halini, ia selalu berbicara tentang
yangdiiringioleh ). .(dhammiritumerupakankomponendari
tempat-tempat telah membatasi .)...
( Sibawaih untuk
dikasrahkan apabila ). .(Maka ini. ). .(mengasrahkan
atau Jadi, fenomena ini )¬ .sebelumnya
( kasrah. termasuk
fenomena mumatsalah (asimilasi), tetapi mumatsalah harakat
dengan harakat. Ketika kita berbicara tentang ( , harakat
) >
adalahkasrahthawilahyangmendatangkankasrah ). J .(sesudah
,)@! >Ketika kita mendiskudikan kata .). .(sesudah
( bunyi
rangkap (ay) menjadikan dhammah itu sebagai kasrah. Ini juga
merupakan semacam tawafuq haraki (vowel harmony).
Tampaknya, tawafuq haraki membedakan beberapa dialek
dengan dialek lain. Beberapa dialek mengenal tawafuq haraki
sebagaimana yang dikenal oleh bahasa Arab fusha. Akan tetapi
dialek Hijaz betul-betul menjauhinya sebagaimana kita lihat
jauhnya dari imalah dalam teks Sibawaih tentang tawafuq haraki.
dengan )6>(Karena itu penduduk Hijaz tidak mengucapkan
)6>(melainkan mereka mengucapkan ,). .(mengasrahkan
dengan mendhammahkannya atau sebagaimana tertulis dalam
kitab Sibawaih ( ). Mereka mengucapkan ( ( )
...dengan ) ¬ 6
yang didahului dengan dhammah. Masalah ini tidak terbatas pada
hal ini, melainkan juga bacaan mereka akan al-Qur`an mencerminkan
dialek yang tidak mengenal tawafuq haraki, sementara
dengankasrah ) E
J' 6 >.6 .. .....(yanglainnyamembaca
Linguistik
Arab
86
sesudah
). .(
. Penduduk Hijaz memakai dhammah tanpa
denganmengasrahkan . .]4 3 ..[ .6E * .
). a
adapunpendudukHijazmenjarrkan . – 4b:). .(dan memerlukantawafuqharaki.
Tampaknya, tawafuq haraki termasuk ciri dialek Tamim. semua ini berdasarkan qiyas.
Itu yang kita dapati dalam bahasa fusha, sementara dialek Hijaz Kesulitan rumusan teks ini, isinya jelas. Buku-buku yang
dua bahasa
) *(
dan
huruf mudhara’ah sebaliknya dengan apa yang kita kenal dalam
jauh dari tawafuq haraki. Akan tetapi beberapa dialek dalam
) *
). J .(dengan mengasrahkan ) *(dan ). J
.
berbahasa Arab menyuguhkan kepada kita
dengan
tawafuq haraki telah menerobos lebih jauh daripada apa yang
memfathahkan (
dikenal oleh bahasa fusha. Sibawaih mengatakan: Ketahuilah
terhadap sejumlah besar kosakata. Bentuk yang terakhir
bahwa sekelompok orang dari kabilah Rabi’ah mengucapkan:
mencerminkan salah satu varian tawafuq haraki. Maka kasrah
.). ) 9(serta ). .(dan ). ) 9(dengan mengasrahkan )(' 9(
mendatangkankasrahyangmendahului ). (thawilahsesudah
Mereka mengikutkannya pada kasrah. Menurut mereka, tempat
bagiorangyangmengetahuitawafuqharaki.Olehkarenaitu, ).(
sukun itu tidak menjadi batas pemisah. Ini bahasa yang jelek.
) *(
dialek Hijaz yang tidak mengenal imalah atau tawafuq haraki
mengatakan
Ini bertalian dengan dialek Tamim. Adapun
Apabila Anda memisahkan ( )dan ( ), maka tetaplah
.
.. .
.
pada asalnya.
dengan memfathahkan ) *(mengajukan kepada kita bentuk
dengan )(' 9
( me-
Dialek Rabi’ah memakai bentuk
). J .(
ngasrahkan ( )dan ( ), sementara bahasa fusha sekarang
. ) 9. .
.
padapendudukHijaz,seperti: ) *(Demikianjuga,wazan
tidak mengenal kecuali mendhammahkan ( )dan ( ), yaitu
. ) 9. .
4b
apa yang telah ditetapkan oleh Sibawaih juga. Karena itu dialek
Wazan inidalam dialekTamim kontras . –
Rabi’ah mencerminkan pase yang lebih jauh daripada bahasa
dalam ). ) 9(Makakasrahsesudah fushadalamtawafuqharaki.
menjadikankeduaharakatdhamirituduakasrahmeskipun )(' 9(
hal itu jauh. Di sini muncul Sibawaih yang ingin membuat aturan
bagi kehidupan bahasa, maka ia mengatakan: Ini bahasa yang
jelek.
Juga, Sibawaih mencatat adanya tawafuq haraki dalam
) *(
. Apabila huruf kedua dari enam
beberapa bentuk isim. Sibawaih mengatakan: Dalam
ada
dengan mengasrahkan ( )dan mengasrahkan ( ). Di sini
. . J .
bahasa fusha – sebagaimana kita ketahui – sesuai dengan dialek
Hijaz. Yang perlu dikaju adalah kita memperhatikan kamus bahasa
Arab yang merupakan warisan berdasarkan perbedaan-perbedaan
ini.
Mengasrahkan Huruf Mudhara’ah
Semua dialek yang diakui oleh Sibawaih dengan ketepatan
pengambilan bahasa dari dialek-dialek itu mengasrahkan huruf
) *(
huruf (huruf halq) berlaku umum di dalam keduanya, maka ia
bahasa Arab fusha sekarang. Penduduk Hijazlah yang tidak
) *(
). J .(,maka ) *(
) *(
tidak menerima kasrah dalam
dan
. Dan apabila mengenal mengasrahkan huruf-huruf fi’il yang menyerupai isim
) *(
bahasa Tamim, seperti:
demikian dalam
dikasrahkan dalam sebagaimana ia mengasrahkan huruf kedua ketika Anda
atau
(mengucapkan :). I.(denganmengasrahkanhuruf ) ` 9(
.
.
)
.
Yang demikian itu terdapat dalam bahasa
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
87 88
. ! ]"
.
Sibawaih mengatakan:
(b(
6 ] "7
)
dan
semua bangsa Arab kecuali penduduk Hijaz. Misalnya:
.
.
.] M
denganmengasrahkan . b
)dengan mengasrahkan .] .@! 9; . .( ). Karena iut, mereka menyerupakan hal ini dengan
6 ] "., ..(
dengan mengasrahkan .(( )). .]4
. dan ). .(7 M I]5( )yang mereka tampakkan dalam . Jadi, fenomena
. Demikian pula setiap fi’il yang lam . ' .( )ini adalah sebagaimana yang kita dapati dalam beberapa dialek
.
.[ f(
hamzah;
. .
. _
fi’ilnya atau ‘ain fi’ilnya mengandung huruf
dengan mengasrahkan
Arab modern. Fenomena ini tidak terbatas pada percakapan sehari
. ..(
denganmengasrahkan / M e] M.a.
/ "Misalnya: fi’ilmudha’af.
(
)
)
. .
dan
, dan
hari pada kabilah Thai. Karena itu kenyataannya, fenomena ini
terdapat dalam beberapa dialek lama dan bait-bait syair Jahili dan
. .(
denganmengasrahkan ]E.
.
)
,!' '4 denganmengasrahkanhamzah; ,a M e] .,a ";
syair Islami. Itu berlaku dalam dialek-dialek Arab modern.
. ' .(
bahasa penduduk Hijaz; itulah yang asal. Apa Dialek Hijaz itu?
Dari contoh-contoh yang dikemukakan oleh Sibawaih Dialek-dialek klasik itu berbeda dalam kasus i'rab bagi
(
). Semua itu difathahkan dalam
jelaslah bahwa mengasrahkan huruf-huruf mudhara’ah itu berlaku
)
( . ' 5
, yaitu khabarnya dalam keadaan manshub.
isim kedua sesudah
. Dialek Hijaz menjadikan isim
umum dalam fi’il tsulatsi dalam semua dialek kecuali dialek Hijaz.
)( (
kedua sesudah isim
. .( . ..(
mengenal mengasrahkan huruf mudhara’ah juga. Dialek Hijaz
)
)
Dan fi’il naqish atau ajwaf yang mengandung
tau
Adapun dialek Tamim menggunakan isim ini dalam keadaan
marfu’. Sibawaih mengatakan: Ini bab yang diberlakukan seperti
lebih dekat dalam aspek ini kepada bahasa Arab fusha.
Muthabaqah (Kesesuaian) Fi’il dan Fa’il
Di antara fenomena dialek yang terpenting yang telah
) O(
kemudian ia kembali ke asalnya. Haraf itu adalah
dalam beberapa tempat dengan bahasa penduduk Hijaz,
)( (
. Kita
mengatakan:
(
( @
...., .
)dan (
( .¬
.
)
Adapun Bani
.
.( (
; di dalamnya tidak ada
)
).*(
Tamim memberlakukannya seperti
dan
. Itulah analogi
dicatat oleh Sibawaih dan memberikan gambaran tentang
konstruksi kalimat adalah fenomena kesesuaian fi’il madhi yang
) O(
Adapun penduduk Hijaz menyerupakannya dengan
(
.) .
)
karena ia seperti fi’il
.
diiringai oleh fa’ilnya dalam tatsniyah dan jamak.
) O(
. Misalnya, firman Allah SWT:
karena
Sebagaimana kita ketahui dalam kitab-kitab nahwu Arab
) O(
dalam bahasa penduduk Hijaz, sedangkan Bani Tamim
)(
maknanya seperti makna
bahwa fi’il yang diiringi oleh fa;ilnya menhadirkan bventuk yang
sama sebelum fa’il mufrad, mutsanna, dan jamak. Bentuk inilah
(
. .6a
.
)( (
itu
merafa’kannya kecuali orang yang mengetahui bagaimana
yang merupakan bentuk mufrad ghaib, seperti:
7 .
–
7 ..: *
7 .]
.
–
7 ..
: .
–
Adapun kesesuaian yang utuh
dalam Mushaf.
Di samping ayat yang telah disebutkan oleh Sibawaih kita
(
..:I .
dalam ‘adad (bilangan) dan jenis antara fa’il dan fi’il dalam kitab
kitab nahwu Arab dinisbatkan kepada beberapa dialek. Sebagian
( . .( . 9
(
)
dibaca
dapati fenomena ini dalam ayat lain, yaitu
. .
)
oleh penduduk Hijaz dengan mengasrahkan
, yaitu dengan
linguis mengemukakan bahwa kesesuaian yang utuh termasuk
menganggap khabarnya manshub. Adapun penduduk Tamim
karakteristik dialek Thai. Mereka menamakan karakteristik ini
R5
)
)( (
.
merafa’kannya sebagai fungsi merofa’kan khabar sesudah
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
89 90
Demikianlah kita amati bahwa dialek Hijaz sesuai dengan
bahasa Arab fusha yang kita ketahui berlaku umum dalam syair
Jahili dan Al-Qur`an dalam beberapa fenomena dan berbeda
dengannya dalam fenomena-fenomena lain sebagaimana dialek
Tamim tidak mencerminkan bahasa fusha dalam semua
fenomenanya.
3. Masalah Pemakaian Bahasa Fusha dan Dialek
Kitab-kitab lughah (bahasa) dan nahwu (gramatika)
membuktikan adanya perbedaan-perbedaan dalam dialek-dialek
yang dominan di Utara Jazirah Arab dan pertengahannya pada
masa cemerlangnya Islam dan abad 1 dan abad 2 H bahasa Arab
fusha – sebagaimana kita ketahui dalam syair Jahili – berbeda
dalam diskriminasi tertentu dengan dialek-dialek Arab klasik
sehingga sulit bahasa Arab fusha dianggap rentangan langsung
bagi salah satu dialek. Karena itu, yang konsisten ialah bahwa
bahasa fusha itu adalah bahasa yang dipakai dalam syair. Sejak
akhir abad 19 H sebagian linguis telah memunculkan masalah
bahasa percakapan sehari-hari di Jazirah Arab pada periode ini.
Sebagian linguis mempertanyakan apakah bahasa fusha itu adalah
bahasa syair saja atau juga merupakan bahasa komunikasi dalam
urusan di luar urusan sehari-hari dan bahasa komunikasi
antarkabilah. Pertanyaan lain berkaitan dengan pertanyaan ini
sekitar bahasa yang pernah dipakai oleh Rasulullah SAW dalam
membaca Alqur`an. Apakah beliau membaca Alqur`an dengan
dialek Hijaz ataukah sesuai dengan karakteristik bunyi bahasa
fusha, yaitu bahasa syair Jahili.
Yang dikenal oleh para linguis Arab dahulu dan para
linguis modern hingga akhir abad 19 ialah bahwa bahasa syair
Jahili dan bahasa Alqur’an mencerminkan bahasa Arab fusha.
Maksudnya ialah bahwa bahasa ini tidak hanya merupakan sastra,
melainkan juga merupakan bahasa komunikasi tinggi dan bahasa
Linguistik
Arab
91
komunikasi di kalangan berbagai penutur kabilah. Vollres,
spesialis Jerman dalam bahasa Arab telah menimbulkan banyak
keraguan sekitar keberadaan bahasa Arab yang telah dipakai
dalam percakapan sehari-hari atau dalam komunikasi lisan pada
masa disusunnya syair Jahili. Oleh karena itu, Vollers menolak
penamaan bahasa ini dengan nama “al-Arabiyyah al-Fusha”
(bahasa Arab fusha). Dia menyarankan penamaannya dengan
nama bahasa kriteria yang dikenal sekitar bahasa Arab fusha dan
kriteria yang telah dicatat dalam contoh-contoh yang ada dalam
buku-buku nahwu sebagai hasil karya buatan yang dilakukan dan
diserukan oleh para ahli nahwu untuk memakainya. Ini berarti
menurut pendapat Vollres bahwa bahasa percakapan sehari-hari
pada masa penyusunan syair Jahili dan permulaan Islam dahulu
bebas dari sejumlah ciri yang dinisbatkan kepada bahasa fusha.
Misalnya, antara lain i'rab. Karena itu, Vollres berpendapat bahwa
para linguis Arab telah membuat fenomena i'rab padahal
sebelumnya tidak ada wujudnya yang hakiki. Adapun Al-qur`anul
Karim – menurut pendapat Vollres dengan mengacu pada mushafmushaf
yang berbeda dengan mushaf yang beredar dan mengacu
kepada beberapa qiraat – dibaca pada masa permulaan Islam
secara lokal, yaitu sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan bunyi
penduduk Hijaz di Mekah dan Madinah. Adapun bacaannya sesuai
dengan kriteria bahasa fusha, itu merupakan karya mutakhir. Ini
simpulan pendapat Vollers.
Pendapat ini berdasar pada informasi yang dibawa oleh
kitab-kitab lughah (buku-buku bahasa) dan nahwu (gramatika)
serta kitab-kitab Ath-Thabaqat dengan pura-pura tidak mengetahui
beberapa kitab lainnya. Pada abad 2 H para linguis Arab tidak
mengacu kepada syair dan Alqur’an saja, melainkan juga
bersandar pada bahasa orang-orang Arab Badwi yang fasih.
Orang-orang Arab Badwi termasuk ciri terpenting, yang diamati
oleh para linguis Arab di kalangan para perawi mereka. Mereka
Linguistik
Arab
92
menganggap para
penuturnya
sebagai hujjah dalam masalah
yaitu pemakaian
).
(
dengan dhamir muannats sebagai
bahasa. Seandainya bahasa percakapan sehari-hari di kalangan
kabilah ini bebas dari i'rab, maka tentu ia tidak dapat dijadikan
acuan. Tidak mungkin pemakaian tanda i'rab secara teratur dalam
syair dan Alqur`anul Karim dengan berlaku umum seandainya
bahasa ini merupakan buatan. I’rab itu berlaku umum dalam syair
Jahili dan qiraat Alquranul Karim dengan cara yang membuat kita
merasa puas bahwa i'rab bukan bagian hasil karya para ahli
nahwu, melainkan ia merupakan refleksi bagi kenyataan bahasa
yang hidup. Besar kemungkinan bahasa fusha dahulu dipakai
dalam tujuan-tujuan seni, komunikasi tinggi di kalangan para
pejabat di kabilah-kabilah dan komunikasi di kalangan berbagai
penutur kabilah. Apabila bahasa syair tidak berbeda karena
perbedaan kabilah-kabilah, melainkan perbedaan itu terbatas pada
pemakaian bahasa dari seorang penyair ke penyair lain pada
kerangka tataran pemakaian bahasa yang sama, maka wajarlah
jika tartil Al-qur`an dengan bahasa fusha ini yang dihormati dan
digunakan untuk berkomunikasi oleh para penutur berbagai
kabilah dalam segala urusan yang serius. Apabila Alqur`an
,makatidakdiantisipasijika6!
.@
6 _(
menyatakanbahwaia
sesudah ini ia memiliki warna lokal. Yang paling mendekati tabiat
segala hal adalah qiraat Alqur`an dan pemakaian bahasa dalam
Alqur`an itu sesuai dengan – secara umum – yang dikenal dalam
bahasa fusha ketika itu.
Dialek-dialek klasik telah mengenal seperangkat fenomena
lokal yang berlebihan, seperti kasykasyah, kaskasah, ‘aj’a-jah, dan
sebagainya. Yang dimaksud dengan kasykasyah adalah menukar
kataini )@! b(–alih syin dari kafkhithabmuannats.Makaalih
diucapkan ( )dalam dialek-dialek yang mengenal
@! i
.)6idan )('i(Demikianjuga kasykasyah.
( Dan ada pola-pola
kasykasyah yang masih terdengar dalam dialek-dialek Badwi
sekarang. Yang mendekati kasykasyah adalah fenomena kaskasah,
Linguistik
Arab
93
,).) )_(Alih-alih .). .(ataumelekatpada ). .(pengganti
fenomena-itu, Karena .).) )j(beberapa kabilah mengucapkan
fenomena bunyi lokal ini termasuk hal yang membangkitkan
perhatian para linguis Arab. Akan tetapi bukti-bukti yang mereka
bawa untuk menjelaskan karakteristik ini adalah bukti-bukti syair
yang jumlahnya terbatas dan berulang-ulang dalam semua buku.
Seolah-olah ia adalah refleksi yang sesuai dengan dialek lokal.
Dengan mengalihkan perhatian dari fenomena-fenomena yang
terbatas pengaruhnya dalam syair Jahili, bahasanya tidak berbeda
karena perbedaan kabilah. Tampaknya, bahasa fusha sesuai
dengan apa yang telah dikenal oleh kaum pada waktu itu, yang
sebaiknya bahasa fusha itu dari fenomena-fenomena lokal
semacam ini. Oleh karena itu, wajarlah jika umat Islam mencoba
pada masa permulaan Islam menghindari pemakaian ciri-ciri lokal
yang berlebihan dalam membaca Alquranul Karim. Dan wajarlah
jika contoh bahasa yang dimaksud dalam bahasa Alqur`anul
Karim jauh dari dialek lokal dalam karakteristik bahasa mengenai
contoh yang jauh dari fenomena lokal dalam isi penalarannya.
Oleh karena itu, tidak mungkin kita bayangkan bahwa bahasa
Alquran Karim mencerminkan dialek Hijaz atau dialek lain
apapun, melainkan yang paling mendekati realita yang
sesungguhnya adalah dengan bahasa fusha yang dihormati oleh
semuanya.
Vollers meragukan adanya bahasa lisan dalam Fajrul Islam
yang bersistem A’rabi dan jelas rambu-rambunya. Ia mengira
bahasa lisan itu bebas tanda i'rab. Noldeke menyanggah Vollers
dengan seperangkat argumen kebahasaan untuk membuktikan
ketidakbenaran pendapat Vollers. Tanda-tanda i'rab, baik rafa’,
nashab, maupun jarr, itu berlaku umum dalam bahasa Akadis
sebagaimana berlaku umumnya dalam bahasa syair Jahili dan
Alqur`anil Karim serta bahasa kabilah-kabilah yang merupakan
Linguistik
Arab
94
sumber pengambilan bukti-bukti kitab nahwu. Yang tepat adalah
bahasa Arab itu, ahli warisnya sama dengan ahli bahasa Akadis
dari bahasa Semit pertama. Di antara tanda-tanda i'rab yang masih
ada dalam bahasa Habsyi (Ethiopia) adalah tanda nashab. Tanda
itu betul-betul sesuai dengan tanda nashab dalam bahasa Arab.
Maka segala yang pada pada ahli nahwu Arab dianggap sebagai
rekaman bagi realita yang ditafsirkan oleh apa yang ada dalam
prasasti-prasasti bahasa Akadis dan teks-teks bahasa Habsyi.
Apabila ada keraguan dalam harakat akhir bagi fi’il madhi –
fi’il Sementara itu .) (misalnya ia diakhiridengan fathah
tersebut diakhiri bukan oleh fathah dalam dialek-diaelk Arab,
maka bahasa Arab fusha dahulunya telah mengenal tanda bentuk
ini dengan fathah sebagaimana ia dikenal dalam bahasa Anharia
hingga sekarang. Noldeke telah membuktikan bahwa keraguan
dalam tanda i'rab bagi isim dan harakat bagi fi’il itu tidak berdasar
pada dalil. Ia – melalui komparasi bahasa Arab dengan bahasa
Akadis dan bahasa Habsyi bagi fi’il – membuktikan bahwa tanda
i'rab ini tidak mungkin termasuk buatan para ahli nahwu,
melainkan hasil jerih payah para ahli nahwu adalah untuk
merekamnya. Juga, mereka mendapatkannya dalam syair Jahili
dan Islam dan Al-qur`anul Karim serta kalangan kabilah yang
diakui kefasihannya.
Linguistik
Arab
95
FASAL VI
KECENDERUNGAN PERUBAHAN
DALAM BENTUK DAN LEKSIKON
1. Perubahan dalam Bentuk
Ketika Sibawaih pada abad 2 H menulis bukunya “Al-
Umda fin Nahwi”, linguis besar itu mengamati bunyi ( )
. & .
termasuk bunyi-bunyi yang sulit, yang tidak mudah selain oleh
orang Badwi. Ia berbicara tentang pengucapan lain tentang bunyi
.). & ..
itu yangia namakan
( Di sini kita tidak ingin
memerinci pendapat tentang cara pengucapan lam tentang ( )
. & .
Badawiyah karena ini masih merupakan ajang perselisihan di
bagaimanapun ). & ..
(kalanganparalinguis.Akantetapi
merupakan hasil salah satu pengaruh asas bahasa. Bahasa-bahasa
yang mendahului bahasa Arab di Syam, Iran, Mesir, dan Moroko
–ketikaSibawaih masihhidup –Irak .). & .(tidakmengenal
merupakan tempat pertemuan bagi berbagai kaum; kebanyakan
mereka berbicara dengan dialek Aramea yang tidak mengenal
Olehkarena itu, upaya mereka .). & .(bunyiyang namanya
Linguistik
Arab
96
.Bunyiitulahyang ).(masihkurangmengakibatkanpengucapan
olehSibawaih. ). & ..
(dinamakan
Barangkali sebagian linguis membayangkan di Mesir atau
).(iniyangdiucapkansekarangadalah ). & .(diIrakbahwa
yang pernah diucapkan oleh Umruul Qais atau Zuhair sebelum
Islam atau Ka’ab bin Zuhair pada masa permulaan Islam atau
Khalil bin Ahmad pada abad 2 H. Ini tidak benar. Pengucapan
pencampuran yang membuat para siswa mencampurkannya dalam
tulisan antara ini dan itu. Fenomena ini tidak lahir sesaat,
melainkan menghilang sesaat dengan menetapnya bahasa Arab di
Irak. Ada sejumlah besar risalah; kebanyakannya dari Irak dan
Maroko. Para pengarangnya di sana berusaha membedakan ihwal
dan kata-kata yang memiliki ). & .(antarkata yang memiliki
Seandainyatidakadapercampuranitu,tentutidakperlu .). \ .(
disusun risalah-risalah ini.
diucapkan yaitu . \ .(dan ). & .(Di Irak
)sama,
.). .(pengucapan yang di dengar oleh para penutur Mesir
Adapun di Mesir ada perkembangan yang ( )dan
. & .sama.
diucapkan Sekarang bahasa amiyah kita ). \ .(
sama. dalam
.). & .(sepertikatayangmengandung ).*(mengucapkankata
Sekarang kita tidak ingin membataasi waktu pencampuran ini. Di
sini singkatnya usaha kita adalah menjelaskan bahwa pengucapan
terapkan pemahaman ilmiah dan akurat terhadap teks-teks
Sibawaih pada kajian fonetik, tentu kita keluar dari hal ini bahwa
lama adalah apa yangbetul-betul sesuai ). < .(pengucapan dengan pengucapan ( )( ) Bunyi di sekarangdiMesir. . & . . & .adalahbunyi ). & .(.Kecualiitu ). ..(Mesirdiucapkanseperti bunyighair ithbaq. Dahulu Sibawaih ). ..(sedangkan ithbaq, pernah mengatakan, seandainya tidak ada ithbaq, tentulah ( ) . < .keluardariujaranitukarena ). & .(….dantentu )..?(menjadi tidak ada masalah dalam posisinya selainnya. Jadi, telah terjadi sulit, itu ). & .(perkembangan dalam sejumlahbunyi. Bunyi karena itu berubah menjadi pengucapan baru dan telah terjadi perubahan pengucapan ( ). . < . Ada masalah yang dimunculkan oleh kebanyakan linguis sekitar pengucapan ( ). Sibawaih telah menyifati pengucapan . / . bunyi ini dengan sifat yang membuatnya termasuk bunyi-bunyi yang ketika diucapkan, kedua pita suara bergetar keras. Bunyi semacam ini dinamakan bunyi majhur (bersuara). Akan tetapi pengucapan bunyi ini sekarang dalam membaca bahasa Arab fusha tidak menjadikan bunyi itu majhur, yaitu kedua pita suara tidak bergetar dengan getaran yang berarti ketika kita dalampengucapannyayangtradisionalpada ). / .(mengucapkan tataran bahasa fusha. Bagaimana perbedaan itu muncul? Apakah ). / .( yanglama. ). / .(sebagaibunyiithbaqyangkontras dengan non-majhur (mahmus)?Bagaimana keadaan ). & .(pengucapan dibayangkan oleh sebagian penutur Mesir dengan yang bunyi itu telah berkembang dari bunyi majhur ke bunyi ). / .(yangithbaq Sebagian linguis melihat ). ..(.AkantetapiSibawaihmenjadikanbunyi ). ..( ). / .( Badwi. Pembaca yang budiman hendaklah yang lama ini adalah itu adalah ( ), bukan ( Di sini ada perbedaan antara .). & .. < . Badwi yakni ). 8 .( pengucapan lama dan pengucapan baru. Ithbaq dalam istilah para kembali untuk mendengar orang Badwi mengucapkan: ) . : . " linguis fonetik terdahulu dan modern adalah menjadikan ujung Bisa inibetul-betulmajhur. ). 8 .(Sesungguhnya ...] :! M >(
lidah dan pangkalnya dalam posisi tinggi ke arah langit-langit atas
yangdikenalolehSibawaih.Sebagianlinguis ). / .(jadi,itulah
dengan terjadinya bagian dalam di tengah lidah. Seandainya kita
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
97 98
menolak tafsiran ini dengan mengatakan bahwa
). / .(
lama
100 nama. Dan apa yang diperbuat oleh pemikir Andaluisa dengan
meyerupai ( )sekarang, yaitu menyerupai pengucapan ( )
. / .. R
dalam bahasa amiyah sekarang di Sudan, Kuwait, dan Teluk
Arabia.
Sebagian linguis berpendapat bahwa bunyi ini adalah
). / .warisanhakiki
( yang lama.
Kata-kata Baru
Adapun perkembangan kata-kata adalah lebih terjangkau
dan lebih jelas. Sesungguhnya wazan ( )dan wazan ( )
(J . @*
serta wazan-wazan lainnya adalah masih itu juga; hampir tidak
terjadi perubahan bentuk. Akan tetapi perubahan dalam wazanwazan
ini terdapat dalam konstruksi kata-kata baru yang tidak
dikenal oleh masyarakat Badwi lama. Marilah kita perhatikan
selintas korpus pengumpulan dalam “Lisanul ‘Arab” dengan
membandingkannya dengan korpus yang sama dalam kamus
Dozy. Sebagaimana kita ketahui bahwa semua korpus yang
terdapat dalam Lisanul ‘Arab yang disusun pada abad 7 H telah
memanfaatkan kamus-kamus yang pernah disusun pada fase-fase
sebelumnya. Pada gilirannya kamus-kamus ini telah mengambil
korpusnya dari risalah-risalah kebahasaan yang membuahkan
gerakan pengumpulan bahasa di Gurun Sahara pada akhir-akhir
abad pertama, kelanjutan abad 2 dan pada awal-awal abad 3. satusatunya
pengecualian di sini adalah kamus “Tahdzibul Lughah”
karya Azhari, yang diambil oleh penyusun kamus “Lisanul
‘Arab”. Pada abad 4 H Azhari sendiri telah membukukan korpus
bahasa di Gurun Sahara. Jadi, sesung-guhnya korpus bahasa
adalah korpus Badwi dan kebanyakannya merujuk ke abad 2 H.
Maka apa yang diperbuat oleh peradaban Arab-Islam, ilmu-ilmu
modern, dan masyarakat perkotaan di Irak, Syam, Mesir, Maroko,
lebihdari ). 8)*(danAndalusiadengankamusiniyangmengenal
Linguistik
Arab
99
nama bagi ( )?
..
Kata-kata baru muncul sejalan dengan keperluan peradaban
baru. Seandainya tidak ada pembaharuan-pembaharuan,
tentu kita tidak mengenal peradaban Arab-Islam dalam aspekaspeknya
yang ma’tsur. Ketika para orientalis Eropa mencoba
membaca pusaka Arab-Islam, bahasa Arab tidak membantu
mereka dalam memahami kata-kata secara teliti ketika mereka
berlama-lama berpikir. Dan mereka mencoba melalui komparasi
memahami konteksnya sehingga mereka mengetahui maksudnya
dengan pengetahuan yang terkadang benar dan terkadang salah. Di
sini lahirlah kebutuhan akan penyusunan kamus yang melengkapi
kamus-kamus yang berbahasa Arab. Orientalis, Dozi menyusun
kamus ini. Di sini yang mengherankan adalah kita
membandingkan salah satu entri bahasa, seperti bahasa Gurun
Sahara dengan apa yang dikumpulkan oleh Dozi sebagai model
bagi kata-kata yang dipakai pada masa peradaban Arab-Islam.
Untuk melengkapi gambaran itu, marilah kita perhatikan kamus
yang berharga yang disusun oleh ilmuwan Hendi Jalil pada abad
13 H, yaitu At-Tahanawi. Kamus inilah yang merupakan
pengungkap peristilahan seni.
Bahasa Badwi telah membantu masyarakat peradaban
Islam dengan berbagai entri bahasa. Di sini yang kita maksud
dengan enttri-entri itu adalah kata-kata dasar. Juga, ia telah
membantunya dengan sejumlah pola atau wazan, tetapi ia tidak
memerlukan pemakaian semua wazan dari setiap kata. Misalnya,
wazan ( )dari entri ( ), yaitu ( ). Kata itu tidak ada
.]8)G:)G.]J *
dalam Lisanul ‘Arab, tetapi ia dipakai di Andalusia-Islam. Muqri
mengatakan: ( ).
.]8) M@! ". 'J .wazan-dan ,). .(,). @*(,). '!*(,). '!"(Wazan
wazan lainnya yang jarang. Juga, kata itu tidak datang dari entri
.):)G
( Akan tetapi masalahnya bukan masalah adanya kata itu.
Linguistik
Arab
100
Kata adalah sebagai lambang bunyi yang tidak bernilai tanpa
pemakaian, sedangkan makna merupakan unsur kedua setelah
adanya lambang. Lambang bahasa tidak akan menjadi lambang
kecuali apabila ia mempunyai makna. Berikut ini kita akan
mencoba menelusuri perkembangan beberapa kata yang masuk
dalam entri ( ).
:)G
bahwaiamerupakan ):)G(BahasaArabmengenalkata
hasil penggabungan sesuatu ke dalam sesuatu atau kata itu
). 8)G(.Juga, ):) @ 5( . ' .(merupakansinonimdengankata
adalah ). .(itu, adalah kaum yang berkumpul. Selain
bermacam-macam kurma. Akan tetapi ilmu-ilmu Arab-Islam
sebagaiistilah.Setiapilmumengenal ). 8)G(memakaiistilahkata
makna istilah ini. Ini menjelaskan kepada kita kitab At-Tahanawi,
menurutpara ahli ). 8)G(pengungkapperistilahan seni. Maka
hitung adalah menambah jumlah kepada jumlah lain, yaitu apabila
Dan .):)G(kita menambahkan 5+6 =11, maka iniberarti
,yaitudidalamnyaterkumpulbanyakhal.Dankata ) . .: ( 5(
.). / (atau ). .(sebagaiisimberarti ). 8 ( 5
( Ada perbedaan
antara pemakaian lama dan pemakaian baru. Kita mengenal
;. 8 ( 5.? I( 5sekarang sebagai arus politik, yaitu ). 8 ( 5(
sebagai ;. 8 ( 5.
6 5seperti organisasiinternasional, sebagai
lembaga akademik, seperti ( ); sebagai lembaga ilmiah
: ( 5. / .
.
non akademik, seperti ( ).
. 8 ( 5. a
5
tampakpemakaiannyaitubanyak ,):) @5(Adapunkata
dan umum dengan makna yang spesifik dan baru pada masa
peradaban Islam. Sesungguhnya Lisanul ‘Arab mengenal kata itu.
adalahkumpulanmanusiaataupohonatau ). 8) @5(Menurutnya
tumbuh-tumbuhan. Akan tetapi apabila kita perhatikan kamus
Dozi, maka kita amati bahwa kebanyakan contohnya sekitar kata
yangdiambildarikaranganorang-orangAndalusiadan ):) @5(
orang-orang Maghribi (Maroko). Dalam pemakaian kata itu, Dozi
( . .
' 5.
menyebutkan:
).. *.
' 5.. 8) @5(
,
).
.,)
seandainya kita menambahkan 5 + 5 = 10, tentu menurutnya hal
. 8) @5
,).
. .6 8) @5(,):) @ 5. )
!) (,).(
. 8) @5(,.(
. 8) @5
(
):)G(menyebutkan At-Tahanawi Juga, .).& 3(itu adalah
berartibarisan ). 8) @5(danlain-lain.Disinijelaslahbahwakata
menurut para ulama usul fiqih. Mereka inilah yang menaruh
). 3.? I(_(
Khaldun, Abu Hayyan, orang-orang Maghribi lainnya. Marilah
menurutmerekaadalahmemadukanpokokdengan ). 8)G(kata
:) @5
cabang karena ilat yang sama di antara keduanya agar qiyas itu kita pikirkan sejenak pemakaian kata ( )dalam bahasa
Islam
. Semua ini dikutip Dozi dari Muqri, Ibnu
perhatian terhadap masalah-masalah metode fiqih Islam. Maka
). 2.:5(
berbagai makna dan bentuk. Juga, istilah yang sama kita jumpai di perubahan dalam makna kata itu.
kalangan ahli badi’, ahli sharaf ahli logika, dan ilmuwan-ilmuwan Ada sejumlah kata yang tidak dikenal dalam bahasa Arab
hingga abad 2 apabila kita berasumsi bahwa Lisanul ‘Arab telah
telahdipakaisecaraistilah ):)G(lainnya.Demikianlahkatalama
dan bervariasi. memberikan kepada kita gambaran yang terpercara. Kata ( )
:) 5
tidak dikenal dalam Lisanul ‘Arab. Pertama kali kata itu kita
Marilah kita berhenti sejenak pada kata ( ). Kata ini
. 8 ( 5
:) 5
dipakai sebagaimana diberitakan dalam Lisanul ‘Arab sebagai dapati dalam kamus Dozi. Di bawahnya ia menyebutkan )
.Akantetapisekarangkitamenggunakankataitusecara .. *.
! (sifat bagi muannats dan sebagaiisim. Sebagai sifat, misalnya
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
101 102
menurutparaahlinahwumemiliki ). 8)G(Adapunkata benar.
amiyah sebagai kinayah dari
agar kita dapat mengamati
istilah umum. Kemudian kita berbicara tentang: ( )( atau ( )atau ( )di kalangan
.: ) ..
' @! 9.?: ) ..?: ) @ 5. 8) 5. ) ( 5
bagi salah satu perseroan yang bersaham, tentang )ahli nahwu.
. 8) 5. ( 5
Barangkali tidak dapat dibayangkan jika sekarang orang
sebagai kelompok yang dan k( 9. ) 4 .(
anggota bersaham
Akantetapikataini .)(8 )G(terdidikArabtanpamemakaikata
sebagai organisasi ):) 5.? . )'\) 5,
¬5(berpartisipasi,
tidak dikenal oleh Lisanul ‘Arab. Pemakaiannya yang paling
). 8) 5. a
@ 5
(
.). 8) 5.? I 5(dan tentang ,). 8) 5. .] 5(tentang
kebaikan, tentang
sebagai majlis perwakilan,
dahulu yang kita kenal adalah apa yang dibukukan oleh Dozi,
yang dikutip dari Jughrafi Shaqli yang terkenal Idrisi. Barangkali
Demikianlah kata itu muncul dan dipakai secara umum.
Demikian juga tentang kata ( ). Kata ini tidak dikenal
.: ) .
Idrisi adalah orang pertama yang mengenal kata ini yang pada
masa modern menjadi istilah penting. Demikian pula dengan kata
dalam Lisanul ‘Arab, tetapi disebutkan oleh Dozi dari Abul Fida
( Sekarang ) dan
. )8) G. !)_(kita berbicara tentang .)(8)G
dengan arti “pertemuan”. Kemudian dikhususkan oleh At
. ..(
dan ). 8) G( . ' .(ini?Ya,iamengenalnya,tetapidenganarti
.
.MakaapakahbahasaGurunSaharamengenalkata ). )8) G
Tahanawi dalam “Kasysyaf Isthilahat al-Funun” dengan sajian
di ).: ) .(Dia berbicara tentangkonsep yangpanjanglebar.
.Makna-maknainimerupakandasar )]/< 5.? / ..( G.?: ) .( kalangan ahli astronomi dan kalangan ulama ilmu kalam serta para ahli nahwu. Setiap ilmu ada istilahnya; sekarang apabila kita kita: segera terlintas dalam pikiran ).?: ) .(mengatakan kata adalahpertemuansekelompok ).: ) . ( manusia di suatu tempat pemakaian baru. Di samping itu, sekarang kita mengenal kata ( ) . )8) . sebagai isim yang berdiri sendiri. Demikian pula kata ( ) (8) @5 sebagai isim lain, tetapi kata itu dahulunya telah dikenal. Kata atau kesepakatan mereka terhadap sesuatu. Barangkali sebagian orang ingat akan ( ). Ilmu baru ini yang menggunakan @! 9.?: ) . kata lama untuk memberi nama yang sama dalam bahasa Arab. Barangkali terlintas dalam pikiran salah seorang pembaca dan dalamLisanul‘Arabadalahapayangdihimpundarisini ). )8) .( dan dari sana meskipun tidak dijadikan sebagai objek yang sama. dahulunyatidakdikenalsebagaiisim ). )8) @5(Akantetapikata yang berdiri sendiri, melainkan sebagai sifat. Marilah kita baca adalah kata ).: ) @ 5departemen sosial. Maka kata ( dari contoh-contoh dari Dozi: .).: ) .(adalahdari ).: ) @_(Kata yang terakhir .).: ) @_( Akan tetapi sekarang kata itu telah berubah dalam pemakaian baru ). I7 5atau ). ) .. ..?: ) @ 5(Barangkali kita ingat akan menjadi isim yang berdiri sendiri. Semuainiadalahdarikatayangtidakdikenaloleh ..?: ) @ 5( Inilahkata yang .).8)G(Akhirnyakitakemukakan kata bahasa Badwi hingga abad 2. apakah masyarakat Badwi pantas umum dalam pemakaian modern dan kata yang tidak dikenal oleh ). I7 5.?: ) @ 5(). I7 5.?: ) @ 5( mengetahui atau . Semua ini kamus-kamus lama dan bukan merupakan usaha-usaha untuk adalah dari kata yang tidak dikenal oleh bahasa Badwi hingga abad 2. apakah masyarakat Badwi pantas mengetahui ) . I7 5 Linguistik Arab 103 menyempurnakannya. Seolah-olah kata ini merupakan bentukan baru bagi entri lama dalam bentuk lama. Apabila entri itu lama dan berbagai wazan juga lama, maka pemakaian bahasa yang lama tidak memerlukan bentukan semua wazan dan musytaqqat Linguistik Arab 104 (derivasi-derivasi) dari entri ini. Maka perkembangan yang terjadi terdapat dalam bentukan kata baru dari wazan yang dikenal dan entri yang dikenal. Demikianlah dari kedua unsur ini muncul kata baru. Juga, muncul perkembangan dalam pemakaian kata lama untuk memenuhi makna baru yang ingin diungkapkan oleh ilmu pengetahuan atau peradaban. Karena itu, dalam kata lama terdapat kemungkinan yang taat untuk mengembangkannya melalui pemakaian dalam makna baru, kemudian makna baru itu dimanfaatkannya. Kita menjadi tidak mengenalnya kecuali dalam pemakaian baru. Struktur Gramatika Baru Di samping itu, ada banyak fenomena yang kita amati struktur kalimat bahasa Arab modern. Itu hampir tidak tampak karena itu, adalah sulit jika kita mengacu kepada buku-buku para ahli nahwu terdahulu untuk mengenal tabiat gaya bahasa yang telah dikenal oleh natsar Arab-Islam. Sekarang kita amati beberapa fenomena yang terdapat dalam natsar itu, tetapi kita tidak melihatnya dalam karangan-karangan yang pada prinsipnya berdasar pada kajian bahasa syair. Hukum-hukum kita ini masih relatif sampai kajian itu menjelaskan relativitas umumnya fenomena-fenomena ini dalam syair dan natsar secara historis. Inilah yang ditempuh oleh nahwu (gramatika) historis bahasa Arab. Natsar dalam bahasa Arab modern mengenal kecenderungan untuk membuka kasis idhafat dengan memakai harf jarr. Fenomena ini umum yang kita biasakan dan kita pahami siang malam. Kemudian kita berbicara tentang salah satu gambaran . / . .denganmengatakan:umumdalamkaidah-kaidahyangdihasilkanolehparaahlinahwu dari bahasa pada abad-abad pertama. Kalimat bahasa Arab modern . .('\ @ . ! .: 5..( ( 5 8 ( 5 .('\ ..: 5: ( 5. / . .secaraterperincibagikalimatsingkat: – sebagaimana kita ketahui dalam tulisan-tulisan, karangan- Marilah kita bandingkan kedua kalimat itu. Dalam kalimat kedua, karangan dan pers mengenal kumulasi mashdar yang dahulunya )..: 5(kata ;)..: 5(diidhafatkan kepada )('\ (kara tidak dikenal dengan ukuran persebaran yang sama. Sekarang kita Akan tetapi pertama .): ( 5diidhafatkan kepada ( kalimat disuatudaerah.Kata ).N ) .7 .N .(bacaungkapanataufrasa mengenal pengudaran kasus idhafat dengan memakai harf jarr, yaitu ( )) ('\ antaramudhafdanmudhafilaih.Alih-alihdari . I. ).N ) .( )7 .( sebelumnya diidhafatkan kepada kata yang sesudahnya. Dari )N .( , dan , semuanya adalah mashdar yang kata , ).. 8 5alih-alihdari dan )('\ .: 5(katakan: kita ..: 5( siaran radio kita dengar: .Akantetapiseyogyanya ). .: 5.. 8 ( 5(kitakatakan: . 8 ( 5( . 4 5(' G]a .N .6 ( .. .Z *. di sini kita amati juga bahwa mudhaf tersebut dalam semua kasus Kata ( ), ( ), dan ( ), semuanya adalah mashdar . 4 .('G]a .N . yang kata sebelumnya diidhafatkan kepada kata sesudahnya ). I.( mudhaf ilaih. Oleh karena itu, kita berbicara tentang – ) ('\ @ . ini telah disifati, kemudian datanglah kemudian setelah itu menurut cara yang tidak dikenal oleh bahasa klasik secara ). ) ¬ .Demikianjugatentang: ! .: 5..( ( 5– 8 ( 5. / . .(kumulatifini.Dalamhalini,seyogianyakitakemukakanbahwa ). ) . *,). )J .. .– a .. ...(,. .– ?... .. l .(kajianbahasaolehparaahlinahwuArabhanyaberdasarpadaasas dialek-dialek beberapa kabilah, bahasa syair Arab pada abad 2 H. .Dalam )..( . .– 8 ( 5. . .. 6 5(,atau . E .– k. ..( Kajian-kajian ini tidak membuat teks-teks natsar Arab yang semua kasus ini, mudhaf tadi disifati dan kasus idhafat diudar cemerlang sesudah ini dalam kerangka analisis bahasa. Oleh Linguistik Arab Linguistik Arab 105 106 terdapat dalam berbagai tataran bahasa modern. Setiap tataran dengan . I.( ). Apabila kita lebih mem-perhatikan contoh-contoh memakai adawat pengudaran khusus. Fenomena itu tidak lagi merupakan hal yang jarang atau bertalian dengan syair yang bertalian dengan peng-udaran kasus idhafat dengan ( , ). I. maka kita dapapi bahwa mudhaf tadi berada dalam banyak sebagaimana yang telah dibukukan oleh para ahli nahwu ('\) 5..( 9 keadaan dalam kasus idhafat baru. Kita mengatakan: terdahulu. ('\) 5. 6 5.(. . . 6 5(padamudhafilaih ) .Makaungkapanyangsederhana. ) 4 . ! 6 5 Di samping itu, bahasa Arab fusha dalam pemakaiannya ). I. dan dengan masuknya mudhaf ilaih baru yang diidhafatkan kepada mengungkapkan apa yang diungkapkan dalam ilmu bahasa dengan ( ) telah diudar dengan masuknya yang baru telah mengembangkan beberapa sarana untuk ) mudhaf pertama. Kemudian kita berbicara tentang: ('\) 5..(9 tankir (non definit). Sebagaimana kita ketahui bahwa bahasa Arab mengenal beberapa jenis ma’rifat (definit). Tanwin masih .. ..: ) . .. – .. ) .. 4)/ " ... (.,.. (.. . Demikianlah kita amati bahwa fenomena pengudaran kasus ) ) . I .. . 5 , dan merupakan fungsi tanda tankir (non definit). Akan tetapi ( ( .N ) pemakaian modern juga mengenal pemakaian kata dan ). I.( ilaih lama berkaitan dengan pengkhususan mdhaf lama, baik muannatsnya idhafat dengan memakai antara mudhaf lama dan mudhaf ( .N . ), yang diidhafatkan kepada kata yang dengan sifat maupun dengan mudhaf ilaih baru. sesudahnya untuk menyatakan tankir (non definit). Hal ini kita Di samping itu, kita amati pengudaran kasus idhafat temukan dalam frase-frase berikut: .N .. & . – .N .: .. a . 5 – .N . . – .N ..( ¬ ). I. . fenomena ini berlaku umum dalam ( 7 . .6 e( 9 – dengan memakai harf jarr . Kita membaca: .N . – .N .. 43 .N .. ) ... – .N .. J . 4 6 5 ( . a 5 atau (... . .( 6 ]a . ) – . )/ ( ... 5. diidhafatkan kepada bentuk jamak natsaar modern. Ia hampir tidak dikenal dalam pemakaian lama. Bagaimanapun fenomena pengudaran kasus idhafat dalam natsar Maka kata ( .N .( Arab modern menyamai pengudaran kasus idhafat dalam bahasa yang mengirinya. Semua struktur itu, maknanya adalah makna Ibrani modern dan dialek Arab modern. Dalam bahasa Ibrani mufrad nakirah (tunggal non-definit). Demikian pula pemakaian ) ) .N atau lama, mudhaf dan mudhaf ilaih merupakan struktur yang jelas kata )( ( sesudah mufrad untuk menyatakan keadaannya sebagai J ¬ 3 ( . J *¬ 3(tetapiungkapanbaruadalah ) J ¬ 3( . .. .,yakni: ) rambu-rambunya, seperti: , yaitu: . Akan nakirah. Ungkapan ini ada dasar-dasarnya dalam Alqur`anul ) Karim: ( (l I( ) . Hal itu kita dapati berlaku umum dalam natsar . 3 Seandainya kita lebih teliti, tentu kita menerjemahkan .e 3( ()¬ .( .7 M( ( o( ( , dan lain-lain. Demikianlah bahasa Arab pada masa ) ), ) Arab modern, seperti , , , kalimaat itu ke dalam bahasa amiyah Mesir dengan mengatakan: ). Maka kasus idhafat itu terurai di sini dan di )+.
dalam bahasa Arab sampai menduduki sedikit demi sedikit kata:
kata dalam bahasa Aramea ( )
6 6
).. 3..,
.(
dengan makna yang lebih cermat, fathah thawilah merupakan
, sedangkan
atau
.)
.
( Sesungguhnya pembicaraan tentang sejarah kehidupan
suatu kata merupakan sejarah yang panjang. Maka kata itu hidup
dalam bahasa )6 6 (tanda ta’rifdalam bahasa Aramea. Makna
dan berinteraksi, sedangkan makna merupakan hasil kondisi yang
) n .7
.. .,
. .7
Aramea adalah
. Kata ini masuk dalam
merupakan tempat hidupnya kata itu.
Sesungguhnya bahasa Arab mempunyai kemampuan yang
cekatan dalam mencerna kata-kata asing dan menjadi-kannya
.DalambahasaArabkataitumempunyaimaknayangsama:
) !
.(
dalam bahasa Yunani yang majemuk Philosoph; artinya yang
pertama adalah pencinta kebijaksanaan. Kata itu masuk dalam
bahasa Arab dengan sejumlah kata peradaban dan kebudayaan
Yunani. Ia dikenal oleh bahasa Arab pada masa peradaban Islam.
Akan tetapi bahasa Arab tidak cukup dengan pemakaian kata itu
melainkan membentuk kata-kata baru dari kata tersebut. Ia
seperti kata-kata asli di dalamnya. Kata
adalah kata
.Ini,IbnuDanil 6 ..
M.. .6 . !E
. .( . ) . ... .6 . .
dalam khayalbayangan untuk )6 6>(telah menggunakan istilah
menyatakan bagian atau fasal. Sesungguhnya kata-kata dalam
bahasa Aramea yang masuk ke dalam bahasa Arab itu banyak dan
bervariasi. Banyak kata yang masuk dari bahasa Yunan lewat
bahasa Aramea. Oleh karena itu, kajian bahasa Aramea dapat
menjelaskan kepada kita banyak aspek sejarah kosakata bahasa
Arab.
) !
J5(
. Semua kata ini dibentuk sesuai dengan kaidah bahasa
).J!
3(
membentuk fi’il
dan membentuk kata
dan kata
Masalah kata-kata dalam bahasa Qibti di Mesir adalah
mirip dengan bahasa Aramea di Syam dan Irak. Oleh karena itu,
). ) J!
J5(
Arab dari entri kata asing. Kebanyakan kata dalam bahasa Yunani
sejumlah besar kata dalam bahasa Qibti telah masuk ke dalam
telah masuk ke dalam bahasa Arab melalui dialek-dialek Aramea
yang dominan di Syam dan Irak sebelum Islam, terutama kata-kata
dalam Suryani yang mendorong kebudayaan Yunani kepada
bangsa Arab.
Di samping itu, ada sejumlah kata dalam bahasa Aramea
yang masuk ke dalam bahasa Arab. Sesungguhnya kehidupan
Gurun Sahara lama tidak mengenal pertanian:
. J .. .. .. .. 8) 2. .. 4) q. .. E .. ..
( .. .. J
3.
Linguistik
Arab
113
bahasa Arab. Maka nama-nama bulan dalam bahasa Qibti )
. .dikenal oleh setiappetanidiMesir sebagaimana setiap .6 6>(
.Kemudiannama-).¬! . .N2¬
.. .
.(petaniSuriahmengenal
nama bulan yang beredar di Irak dan Syam telah dikenal oleh
orang-orang Aramea pada umumnya dengan bentuk yang sama.
Dan urutannya sebagaiamana penduduk Mesir dalam perjanjian
Linguistik
Arab
114
.Danadabanyakkata. ..6 6> .. . . b .6
( . .Qibtiadalah
kata-kata yang dibentuk – pada masa Turki di Mesir – dari unsur
dalam bahasa Qibti yang masih dikenal dalam bahasa percakapan
6
9 .6/ ._ .6 .. .. . ..! . .sehari-haridiMesir,seperti:
.8q .( . .]' . . ! . ...N 5. . ......
Kita akan berkata panjang seandainya kita berbicara
tentang unsur-unsur asing yang masuk ke dalam pemakaian
diKairo.Ia )( . 5. )
¬ .(unsurbahasaPersia.Kitamengenal
didirikan pada abad yang lalu dengan mengandung nama ini. Kata
mempunyaitanda akhir bahasa Persia yangberkaitan )(
¬ .(
dengan jamak. Oleh karena itu, kata itu adalah ( ).
( . 5. )
Z
dankitatidakcemas )
. ....(Kitamasihmemakaifrase
bahasa di masyarakat Arab, tetapi kita cukup dengan beberapa
bahasa. Bahasa Turki pernah menjadi bahasa lapisan elit dari segi
sosial. Pengaruh ini adalah masuknya kata-kata dalam bahasa
atau ).s(TurkikedalambahasapercakapandiduniaArab.Kata
.Ituadalah ).
..(atau ). >(atau )(!S(,maknanyaadalah ). .(
kata-kata bahasa Turki. Kata ( )maknanya adalah : )
*. I.masukkedalambahasaArabdaribahasaTurki, 6
@ 5.. .@' ¬5(
fi’ilini dalam percakapan sehari-hari. Dan ).*(lalu menjadi
menjadi bertashrif, seperti fi’il-fi’il lainnya dalam dialek Arab.
sebagaifi’ildenganarti )6!i(ParapenuturSyammengenalkata
)6 I(n(.KenyataannyakatainiberasaldaribahasaTurki: )6 .(
dengan arti yang sama. Kata itu telah disingkat dan di dalamnya
terjadilah qalb makani (tukar tempat) dengan saling bergantian
).. 3.. ' .(
tidaklain kecuali merupakan bentukjamak. Di sini ). ....(
bentuk jamak adalah dengan tanda akhir bahasa Persia .
)..(
Bahasa Persia dahulu pernah menjadi bahasa yang dikenal oleh
kaum terdidik pada daulat Utsmaniyah; ia dipelajari sebagai
bahasa klasik di beberapa lembaga ilmu di Mesir pada abad yang
lalu sampai masuknya Inggris.
Bahasa Turki pernah menjadi jembatan yang mengalihkan
berbagai kata Eropa kepada kita. Kita mengenal kata ( );
..6 .
aslinya adalah Vapour. Bagaimana V itu bisa berubah menjadi
iniditafsirkan melaluipemakaian tulisan ?Kenyataannya )...(
Arab oleh orang-orang Turki. Kemudian mereka mengungkapkan
dalam bahasa mereka. Apabila ). ..(huruf bunyi(V)dengan
memakai
dalam mudhaf ilaih. Ini karena kata
). a (
asing yang mengandung bunyi (V), maka mereka menuliskannya
.Kataitutelahdipakaisebagaimanasuatu )...(menjadi .(
Olehkarena itu, mereka menulis .). ..(dengan menggunakan fi’ildipakaidalamdialek-dialekArabdiSyamdalamberbagai
tashrif. kata ( )demikian dan mereka meng-ucapkannya, seperti
..6 .
). I.(
). ..Maka )...] .] ..(
mereka ingin menulis sebuah kata dalam bahasa Turki atau bahasa
dan
tempatnya, seperti:
) 6 .(
meskipun beberapa unsurnya berasal dari kata dasar bahasa Arab.
bahasa Arab, lalu diucapkan ( ). Atau penutur arab ketika itu
..6 .
Kita mengenal ( ), yaitu tempat kedamaian di istana-istana
.
I(!b
yangorangTurkitidak ). ..(berkeyakinanbahwaasalnyaadalah
di mana para prajurit berbaris untuk menghormati ( ). Kata itu mampu mengucapkannya. Dari sanalah kata dalam bahasa Arab
.
Demikianpulaapayangkitalihatdalam .). ..(masukdengan ) b(dalam bahasa Arabdan silabel ) I.(tersusun darikata
dalam bahasa Turki, yaitu memberikan pengertian hal tempat.
dengan ) ' (buku-bukuabad19ketikamerekamenuliskanisim
Maka ( )adalah tempat kedamaian ( ). Dan ada
( ..
I..
I(!b
Linguistik
Arab
Linguistik
Arab
115 116
Ada kata-kata yang masuk dalam bentuk bahasa Turki
. Kemudian kata itu beralih bentuknya yang tertulis ke
.Fenomenainimenjelaskankepadakitaadanya ).¬' (,yaitu ). ..(
beberapa nama diri dalam bahasa Arab. Orang-orang Turki telah
dari Arab. Akan tetapi . N .(mengambil isim
)orang-orang
seperti mereka tidak ). ..mereka mengucapkan
( (V);
mengucapkan bunyi halq
). 4 .(
karena ia tidak terdapat dalam
). N .(bahasa mereka. Dari sini muncullahisim baru yaitu
seperti ( ). Dari sini muncullah isim baru yaitu ( ).
.J ..J .
Demikianlah bahasa Arab hidup dan berkembang bentuknya
dalam interaksi yang kontinyu sejalan dengan tabiat hubungan
sosial, peradaban, politik, dan agama yang dominan di masyarakat
Arab lewat sejarah.
Linguistik
Arab
117
0 komentar:
Posting Komentar